Mohon tunggu...
16Gregorius Dimas Bramantyo
16Gregorius Dimas Bramantyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar

Sekolah di SMA di Semarang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Demi Keberlangsungan Umat Manusia

25 Agustus 2019   10:45 Diperbarui: 25 Agustus 2019   10:58 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Apabila proses penginfeksian sel CD4 tidak segera ditangani, maka virus HIV akan berkembang dan menjadikan seseorang mengidap AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). 

Pada tahap AIDS, kemampuan tubuh dalam melawan virus HIV sudah hilang sepenuhnya. Virus HIV ditularkan dengan cara kontak dengan darah yang terinfeksi, air mani, cairan vagina, air susu ibu (ASI) dari orang yang terinfeksi, penggunaan peralatan suntik yang terinfeksi, dan penggunaan peralatan tato (termasuk tinta). 

Seseorang yang terinfeksi virus HIV baru dapat diketahui karena dalam prosesnya, virus HIV harus mengalami tahap inkubasi yaitu 5 tahun dalam tubuh manusia, dan baru dapat diketahui setelahnya.

Oleh karena itu, muncul gagasan untuk membuat vaksin HIV dalam rangka untuk mencegah penularan virus. Hewan coba yang digunakan  adalah simpanse. 

Obat-obat yang diperuntukkan melawan virus HIV disuntikkan ke tubuh simpanse untuk dilihat responnya. Hal ini membuat banyak pendapat pro dan kontra karena mampu menurunkan jumlah populasi simpanse yang ada.

Vaksin HIV pertama kali dikembangkan pada akhir 1980 tidak lama setelah HIV ditemukan. Berdasarkan dengan memunculkan respon antibodi, memungkinkan penderita mengalami kesembuhan total. 

Dalam tahap perkembangan virus HIV, perkembangan vaksin HIV sangat rumit dan membutuhkan waktu dalam percobaan. Besarnya variabilitas virus dan protein selubung pada tingkat individu dan populasi virus menghambat proses eksperimen. Oleh karena itu, vaksin HIV harus mampu beradaptasi terhadap bentuk virus yang beragam. 

Vaksin HIV pertama yang menunjukkan sinyal protektif dikeluarkan tahun 2009, hal ini merupakan kemajuan pesat dalam proses penemuan vaksin HIV. Vaksin tersebut diberi nama RV144. Analisis percobaan menunjukkan penurunan sebesar 31,2%. Walaupun hasilnya tidak cukup untuk mengkualifikasi ijin vaksin, RV144 telah menunjukkan poin yang bermanfaat dalam perkembangan vaksin HIV. 

Vaksin yang selama ini digunakan adalah vaksin yang diperuntukkan untuk memperlambat proses pertumbuhan dan meyakinkan penderita dalam angka harapan hidupnya, dan dalam prosesnya, hanya vaksin HIV-1 yang baru dapat dikembangkan karena keterbatasan sumber daya dan data yang ada. 

Selain itu, kemampuan virus HIV dalam mempertahankan dirinya seperti bebrapa virus dari subtype yang berbeda juga dapat bergabung dan membentuk rekombinian unik, hal ini menimbulkan keseluruhan data yang abstrak dan banyaknya subtipe dari virus HIV yang membuat peneliti berpikir untuk membuat vaksin untuk setiap subtipe. s

Peneliti menyebutkan bahwa terdapat tiga tantangan, diantaranya korelasi system imun dan virus HIV, keragaman virus HIV, dan model binatang yang sesuai untuk diujicobakan. 

Peneliti mengembangkan vaksin yang baru memasuki 2 tahap, yaitu sistem kekebalan humoral dan kekebalan yang diperantarai sel. Oleh karena itu, riset tahap 1 dimulai dari 20-50 orang sukarelawan untuk mendapatkan informasi awal. 

Di tahap yang kedua, peneliti melakukan riset dengan ratusan sukarelawan untuk dapat memastikan keamanan tambahan dari vaksin yang dibuat. Hal ini bertujuan supaya simpanse tidak mengalami cacat karena efek samping dari vaksin yang diberikan.

Dikembangkannya vaksin HIV dengan menggunakan simpanse sebagai bahan uji coba merupakan pilihan terbaik untuk abad ini karena Penggunaan simpanse sebagai bahan uji coba vaksin HIV karena beberapa factor, yaitu :

  • Dekatnya hubungan kekerabatan manusia dengan simpanse
  • Memiliki bebrepa kesamaan genom (keseluruhan asam nukleat/penyusun DNA yang memuat informasi), sekitar 96%.
  • Satu-satunya model hewan yang dapat terinfeksi virus hepatitis B atau C.
  • Memudahkan peneliti dalam mengamati efek samping dari vaksin yang dibuat.

Hal ini didukung oleh buku yang ditulis oleh Committee on Long-Term Care of Chimpanzees bahwa manusia dan simpanse memiliki kekerabatan genetis yang dekat (Bolognesi, dkk., 1997). 

Selain itu, pernyataan ini juga didukung oleh  (Knight,2007), menyatakan bahwa Simpanse memiliki masa penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi yang mirip dengan manusia dibandingkan dengan anjing, tikus, dan bahan uji coba lainnya. 

Hal ini membantu dalam kemajuan di bidang farmakokinetik. Riset menunjukkan bahwa HIV adalah penyakit yang paling sering diteliti, karena kecepatan virus HIV yang menyerang sistem imun dan belum ditemukannya obat yang sesuai dengan tipe dari kedua virus HIV. 

Selain itu apabila seseorang yang terinfeksi  melakukan pemeriksaan HIV-1 dan hasilnya negatif, belum dapat dipastikan bahwa orang tersebut tidak terinfeksi HIV-2.

Penggunaan simpanse sebagai bahan uji coba obat HIV turut serta dalam penelitian tingkah laku simpanse dan perkembangan virus secara berkala. Hal tersebut membantu dalam proses pembelajaran serta proses penemuan obat HIV. 

Proses penelitian HIV membantu peneliti dalam mencari antibodi yang paling efektif dalam memerangi HIV. Berdasar jurnal yang didapat, hanya 0,3% dari keseluruhan percobaan yang dilakukan menggunakan hewan. 

Berdasarkan aturan yang diberikan oleh National Institutes of Health National Center for Research Resources, reproduksi simpanse dibatasi pada simpanse yang dimiliki pemerintah. 

Dalam prosesnya, peneliti diwajibkan untuk memperhatikan kesejahteraan simpanse. Semakin tingginya tingkat kesejahteraan dari kontingen dan tekanan dari lingkungan memudahkan peneliti dalam mengamati efek samping HIV. Simpanse merupakan hewan sosial, sehingga perilaku sosial dari simpanse harus informatif, dalam merancang perawatan  terbaik simpanse.

Dari hasil riset dan jurnal yang didapat, dapat disimpulkan, bahwa penggunaan simpanse sebagai bahan uji coba obat HIV, menguntungkan bagi banyak pihak terutama di bidang farmakokinetik atau kemajuan pengobatan. 

Selain itu, penelitian vaksin HIV dalam prosesnya membantu dalam studi hematologi, imunologi, dan virologi. Di berbagai Negara di dunia, kasus penginfeksian virus HIV  karena AIDS menyentuh angka 40 juta penduduk berdasarkan survey tahun 2018, sekitar 10 juta penduduk tidak meyadari akan penginfeksian virus HIV. 

Di Indonesia sendiri, 620.000 dari 5,2 juta jiwa di Benua Asia yang terinfeksi virus HIV. Selain itu, penggunaan simpanse mempersingkat waktu peneliti untuk menemukan obat, karena belum ditemukan kemiripan secara genetik yang dimiliki, melebihi simpanse.

Daftar Pustaka

Bolognesi D.P., T.M. Butler, P. Davies, N.L. First, N.R. Flesness, J. Fritz, P. Fultz, P. Theran, S.W. Blangero, & L.M. Russow. 1997. Chimpanzees in Research. Washington D.C.: National Academy Press.

alodokter.com, diakses pada 20 Agustus 2019 pukul 19.00 WIB

hellosehat.com diakses pada 20 Agsutus 2019 pukul 19.35 WIB

hellosehat.com, diakses pada 21 Agustus 2019 pukul 19.35 WIB

cnnindonesia.com, diakses pada 24 Agustus 2019 pukul 21:43 WIB

www.who.inp, diakses pada 24 Agustus 2019 pada pukul 22.19 WIB

kompas.com, diakses pada 24 Agustus 2019 pada pukul 22.26 WIB

cnbcindonesia.com, diakses pada 24 Agustus 2019 pada pukul 22.40 WIB

Esparza, Jose, 2001, An HIV vaccine: how and when?, Bulletin of the World Health Organization, 79: 1133--1137.

Knight, Andrew, 2007, The Poor Contribution of Chimpanzee Experiments to Biomedical Progress, Journal of Applied Animal Welfare Science.

Bloomsmith, Mollie A, E.A. Strobert, S.J. Schapiro, 2006, Preparing Chimpanzees for Laboratory Research, ILAR journal / National Research Council, Institute of Laboratory Animal Resources.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun