Ponsel di meja bergetar. Ternyata Tami sudah membalas surel. Tetapi jawabannya dikirim lewat WA.Â
Mestinya kamu tegur tuh Pak Roby. Giliran aku salah ngomong, satu kata atau satu huruf saja, kamu langsung tegur. Dasar cemen. Beraninya ke cewek saja!
Remba tertegun. Selama ini ia memang spontan menegur Tami tiap-tiap kekasihnya memakai kata yang salah kaprah. Kata yang sudah salah tetap saja dipakai. Kata yang akhirnya dianggap benar kesalahannya atau dikira benar padahal salah. Itulah kata yang salah kaprah.
Namun ia tidak menduga kalau jawaban Tami akan sedemikian jleb atau nyes atau menancap di jantung.
Jangan khawatir. Aku sudah melakukannya. Teguran pertama, dia cuma cengar-cengir. Teguran kedua, dia cengengesan. Teguran ketiga, dia marah-marah. Katanya, aku terlalu berlebihan. Katanya, aku mengurusi hal yang remeh.
Tetapi ponsel berhenti bergetar. Tidak ada jawaban lagi. Tidak ada balasan apa-apa.Â
Biarkan saja. Bisik hati Remba. Maka ia lupakan tetangganya yang, dengan ajaib itu, meremehkan bahasa negara sendiri dan mengagulkan bahasa negara lain. Ia kembali pada rindu yang mengacak-acak pagi yang tenang dan hangat.Â
Kemudian ia raih ponsel dan mengirim pesan.
Kamu juga sedang merindukanku, kan?
Belum semenit terkirim, pesan itu sudah terbalas.
Kepedean!
Remba mengelus dada. Ada sesuatu di dadanya yang merasa sakit. []