Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tiga Menu Sahur Andalan Anak Kos

26 Mei 2018   21:06 Diperbarui: 27 Mei 2018   11:57 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Puasa yang wajib kita lakukan selama Ramadan bukanlah lakon menyiksa diri dengan berlapar-lapar dan berhaus-haus. Puasa merupakan laku memperkuat diri menghadapi serangan hawa nafsu. Yang halal dilakukan siang hari pada bulan-bulan sebelumnya menjadi haram selama Ramadan. Makan dan minum, contohnya. Aktivitas biologis antara suami dan istri, misalnya.

Dengan demikian, puasa sejatinya merupakan tameng bagi sanubari kita. Mengapa demikian? Kita sadar bahwa nafsu merasuki pikiran dan memasuki perasaan. Kita tahu bahwa nafsu sanggup meracuni keyakinan. Bersama puasa kita menjadi kuat berhadap-hadapan dengan nafsu. Termasuk ketika kita sendirian di rumah dan dorongan nafsu menuntun kita ke dapur dan diam-diam menyudahi ibadah rahasia ini. Tidak ada yang lihat, begitu bujuk nafsu. Tidak ada yang tahu, begitu rayu nafsu. Jika kita lengah dan lemah, kita akan berdiri di hadapan nafsu sebagai pihak yang kalah.

Adalah sesuatu yang berat melawan hawa nafsu. Rasulullah saw. bahkan menyatakan bahwa perang mahadahsyat adalah perang melawan hawa nafsu. Yang terbiasa makan-minum sesuka hati harus belajar menahan diri. Yang terbiasa mencak-mencak marah harus melatih kesabaran. Yang terbiasa pelit bin kikir mesti belajar berbagi. Yang terbiasa didengarkan sekarang harus belajar menyimak. Dan seterusnya.

Begitu pula dengan mereka yang hidup di rantau atau yang masih menetap di kosan atau di pondokan, harus habis-habisan melatih kesadaran. Sahur seadanya, buka puasa juga begitu. Kalau warteg dekat pondokan tutup, mi instan cukup buat sahur. Kalau saudagar takjil belum menjamur, es teh manis saja sudah melegakan. 

Jadilah kuat bersama penderitaan. Begitu pesan Friedrich Nietzsche. Biarkan nestapa mengokohkan batinmu. Begitu petuah Naguib Mahfouz. Maka, sahur tetap menyenangkan meski makanan yang tersaji cuma seadanya. Maka, buka puasa tetap mengenyangkan walau makanan yang tersaji tidak seberapa. Bukan apa dan seberapa lezat makanan yang kita lahap, melainkan seberapa bersyukur kita menerima apa yang ada. Itulah esensinya.

Ah, sepertinya saya melantur terlalu jauh dari tema. Oh, tidak juga. Saya tengah bercakap-cakap dengan hati sendiri. Orang-oramg sibuk membahas makanan lahir sehingga lupa pada makanan batin. 

Baiklah. Abaikan pengantar di atas apabila tidak berfaedah. Sekarang saya akan langsung lesak ke tema ulasan kita. Berikut tiga menu sahur andalan anak kos. Kamu boleh setuju, boleh pula menampik pendapat saya. Yang pasti, santai sajalah.

Pertama, tadarus dan tafakur. Jelas-jelas ini bukan makanan lahiriah. Tidak apa. Saya selalu mengupayakan bangun pukul tiga dinihari. Denging alarm ponsel sangat gigih membangunkan saya. Setelah terjaga, akan saya teruskan cicilan tadarus sisa semalam.Biasanya tiga atau empat halaman.

Setelahnya, saya akan membaca novel atau buku atau tulisan teman-teman Kompasianer. Itu masih bagian dari tadarus, sekaligus tafakur. Bedanya pada mengaji dan mengkaji. Tafakur adalah makanan batin yang dapat menyehatkan tubuh lahir. Di dalam jiwa yang sehat besar kemungkinan terdapat tubuh yang sehat.

Sehat dari dengki, sirik, iri, benci, dan pelbagai penyakit hati akan menular pada kesehatan lahiriah kita. Saya percaya itu.

Kedua, menulis setidaknya dua-tiga halaman. Inilah menu sahur kedua saya. Masih menu sahur buat jiwa, belum beranjak ke menu sahur raga. Otak yang masih segar selalu memudahkan gagasan saya tumpah ruah ke dalam tulisan. Dampak tafakur masih berasa. Ketenangan batin bagai jalan bebas hambatan bagi ide-ide yang berkelindan di dalam benak.

Sebagai penulis, tugas saya adalah menulis. Dinihari sebelum makan sahur kerap merupakan waktu paling menyenangkan untuk menulis. Pengalaman yang baru atau sudah lama kualami segera pindah dari kepala ke kertas. Peristiwa menyedihkan segera migrasi dari ingatan ke dalam tulisan.

Adalah kelegaan tak terperi sewaktu satu tulisan kelar. Semacam katarsis, semacam ekstase. Kepuasan batin. Bukankah batin yang puas dan bahagia memengaruhi kesehatan lahir kita? 

Lewat menulis, saya merasa merdeka. Kemerdekaan itu menuntun saya meninggalkan bebas dari menuju bebas untuk.

Ketiga, teri kacang dan telur dadar. Inilah menu sahur andalan saya. Sejak remaja hingga berumah tangga, sahur berasa kurang lengkap tanpa kehadiran teri kacang dan telur dadar. Meskipun ada opor ayam atau semur jengkol, teri kacang dan telur dadar lebih menggoda selera saya.

Bagi orang lain barangkali akan jemu menyantap menu sama selama beberapa hari. Saya tidak. Teri kacang dan telur dadar seperti cinta dan rindu: tak pernah menjemukan, tak akan membosankan. Meskipun saya terbiasa meneguk ludah tatkala yang diinginkan tidak tercapai, tetap saja ada rindu selama sahur pada teri kacang dan telur dadar.

Itulah tiga menu sahur andalan saya. Dua di antaranya merupakan santapan rohani, satu sisanya adalah makanan ragawi. Setelah menyantap ketiganya, biasanya saya tidak segera tidur. Sehebat apa pun bujukan kantuk agar tidur setelah makan sahur, akan saya lawan. 

Saya menunggu Subuh. Saya menunggu waktu yang indah untuk meresapi hening. Subuh adalah hening yang bening. Selepas Subuh, keputusan saya limpahkan kepada tubuh. Jika tubuh meminta tidur, saya akan tidur. Mumpung minggu, jam tidur lebih panjang. 

Apalagi nanti malam akan begadang menikmati pertarungan hidup mati antara Real Madrid dan Liverpool. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun