Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tiga Menu Sahur Andalan Anak Kos

26 Mei 2018   21:06 Diperbarui: 27 Mei 2018   11:57 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Sebagai penulis, tugas saya adalah menulis. Dinihari sebelum makan sahur kerap merupakan waktu paling menyenangkan untuk menulis. Pengalaman yang baru atau sudah lama kualami segera pindah dari kepala ke kertas. Peristiwa menyedihkan segera migrasi dari ingatan ke dalam tulisan.

Adalah kelegaan tak terperi sewaktu satu tulisan kelar. Semacam katarsis, semacam ekstase. Kepuasan batin. Bukankah batin yang puas dan bahagia memengaruhi kesehatan lahir kita? 

Lewat menulis, saya merasa merdeka. Kemerdekaan itu menuntun saya meninggalkan bebas dari menuju bebas untuk.

Ketiga, teri kacang dan telur dadar. Inilah menu sahur andalan saya. Sejak remaja hingga berumah tangga, sahur berasa kurang lengkap tanpa kehadiran teri kacang dan telur dadar. Meskipun ada opor ayam atau semur jengkol, teri kacang dan telur dadar lebih menggoda selera saya.

Bagi orang lain barangkali akan jemu menyantap menu sama selama beberapa hari. Saya tidak. Teri kacang dan telur dadar seperti cinta dan rindu: tak pernah menjemukan, tak akan membosankan. Meskipun saya terbiasa meneguk ludah tatkala yang diinginkan tidak tercapai, tetap saja ada rindu selama sahur pada teri kacang dan telur dadar.

Itulah tiga menu sahur andalan saya. Dua di antaranya merupakan santapan rohani, satu sisanya adalah makanan ragawi. Setelah menyantap ketiganya, biasanya saya tidak segera tidur. Sehebat apa pun bujukan kantuk agar tidur setelah makan sahur, akan saya lawan. 

Saya menunggu Subuh. Saya menunggu waktu yang indah untuk meresapi hening. Subuh adalah hening yang bening. Selepas Subuh, keputusan saya limpahkan kepada tubuh. Jika tubuh meminta tidur, saya akan tidur. Mumpung minggu, jam tidur lebih panjang. 

Apalagi nanti malam akan begadang menikmati pertarungan hidup mati antara Real Madrid dan Liverpool. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun