Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Islandia Senang Jomlo Tenang

17 Juni 2018   01:49 Diperbarui: 17 Juni 2018   03:28 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Manusia selalu ingin kembali ke dalam rahim sang ibu. Hidup tenteram dan aman. Tidak usah berpikir dan bertanggung jawab. Yang dilakukan hanya menerima dan menikmati hidup."

~ Patrick Mullahy, Oedipus: Myth and Complex

Hari kedua Lebaran. Hari ketika sanak kerabat masih berdatangan, ketupat dan opor dihangatkan, dan jamaah jomlo kembali dipanaskan kupingnya oleh pertanyaan remeh yang menggelikan dan menggelisahkan. 

Andai kata pertanyaan sahabat dan kerabat masih kapan kawin, kaum jomlo sudah punya persiapan jawaban. Seribu argumen siap diucapkan, seribu alasan siap diujarkan. Umat jomlo, terutama yang merantau ke kota dan mudik saat Lebaran, sudah terlatih menghadapi kata tanya seremeh itu.

Sayang sekali, sahabat dan kerabat tak kalah kreatif dalam bertanya. Tak ada lagi Kapan Kawin. Dua kata itu ibarat kuah opor bergelinang santan yang riskan jika berkali-kali dipanaskan. Daripada basi, lebih baik diganti. Maka, pertanyaan baru pun muncul. Ternyata tidak semua jomlo siap menjawab pertanyaan baru. Apakah pertanyaan itu? 

Sabar, ya. Karena umat Jomlo tabah dan tangguh menghadapi kesendirian maka pasti tabah dan tangguh menahan rasa penasaran. 

Messi dan Argentina yang Dipaksa Mati Kutu

"Saya datang bersama kehangatan keluarga."

~ Reza, 27 tahun, seorang jomlo kreatif

Pada tulisan sebelumnya, Messi Bisa Mudik Seraya Membawa Piala, sudah saya tatalkan kemungkinan Islandia menyuguhkan kejutan. Pada laga yang digelar di Spartak Stadium, Moskow, (Sabtu, 16/6/2018), kejutan benar-benar menghantui Messi dan Argentina. Tidak tanggung-tanggung, tiga kejutan sekaligus.

Pertama, Islandia bermain rapat dan pantang menyerah. Sadar anak asuhnya kalah kualitas individu, Heimir Hallgrimsson memerintahkan pasukannya bermain rapat saat bertahan dan trengginas saat balik menyerang. Gol Aguero, pada menit ke-16, malah menyemangati alih-alih meruntuhkan moral. Sebelum wasit meniup panjang peluit, pantang bagi pemain berleha-leha apalagi menyerah. 

Pemain-pemain Islandia bahu-membahu tatkala bertahan. Hampir seluruhnya mundur jauh di belakang garis tengah lapangan. Messi dikurung, Di Maria ditempel. Begitu ada peluang, serangan balik mematikan segera dibangun. Upaya pemain Islandia tidak sia-sia. Alfred Finnbogason melesakkan gol balasan pada menit ke-23.

Jamaah jomlo mesti setangguh Islandia ketika bertahan. Sekreatif apa pun sahabat atau kerabat mempertanyakan kesendirian, mesti tetap tegak dan tetap. Jamaah jomlo juga mesti seliat Islandia manakala menyerang. Mesti kalem dan tahu waktu. Mesti rapi dan sadar posisi.

Falsafah menyerang adalah pertahanan terbaik tidak selamanya berhasil. Buktinya Argentina tidak menang, walaupun tidak kalah juga. Jadi, gerombolan penanya kapan kawin tidak usah dihadapi dengan dada panas. Santai saja. Cukup jaga pertahanan. Biarkan penanya terus menyerang. Pada akhirnya akan repeh alias diam alias mati kutu. Persis nasib Messi dan Argentina yang mati kutu. 

Inilah pertanyaan baru barisan kepo pas Lebaran. Kamu datang bersama siapa? Tenang, jangan nyolot. Timpali dengan tenang. Setenang Reza, seorang jomlo di Lenteng Agung. Saya datang bersama kehangatan keluarga. Begitu katanya. Sederhana dan biasa. Datar dan tidak meledak-ledak. Emosi yang tampak hanyalah kedamaian dan kebahagiaan di tengah kehangatan keluarga.

Bukankah mudik adalah sebentuk perjalanan spiritual untuk menemui kehangatan keluarga? 

Di tanah kelahiran kita dapat menemui ibu. Jika ibu sudah tiada, telah berpulang ke dekap cinta-Nya, kita bisa berziarah ke makam beliau dan memilin ingatan manis tentang beliau. Kita juga bisa menemui ayah jika masih ada. Senyum seorang ayah adalah penenang rupa-rupa luka. Kalau beliau sudah tiada, datangi pusaranya dan tumbuhkan ketenangan.

Pada hakikatnya, seperti fatwa Mullahy, manusia selalu ingin kembali ke dalam rahim sang ibu. Mudik sejatinya adalah manifestasi kembali ke rahim ibu. Untuk apa? Untuk hidup tenteram dan aman. Setiba di kampung, kita tidak usah berpikir dan bertanggung jawab. Anggap saja kita sedang memeluk lutut di dalam rahim ibu. Dan yang kita lakukan hanya menerima dan menikmati hidup.

Reza tidak menjawab asal-asalan. Jawabannya sangat filosofis. Saya percaya, kaum jomlo punya kreativitas keren, seperti Reza, dalam menahan serangan pertanyaan yang tak dikehendaki. Selalu ada cara untuk berkilah, bukan?

Wasit dan Teknologi yang Tidak Memihak 

"Mohon maaf lahir dan batin, mohon sayang lahir dan batin." 

~ Reza, seorang jomlo kreatif yang belum berkeluarga

Hanya saja, serangan bagi jomlo tidak hanya muncul dari sahabat dan keluarga yang mendadak terjangkit Virus Kepo. Serangan tak kalah memedihkan dan menyedihkan muncul dari dunia virtual. Muncul lewat WA atau media sosial. Tetapi, maaf, kita kembali pada kejutan yang menimpa Tim Tango. 

Kedua, wasit dan teknologi yang tidak memihak kepada Tim Tango. Wasit memang tidak boleh memihak pada tim yang tengah berlaga. Wasit harus netral supaya adil. Kalaupun wasit keliru, itu lumrah. Yang patut disyukuri sekarang adalah penggunaan teknologi.  

Sekarang kita tilik dua peristiwa kontroversial yang rentan diperdebatkan. 

Pada babak pertama, bola menyentuh tangan saat bek Islandia terjatuh mengadang bola. Posisi tangan aktif. Namun, wasit punya pertimbangan tersendiri. Pada babak kedua, sontekan Di Maria mengenai, lagi-lagi, tangan pemain bertahan Islandia. Kali ini posisi tangan tidak aktif. Sayang, wasit tetap punya pertimbangan untuk tidak memberikan hadiah penalti.

Pemain bisa saja mengoceh di depan wasit, menggerutukan apa saja, memprotes keputusan yang disangka keliru, bahkan meminta wasit menggunakan VAR, namun kuasa keputusan mutlak milik wasit. Tugas pemain sederhana, bermain sebaik-baiknya dan harus menerima keputusan wasit. Semenyedihkan apa pun.

Jomlo yang kreatif maupun yang kurang kreatif juga begitu. Bahwa jomlo adalah pilihan, itu ada benarnya. Hanya saja, kuasa penentuan jodoh bukan berada di tangan kita. Itu mutlak wilayah kuasa Tuhan. Persis serahasia di rahim siapa kita akan dikandung, kapan dan di mana kita dilahirkan, serta seberapa lama kesempatan hidup kita miliki.

Barangkali pernah satu ketika seorang jomlo, seperti Reza si Jomlo Kreatif tadi, pernah jatuh cinta. Malahan ada yang sempat menjalin hubungan, tetapi takdir berkehendak lain. Alih-alih bersanding di pelaminan, cinta berujung pada perpisahan. Boleh saja memprotes Tuhan, tetapi sebatas doa atau keluhan atau aduan. Cukup sebegitu. Sia-sia juga kita pasang tagar #2019GantiTuhan di media sosial, kan?

Memang Tuhan Mahakaya, tetapi Tuhan tidak punya Instagram atau Twitter.

Jadi santai saja menghadapi serbuan poster Lebaran. Poster permintaan maaf yang dibubuhi nama dan diikuti embel-embel bersama keluarga. Embel-embel yang serumpun dengan pertanyaan kapan kawin atau dengan siapa kamu datang. Embel-embel yang secara tersirat bisa dimaknai: Kapan kamu punya keluarga?

Dan, sila gulirkan layar gawai ke atas untuk membaca jawaban Reza. Atau, biar tidak repot, saya tulis ulang di sini. Mohon maaf lahir dan batin, mohon sayang lahir dan batin. Reza, yang belum berkeluarga.

Itu jawaban yang elegan dan berkelas. 

Messi dan Penalti yang Gagal

"Menjomlo bukanlah kutukan takdir, melainkan cara Tuhan mematangkan diriku sebelum menemukan jodoh."

~ Reza,  seorang jomlo kreatif yang ingin berkeluarga

Salah satu tugas sederhana manusia ialah menyusun rencana. Setelah itu barulah berusaha dan berdoa hingga rencana itu tercapai. Berusaha sekuat daya, berdoa sepenuh cinta. Ihwal hasil akhir, biarlah urusan Tuhan saja.

Messi dan koleganya sudah berusaha. Delapan hingga sembilan pemain lawan bertumpu dan bertumpuk di kotak penalti. Kehadiran Banega yang mengganti Biglia menghadirkan kesegaran serangan. Masuknya Pavon menambah daya gedor. Tetapi hasil akhir tidak berubah. Masih seperti babak pertama, 1-1.

Peluang besar terjadi ketika penalti diberikan pengadil kepada anak latih Sampaoli. Messi yang maju sebagai algojo. Saya geregetan melihat kegugupan memancar dari mata sang Kapten. Kegugupan yang mengawali keraguan dan akhirnya berbuah kegagalan. 

Apakah Sampaoli salah menunjuk Messi sebagai algojo penalti? Meskipun punya riwayat tiga kali gagal mengeksekusi penalti di Tim Tango, sebagaimana dilansir Opta, pemain Barcelona ini tetap dipercaya. Alhasil, Messi menyusul nasib dua seniornya yang gagal mengeksekusi penalti. Fernando Paternoster pada Piala Dunia 1930 dan Ariel Ortega pada Piala Dunia 2002.

Messi gagal mempertahankan prestasinya dalam urusan mencetak gol. Pada Piala Dunia 2014 ia selalu mencetak gol dalam tiga pertandingan di fase grup. Peluang ada lewat penalti, tetapi nasibnya sedang nahas. Lebih sedih lagi, Messi baru mulai berpuasa mencetak gol justru ketika Ronaldo sudah buka puasa. 

Meski tidak berniat membanding-bandingkan, kalian bisa mengorek keperkasaan Ronaldo dapat dibaca di sini. 

Begitulah nasib. Susah ditebak. Toh Messi dan koleganya tidak perlu berkecil hati, seperti Reza sang Jomlo Kreatif yang Ingin Berkeluarga itu. Setidaknya hasil akhir masih seri. Masih dapat satu angka. Masih bisa memperbaiki diri. Masih ada dua laga menunggu. Masih harus menghadapi Kroasia dan Nigeria.

Kecuali, Messi dan rekan setimnas ingin angkat koper lebih cepat.

Akhirnya: Islandia Senang Jomlo Tenang 

"Silakan mengirim poster Lebaran sekeren dan sebanyak apa pun, akan saya jawab sama-sama."

~ Reza, yang tidak keder menjomlo

Saking geregetannya saya melihat kegagalan Messi, Kacang Garuda. Bahkan saya hampir lupa menganjurkan Reza, jomlo kreatif yang tidak keder menjomlo itu, agar jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. Nanti garing. Untung masih ada menit-menit akhir ketika Higuain menggantikan posisi Maximiliano Meza.

Meski begitu, jalan tampak buntu bagi pasukan Sampaoli. Tidak ada pasokan bola kepada penyerang. Tidak ada tambahan gol. Hingga akhir laga, skor tetap sama. Sudahlah. Memang Islandia harus senang supaya jomlo ikut tenang. 

Lagi pula, Messi harus mempergigih diri. Tidak gugup dan gagap menghadapi riuh rendah dari bangku penonton. Harus ngotot, harus ngeyel. Harus alot, harus liat. Dan, yang paling utama, harus kuat menanggung beban. Seperti Reza yang gigih atas kesendiriannya. 

Kota Hujan, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun