Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pendapat 3 Pakar Bencana Internasional tentang Bencana Alam di Sulteng

5 Oktober 2018   20:02 Diperbarui: 7 Oktober 2018   16:13 5182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof Phil Cummins - duduk di kanan (Foto: sciencewisu.anu.edu.au)

Switzer mengatakan bahwa dampak awal tsunami menyebabkan kerusakan paling besar, meskipun pergerakan puing ketika gelombang ditarik kembali juga bisa membuktikan dapat mematikan.

"Kehancuran terbesar dari tsunami umumnya adalah kekuatan air yang menabrak benda-benda ketika menghantam pantai. Air tsunami yang mengalir di antara bangunan juga mempercepat kecepatan, "katanya.

Apakah gempa bumi dan tsunami terjadi secara tidak terduga di daerah itu?

Prof Switzer mengataka bahwa ada sistem patahan yang besar dan terdokumentasi dengan baik yang berada sepanjang dan melalui Palu, yang panjangnya sekitar 200 km.

Ia melanjutkan, dalam sejarah bencana ganda seperti di Palu juga terjadi pada tahun 1937. Pula peristiwa lainnya seperti yang terjadi di awal tahun 1900-an. Meskipun kejadian itu tidak jelas apakah hal menyebabkan tsunami atau tidak.

"Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 2013 menyebutkan bahwa sesar Palu, yang sangat lurus dan sangat panjang itu memiliki potensi menyebabkan gempa bumi dan tsunami yang sangat merusak. Jadi bencana ganda itu bukan tidak terduga sama sekali. Tapi pertanyaannya adalah, apakah kita belajar sesuatu dari insiden masa lalu? Sepertinya tidak, orang-orang tidak belajar dari insiden masa lalu," tutur Switzer.

Sementera Dr Kerry Sieh dari Observatorium Bumi Singapura mengatakan, "Sudah diketahui dengan baik bahwa patahan di Palu telah menyimpan strain dan mengakumulasi regangan beberapa sentimeter per tahun. Jadi bencana tersebut merupakan kesalahan tergelincir yang terjadi dengan sangat cepat setelah proses selama bertahun-tahun," imbuhnya.

Sumber:

  1. Now Its Too Late Help Tricles in For Palu-Tsunami (Guardian.com, 30/09/2018)
  2. What Caused The Indonesia Tsunami and Could Lives Haved Been Saved? (Theguardian.com, 02/10/2018)
  3. Melihat Cara Kerja Detektor Gempa dan Tsunami (Tirto.id, 19/12/2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun