Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Nyanyian Cinta dari Buntu Kabobong

14 Desember 2017   17:06 Diperbarui: 14 Desember 2017   23:21 2043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Koleksi Pribadi)

La Kalando Palapana, pangeran tampan dari kerajaan Tindalu. Sebuah kerajaan yang berada di kaki Gunung Bambapuang, Enrekang.  Kalando adalah cucu dari  Raja Tindalu tua, ayahnya adalah seorang lelaki tampan yang disebut  Mellaorilangi  atau To Manurung  yang muncul dari sebelah selatan  Bambapuang. Sedangkan ibunya, putri cantik Kerajaan Tindalu.

"Kalando, engkau telah dewasa, sementara aku semakin tua. Persiapkanlah dirimu untuk menjadi Raja Tindalu."

"Iyye puang.",

"Tetapi sebelum menjadi raja, carilah dulu pendamping hidupmu. Sebab pemimpin tanpa wanita di sampingnya tentu tidak lengkap Kalando. Karena wanita itu adalah tempat kita bersandar, mengasoh, membenamkan kepala dalam pangkuannya di malam hari. Sampaikan keluh kesah pekerjaan yang pelik dan rumit."

La Kalando menekur ke lantai dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan oleh ayahandanya. Sebagai anak yang ia akan menuruti titah ayahnya tersebut. Ia menyadari kalau selama ini, ia hanya berjalan ke sana kemari dari kampung ke kampung dan tidak juga menentukan pilihannya pada seorang gadis. Berpacar-pacaran adalah kebiasaan pria muda di kala itu.

Gaya hidup rakyat Tindalu memang sunggung berlebihan . Kerajaan Tindalun amat kaya dengan sumber daya alamnya. Dalam setiap musim panen, rakyat  bersuka ria karena hasil pertanian yang  melimpah ruah. Karena kondisi ini mereka lantas lupa diri. Suasana hura-hura nyaris tak terlewatkan setiap saat. Tabiat penduduk berubah. Mereka tidak lagi menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat leluhur. Seks bebas merajalela warnai kehidupan mereka.

"La Kalando, saya dengar  Raja Suppa memiliki putri cantik dan jelita. Berangkatlah ke sana lamar putri itu untuk istrimu. Bawalah semua yang kau butuhkan."

Usai menikah dengan putri  Raja Suppa, La Kalando Palapana diangkat menjadi raja Tindalu. Ia memerintah didampingi istrinya yang berdarah Bugis Sawitto. Kerajaannya semakin maju dan berkembang namun ia melupakan sekeping hati yang luka akibat mengikuti perintah ayahnya menikah dengan putri  Raja Suppa.

//

 We Tandi Mataranna duduk terkulai lemas, sudah sepekan putri cantik dari Kerajaan Massenrengpula ini bermuram durja. Ia hanya mengurung diri dalam bilik. Hanya dua tiga suap dan dua tiga teguk kalau ia makan dan minum. Kedua orang tuanya, sangat  khawatir kalau terjadi apa-apa dengan putrinya itu.

"Apakah yang telah terjadi anakku."

Sang permasuri bertanya dari luar bilik sang putri. Namun tidak ada jawaban. Sang permaisuri kaget luar biasa dan menemui raja, menyampaikan apa telah terjadi pada sang putrid yang sudah sepekan selalu mengurung diri dalam kamar.

Mendengar penuturan permaisuri Raja Massenrengpula termenung, sakit apakah gerangan putrinya yang cantik itu. Lalu ia tiba-tiba bertanya kepada permaisuri, selama ini putrinya dekat dengan siapa. Jangan-jangan itu penyebabnya.

Raja dan permaisuri bergegas ke bilik sang putrid dan mengetuk. Namun sang putrid tidak membukanya. Dengan lemah lembut  memanggilnya dari luar.

"Putriku Mataranna, apakah engkau sakit anakku. Apakah penyebabnya."

"Iyye puang."

Dari dalam bilik sang putri menjawab pelan dan liri. Raja kemudian kembali bertanya. Sakit apakah gerangan anaknya itu.

"La Kalando puang."

Tahulah raja dan permaisuri kalau penyebab putrinya sakit itu adalah Raja Lakalando  dari Tindalu. Keduanya kembali tinggalkan bilik sang putri. Sang raja berkali-kali menepuk pinggangnya menyentuh hulu kerisnya. Namun sang permaisuri selalu ingat untuk tetap sabar. Sebab bila kemarahan raja diturutkan bakal terjadi perang besar antara Tindalu dan Massenrengpulu.

"Sungguh terlalu Raja La Kalando. Dia biarkan putriku merana dan kawin dengan wanita lain. Andainya tidak memikirkan rakyatku, akan kubalas La Kalando. Tapi baiklah, aku punya cara lain untuk meminta pertanggungjawabanmu Kalando."

Sang raja lalu masuk biliknya dan mengurung diri selama 3 hari tiga malam. Tidak seorangpun yang mengetahui apa yang dilakukannya.  Termasuk sang permaisuri. Sementara sang putri terus saja didera rasa rindu pada Raja La Lakalando.

Dalam tirakatnya, Raja dengan kekuatan batin bermohon kepada Dewata untuk mengantarkan jiwanya dalam menemui La Kalando.

//

"La Kalando, aku temui dirimu untuk meminta pertanggungjawabanmu. Putriku sakit keras karena engkau menyepelekan cintanya. Engkau telah memilih wanita lain jadi istrimu. Temuilah putriku dan obati sakitnya. Jika itu tidak kau lakukan, Kerajaan Tindalu akan aku sapu bersih. Ingat Kalando!"

"Iyye Puang."

Tak lama kemudian, secara diam-diam Raja La Kalando segera ke Massenrepulu menemui putri semata wayang dari raja. Lalu keduanya menikah secara diam-diam. Karena cintanya yang dalam kepada sang putri, Raja La Kalando, lupa permaisuri dan lupa pula Kerajaan Tindalu.

Raja Lakalando dan Putri Raja Massenrepulu tidak bisa menyembunyikan gelora cintanya. Keduanya memadu kasih melupakan segala-segalanya. Keduanya hanya tahu dunia ini milik mereka berdua, yang lain hanya ngontrak saja.

Demi cinta, La Kalando, lepas segalanya, juga sang putrid. Keduanya bagai sepasang merpati terbang bebas kemana saja. Lembah-lembah dan lereng-lereng bukit dilewati kedua sejoli ini untuk memadu kasih. Hingga keduanya penat dan memilih tinggal di satu lereng untuk selamanya. Di tempat itulah kemudian disebut  Buntu Kabobong.

 Amping Lau, 13 Desember 2017

Glosary: Iyye Puang: jawaban  iya pada orang yang dihormati. Mellaorilangi:  orang yang turun dari  langit. To Manurung : orang yang turun dan muncul tiba-tiba di suatu tempat. Buntu Kabobong: Gunung Nona, gunung berbentuk serupa dengan alat reprodukasi wanita.

Note: Kesamaan nama dan tempat  hanya kebetulan belaka,semuanya rekaan penulis semata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun