Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Tiga Prosa Lirih tentang Perasaan, Penjara, dan Pulau Cinta

17 Juni 2018   21:50 Diperbarui: 18 Juni 2018   04:32 3322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

(Negara sedang sibuk ketika prosa lirih ini kutulis untukmu. Seorang ulama dicabut status buronnya, Presiden diledek mantan calon presiden, gubernur disoraki rakyat dan disangka menyerobot antrean, seorang watimpres disorot akibat kunjungan ke Israel,  dan orang-orang sebentar lagi mati-matian di Pilkada.

Televisi sedang tidur ketika prosa lirih ini kutulis untukmu. Ada wartawan meninggal karena beritanya. Ada koran digeruduk karena beritanya. Ada orang yang dicerca setelah banyolan tidak lucunya tentang BH telanjur dipamer di Twitter. Ada rinduku yang gigih merawat ingatan kepadamu.)

Tentang Perasaan yang Pasti Tersiksa 

Cinta ternyata memang bukan pelajaran mudah. Ketika kuputuskan untuk mencintaimu, kumasuki wilayah perasaan yang asing. Wilayah yang benar-benar baru dan penuh jebakan. Wilayah yang kukira sudah kupahami atau kumengerti risiko memasukinya.

Ternyata aku cuma murid pindahan yang dipaksa memperkenalkan nama, asal sekolah sebelumnya, dan mengapa aku pindah sekolah. Kutemukan  masa-masa mengecewakan, masa-masa yang mengisap tandas sari ketabahanku. 

Ternyata aku hanya siswa pindahan yang merasa terancam, yang terpaksa diam-diam menahan diri sebagai orang asing, yang terpaksa duduk di kursi kosong di pojok kanan belakang. Kukira akan kudapati tempat yang indah, yang memberikan kebebasan bagiku untuk menari dan menyanyi.

Ternyata aku sekarang rusa ringkih yang tengah diintai binatang pemangsa. Yang ada mata macan dan singa. Juga serigala kelaparan dan beruang kehausan. Tidak kutemukan matamu di sini. Mata yang mengajakku menyisih dari masa lalu. Mata yang memintaku menyisir masa depan.

Cinta ternyata memang bukan pelajaran murah. 

Kukira akan kaumasuki mataku, menghibur cemasku, dan menundukkan kesedihanku. Mataku sudah menunggu kedatanganmu, sudah menyiapkan penganan doa dan minuman harapan, sudah menyiapkan musik, puisi, dan tari.

Ternyata mataku yang memasuki matamu, mengubur cemasmu, dan menaklukkan kepedihanmu. Kutemukan hutan air mata yang lebat dan lekat. Kurasakan kesedihanku pekat dan penat. Kuselipkan kesunyian pada kepedihanmu. 

Matamu ialah kota tua yang ditinggalkan dan dilupakan penghuninya. Kutemukan air di matamu, dan  kukira itu bukan air mata kesedihan. Kudengar bunyi sunyi di matamu, tetapi kukira bukan sunyi yang mematikan. Mataku kini sunyi yang berkali-kali menabuh luka. Persis seperti mata rakyat yang berhari-hari menanti politisi memenuhi janji.

Tentang Penjara yang Mengesalkan dan Mengesankan

Cinta ternyata memang bukan pekerjaan mudah, tetapi akan mudah jika kamu memilihku.

Ketika kamu jatuh cinta, sesungguhnya kamu sedang memasuki sebuah penjara.

Namun, kemalanganmu belum berhenti di sana. Saat kamu memilih siapa yang kaucintai, sesungguhnya kamu sudah memutuskan untuk menetap di dalam penjara cinta dalam masa tak menentu, sepanjang kamu masih suka berada di dalamnya. Tetapi, jangan cemas. Cinta adalah penjara yang tenang dan menenangkan.

Pada sebuah jalinan cinta, kamu harus belajar menahan diri. Ya. Menahan diri dari perkataan yang dapat menyakiti perasaan pasangan. Menahan diri dari tindakan yang dapat memicu pertengkaran. Bahkan menahan diri untuk menjadi diri sendiri.

Kau juga harus mau dan mampu menguasai ilmu memahami. Ya. Memahami perasaan, pikiran, dan harapan orang yang kaucintai. Itu tidak mudah, karena kamu mesti dengan senang hati menahan diri dari perasaan, pikiran, dan segala harapanmu.

Yang menyenangkan dalam penjara perasaan itu adalah kamu tidak sendirian. Kamu akan berada di sana bersamaku. Ya, bersamaku.

Tentang Pulau Cinta yang Ada Kita 

Cinta ternyata memang bukan pekerjaan mudah. Tetapi, tak ada yang akan memelukmu melebihi kehangatan cinta.

Kemarin kita mengobrol tentang penjara perasaan. Hari ini aku ingin mengajakmu pelesir ke Pulau Cinta. Kau harus ke sana. Harus. 

Dalam hidup yang singkat ini, kita butuh harapan. Dan, harapan yang terbaik ada pada cinta di pulau itu. Bangunlah pada pagi hari, temukan pelukan ibumu. Kehangatan cinta akan menyambutmu. Jika kamu masih sering melihat mata ayahmu sebelum tidur, tataplah lekat-lekat, dan kehangatan cinta akan tertemu di sana. Bila kamu ingin kehangatan cinta yang berbeda, kamu sudah tahu di mana kamu bisa menemukannya: di hatiku.

Cinta memang bisa menjadi penjara bagi harapan-harapan kita, tapi cinta juga bisa menjadi pembuka jalan bagi harapan-harapan itu. Yang penting, di Pulau Cinta, kamu tahu kapan harus menyendiri dan kapan bersamaku. 

Begitu pula dengan keinginan. Kita harus tahu kapan tidak boleh mengalah dan kapan mesti mengalah. Itulah bagian sulit dari mencintai, sebab kita harus membangun masa depan dari fondasi perasaan yang berbeda.

Di Pulau Cinta, kita akan tahu kapan harus memberi dan kapan mesti menerima.

(Ketika tiga prosa lirih ini selesai kutulis, televisi masih bernyanyi. Saudagar-saudagar berpeci tengah menjual ayat dan mengalirkan benci. Para pembenci mencaci apa saja yang mereka tidak suka. Para pencinta memuji segala-gala yang mereka suka. Politik memang mangga di belakang rumah. Yang kecut disukai ibu hamil muda, yang matang disukai banyak orang.

Matikan televisimu. Aku khawatir benci menular dan menjangkiti hatimu. Sudah cukup negara dihuni para pembela kepentingan sendiri. Sudah cukup ibu pertiwi dikelilingi para pencaci. Kita biarlah merawat cinta saja.)

Kota Hujan, 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun