Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Tami, Lebaran, dan Kata yang Keliru

15 Juni 2018   05:33 Diperbarui: 11 Oktober 2018   19:01 3402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://www.risalahislam.com

dokpri
dokpri
Hening seketika.

Seperti Echa, Dani tidak membalas kritiknya. Entah mengapa makin banyak orang yang berkuping tipis. Kritik dibutuhkan demi menjaga kewarasan dan kejernihan pikiran. Bagi yang berkuping tipis, kritik kerap salah diterima sehingga dikira celaan. 

Tami menggeleng-geleng. Dua sahabatnya ternyata tidak kebal kritik.

Hati-hati besok memakan biskuit kalengan. Beredar kabar beberapa di antara biskuit kalengan ditengarai mengandung minyak babi.

Ini bukan hoax. Sebarkan pesan ini supaya kamu mendapat pahala.

Pesan tersebut muncul di Grup WA teman-teman sekelas semasa SD. Tami membaca lagi pesan tersebut. Ada tiga pertanyaan yang mengganjal pikirannya. 

Pertama, dari mana kabar miring itu bermula? Kabar yang belum tentu benar itu gampang sekali menyulut sentimen keyakinan. Kedua, bukankah sesuatu yang tidak pasti kebenarannya dapat menjadi fitnah? Pendapatan pemilik perusahaan makanan kalengan terancam menurun. Imbasnya, bisa-bisa terjadi perampingan atau pemutusan hubungan kerja. Ketiga, benarkah akan berpahala bila kita menyebarkan kabar angin? Receh banget iman kita apabila orientasi ibadah sebatas memburu pahala. 

Dan, yang paling menjengkelkan adalah kata hoax. Warga Indonesia memang banyak yang doyan sok Inggris. Keinggris-inggrisan. Padahal jika berbahasa Inggris masih ada yang abal-abal, kalau berbahasa Indonesia juga ada yang masih asal-asalan. Serbatanggung. Ke sini kurang, ke sana apa lagi.

Kata itu sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penulisannya hoaks. Kenapa tidak diserap secara utuh? Karena bahasa kebanggaan bangsa kita punya kaidah penyerapan. Kata yang mengandung konsonan /x/ yang dieja atau dilafalkan /ks/ diserap menjadi /ks/. Sesederhana itu.

Jemari Tami akhirnya gatal. Ia kirim sebuah poster ke grup WA. 

dokpri
dokpri
Dalam sekejap, tanggapan beruntun membuat gawainya ribut bernyanyi. Rupa-rupa komentar mereka. Orang lain takbiran, Tami sibuk mengurus bahasa Indonesia. Ketupat sudah matang? Kamu sudah melenceng jauh, dari dokter menjadi guru bahasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun