Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Tiga Prosa Lirih tentang Perasaan, Penjara, dan Pulau Cinta

17 Juni 2018   21:50 Diperbarui: 18 Juni 2018   04:32 3322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Kemarin kita mengobrol tentang penjara perasaan. Hari ini aku ingin mengajakmu pelesir ke Pulau Cinta. Kau harus ke sana. Harus. 

Dalam hidup yang singkat ini, kita butuh harapan. Dan, harapan yang terbaik ada pada cinta di pulau itu. Bangunlah pada pagi hari, temukan pelukan ibumu. Kehangatan cinta akan menyambutmu. Jika kamu masih sering melihat mata ayahmu sebelum tidur, tataplah lekat-lekat, dan kehangatan cinta akan tertemu di sana. Bila kamu ingin kehangatan cinta yang berbeda, kamu sudah tahu di mana kamu bisa menemukannya: di hatiku.

Cinta memang bisa menjadi penjara bagi harapan-harapan kita, tapi cinta juga bisa menjadi pembuka jalan bagi harapan-harapan itu. Yang penting, di Pulau Cinta, kamu tahu kapan harus menyendiri dan kapan bersamaku. 

Begitu pula dengan keinginan. Kita harus tahu kapan tidak boleh mengalah dan kapan mesti mengalah. Itulah bagian sulit dari mencintai, sebab kita harus membangun masa depan dari fondasi perasaan yang berbeda.

Di Pulau Cinta, kita akan tahu kapan harus memberi dan kapan mesti menerima.

(Ketika tiga prosa lirih ini selesai kutulis, televisi masih bernyanyi. Saudagar-saudagar berpeci tengah menjual ayat dan mengalirkan benci. Para pembenci mencaci apa saja yang mereka tidak suka. Para pencinta memuji segala-gala yang mereka suka. Politik memang mangga di belakang rumah. Yang kecut disukai ibu hamil muda, yang matang disukai banyak orang.

Matikan televisimu. Aku khawatir benci menular dan menjangkiti hatimu. Sudah cukup negara dihuni para pembela kepentingan sendiri. Sudah cukup ibu pertiwi dikelilingi para pencaci. Kita biarlah merawat cinta saja.)

Kota Hujan, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun