Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih terhadap seluruh barang ataupun jaminan yang berkaitan dengan perjanjian tersebut. Perjanjian itu berupa simpanan oleh pihak penjamin, dan pihak penjamin akan memberikan kompensasi kepada pihak terjamin.Â
Salah satu contohnya seperti yang terjadi pada Asuransi Ketenagakerjaan. Apabila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan seorang pekerja harus di rawat di rumah sakit hingga menyebabkan kematian, maka pihak Asuransi akan mengeluarkan kompensasi atau uang pembiyaan kepada seorang pekerja tersebut. Hal ini dapat mengurangi beban mental dan beban pembiyaan terhadap perusahaan tempat ia bekerja.
Pendapat kami ini juga diperkuat oleh Ensiklopedi Hukum Islam, asuransi adalah transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat. (Mardani, 2015, 92)
Dalam bahasa Belanda, kata asuransi disebut  Assurantie yang terdiri dari asal kata "assaradeur" yang berarti penanggung dan "geassureede" yang berarti tertanggung, kemudian dalam bahasa Prancis disebut "assurance" yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi.Â
Adapun dalam bahasa latin disebut "assecurare" yang berarti meyakinkan orang. Selanjutnya dalam bahasa Ingris kata asuransi disebut "insurance" yang berarti menanggung sesuatu yang tidak mungkin terjadi dan asuransi yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi
Adapun menurut Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang peransurasian: asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntunggan yang diharapkan, atau tanggung jawab kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita oleh tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang di dasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan. ( Nurul Huda dan M Haikal, 2010, 151)
Dewan Islam Nasional Ulama Indonesia dalam fatwa nya tentang Pedoman Umum Asuransi Islam mengartikan tentang asuransi menurutnya, Asuransi Islam atau ( Ta'min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan saling menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan / atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad atau pertukaran yang sesuai dengan syariah. ( Nurul Huda dan M Haikal, 2010, 155)
Sejarah Asuransi secara historis asuransi sudah dikenal sejak jaman dahulu. Ini di karenakan nilai dasar penopang dari konsep asuransi yang terwujud dalam bentuk tolong menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia di dunia.
Konsep asuransi ini sebenarnya sudah dikenal banyak orang sejak jaman sebelum masehi. Dimana pada masa itu manusia sudah memiliki kemampuan untuk menyelamatkan diri dari berbagai ancaman yang membahayakan nyawa nya antara lain, ancaman dari hewan buas, sesama manusia, sampai kekurangan bahan makanan untuk di konsumsi agar bias bertahan hidup.Â
Salah satu cerita yang terkenal di masyarakat terutama masyarakat di Timur Tengah, tentang kekurangan bahan makanan yang terjadi pada jaman Mesir Kuno. Yaitu pada masa pemerintahan Raja Firaun, suatu hari Rja Firaun pernah bermimpi yang kemudian di artikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama tujuh tahun negeri mesir akan mengalami panen yang berlimpah ruah, lalu setelah panen yang berlimpah tersebut akan terjadi pace klik selama tujuh tahun berikutnya.
Lalu untuk menanggulangi bencana bencana kelaparan tersebut, Raja Fir'aun mengikuti saran dari Nabi Yusuf yaitu dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada tujuh pertama sebagai cadangan bahan makanan saat masa paceklik panen pada tujuh tahun berikutnya. Dengan begitu masyarakat Mesir bias terhindar dari resiko bencana kelaparan yang bias melanda seluruh negeri.
Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan actor di Italia membentuk collegea tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan untuk membantu janda dan anak-anak yatim agar bisa memiliki kualitas hidup yang baik, di balik himpitan ekonomi yang sempit para janda dan anak-anak yatim di masa itu.Â
Sistem yang di anut oleh collegea tennirium untuk mengumpulkan dana  juga cukup mudah dan tidak memberatkan para janda dan anak-anak yatim tersebut. Setiap anggota mengumpulkan iuran dan apabila salah seorang mengalami kesialan (unfortuni), maka biaya pengobatan atau pemakaman akan di akomodasi oleh anggota yang bernasib beruntung (fortunate) dengan menggunakan dana yang telah di kumpulkan sebelum nya.
Adapun landasan hukum Asuransi Islam sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa hukum-hukum muamalat bersisaf terbuka. Dalam hal ini Al-Qur'an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja, selebihnya terbuka bagi para mujtahid untuk mengembangkan melalui pemikiran. Selama pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al Hadist.
Selain bersifat terbuka para ulama atau ahli Fiqih dalam menetapkan hukum yang menyangkut masalah-masalah muamalat dan syariah selalu mendasarkan ketetapan dengan suatu prinsip pokok bahwa "segala sesuatu asal nya mubah atau boleh" selagi  tidak ada nas yang tegas dan sah dari syariat yang mengharamkan nya. Adapun landasan islam dalam operasional asuransi islam ada dua macam.Â
Yang pertama adalah sumber "tekstual" atau sumber tertulis (disebut juga nushush). Yang kedua sumber "non tekstual" atau sumber tak tertulis (disebut juga ghair al-nushush) seperti istishan dan qias. Sebagian kalagan islam beranggapan bahwa konsep asuransi pada dasarnya sama dengan menentang qada dan qadar yang telah di tetapkan oleh Allah SWT atau bertentangan dengan takbir.Â
Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan dan kematian adalah takdir yang di tetapkan oleh Allah SWT yang tidak bisa dirubah lagi. Karena terdapat berbagai pandangan diantara para ulama terhadap kegiatan asuransi itu sendiri.
Yang pertama yaitu pandangan yang mengharamkan, para ulama yang mengharamkan asuransi dalam pemikiran islam adalah Muhammad Amin Bin Umar atau lebih dikenal dengan nama Syekh Ibnu Abidin, dalam bukunya beliau menyatakan bahwa "tidak diizinkan para pedagang untuk mengambil uang pengganti dari barang-barang dagangan nya yang telah musnah karena hal yang tidak diinginkan.Â
Yang kedua yaitu pandangan yang membolehkan, di dalam Al-Qur'an memang tidak di jelaskan secara terang-terangan tentang praktik asuransi Islam dan tidak ada satu pun ayat yang menjelaskan tentang ta'mim dan takaful. Akan tetapi dalam Al-Qur'an yang memuat tentang nilai asuransi islam diantara nya Qur'an surah Yusuf ayat 47-49 yang artinya :
47. Yusuf berkata "supaya kamu bertanam tujuh tahun lamanya sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulir nya kecuali sedikit untuk kamu makan.
48. Kemudian sesudah itu akan datang tahun tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya atau tahun sulit, kecuali sedikit dari bibit gandum yang kamu simpan.
49. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang pada nya manusia itu diberi hujan atau dengan cukup dan dimasa itu mereka memeras anggur.
Landasan Yuridis, Hukum Operasi Asuransi, Dalam buku AN Hasan Ali telah dikemukakan bahwa; secara structural, landasan operasional asuransi islam masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional), adapun peraturan yang secara tegas menjelaskan tentang asuransi islam baru pada surat keputusan direktur jendral lembaga keuangan No. KEP. 4499/LK 2000 Tentang Jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan keasuransi dengan system syariah. (Ali, 2004,170)
Dalam lembaga asuransi terdapat prinsip-prinsip diantara nya yaitu:
Yang pertama yaitu Utmost good faith adalah iktikat yang baik, yang berarti bahwa suatu kontrak atau persetujuan asuransi harus di lakukan dengan itikad baik. Tertanggung dan penanggung tidak di perbolehkan menyembunyikan sesuatu yang dapat menyebabkan timbul nya kerugian bagi pihak lain. Semua pihak yang terlibat dalam asuransi diwajibkan untuk memberikan seluruh informasi baik yang bersifat materiil maupun immaterial, yang dapat mempengaruhi kesediaan masing-masing pihak untuk terikat dalam suatu kontrak.
Yang kedua yaitu Proximate Cause adalah sesuatu yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berurutan tanpa intervensi kekuatan lain. Adapun kegunaan prinsip ini yaitu untuk menelusuri apakah penyebab dari suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian pihak tertanggung. Misalnya terjadi kebakaran pada objek asuransi akibat percikan api karena arus instalasi listrik. Dan pihak penanggung harus menyelidiki peristiwa tersebut.
Yang ketiga yaitu Indemnity adalah pengembalian posisi pinansial kepada pihak tertanggung setelah terjadi nya kerugian atau dapat dikatakan bahwa prinsip tersebut adalah prinsip ganti rugi oleh penanggung terhadap tertanggung dan prinsip ini tidak berlaku bagi kontrak asuransi jiwa atau asuransi kecelakaan karena prinsip ini berkaitan dengan penggantian kerugian yang bersifat finansial.
Yang keempat yaitu Insurable Interest adalah hak yang diakui sah secara hukum yang mempertanggungkan suatu resiko finansial dan prinsip ini merupakan prinsip yang fundamental karena menyangkut bentuk pertanggungan yang di jamin pada kontrak asuransi pada umumnya prinsip ini hanya timbul apabila tertanggung akan menderita suatu kerugian karena kerusakan atau kerugian atas objek yang di asuransikan.
Yang kelima Subroggation And Contribution adalah prinsip yang menghalangi kelebihan pembayaran ganti rugi kepada prinsip yang menghalangi kelebihan pembayaran kepada pihak tertanggung, menurut prinsip ini penggantian kerugian hanya di maksudkan untuk mengembalikan posisi finansial tertanggung, keposisi semula dengan tidak mengalami tambahan.
Asuransi pada dasar nya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi diantara nya yang pertama yaitu rasa aman dan perlindungan. Peserta asuransi berhak memperoleh klaim yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan.
Yang kedua pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil. Semakin besar kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan semakin besar kerugian yang mungkin di timbulkannya makin besar pula premi pertanggungan nya.
Yang ketiga yaitu asuransi berfungsi sebagai tabungan. Pada kepemilikan dana asuransi merupakan hak peserta perusahhan hanya sebagai pemegang amanah saja. Jika masa kontrak ini tidak dapat melanjutkan pembayaran dan ingin mengundurkan diri sebelum masa nya maka dana tersebut dapat diambil kembali.
Yang keempat yaitu sebagai alat risiko dalam asuransi syariah risiko ini dibagi bersama para peserta asuransi sebagai bentuk saling tolong menolong dan membantu di antara mereka.
Yang kelima yaitu membantu meningkatkan kegiatan suatu usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan investasi atau suatu bidang usaha tertentu.
Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah, dalam pengawasan dewan syariah asuransi sysriah  mempunyai dewan pengawas syariah yang berfungsi sebagai pengawas dalam produk yang di pasarkan dan infestasi dana, sedangkan di asuransi konvensional tidak ada.
Akad pada asuransi syariah bersifat tolong menolong, sedangkan di asuransi konvensional bersifat jual beli.
Dalam infestasi dana asuransi syariah melaksanakan nya berdasarkan syariah dengan system bagi hasil, sedangkan asuransi konvensional mendapatkan investasi dana nya berdasarkan bunga.
Kepemilikan dana pada asuransi syariah dana yang terkumpul dari nasabah merupakan milik peserta asuransi, perusahaan asuransi hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola, sedangkan kepemilikan dana pada asuransi konvensional dana yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan investasi nya.
Pada pembayaran klaim asuransi syariah dari rekening tabaruk (dana kebajikan) peserta yang sejak awal sudah di ikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong-menolong bila terjadi musiba, sedangkan pembayaran klaim asuransi konvensional dari rekening dana perusahaan.
Keuntungan pada asuransi syariah di bagi antara perusahaan dan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil (mudarabah), sedangkan keuntungan pada asuransi konvensional seluruhnya menjadi milik perusahaan asuransi.
Selain itu, adapun perbedaan lain antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah yaitu:
yang pertama yaitu pada asuransi konvensional tidak ada kepastian karena tidak jelas akad yang melandasi nya, sedangkan asuransi syariah mempunyai kepastian, karena adanya akad tabaddul (jual beli) atau akad takaful (tolong-menolong).
Yang kedua yaitu pada asuransi konvensional terdapat unsur judi, sedangkan pada asuransi syariah terdapat unsur yang amanah.
Yang ketiga yaitu pada asuransi konvensional terdapat unsur riba dalam pelaksanaan asuransi, sedangkan pada asuransi syariah tidak ada unsur riba karena asuransi syariah menggunakan cara bagi hasil (mudarabah).
Dari penjelasan diatas dalam asuransi konvensional ada unsur gharar (ketidakpastian) Â karena tidak jelas akad yang melandasi nya. Misalnya apabila terjadi klaim seperti asuransi yang diambil 10 tahun dan pembayaran premi Rp2.000.000,- per tahun. Kemudian pada tahun kelima ia meninggal dunia maka pertanggungan yang diberikan sebesar Rp20.000.000,-Â
Hal ini berarti uang yang Rp10.000.000,- (selain pembayaran premi selama lima tahun) gharar tidak jelas dari mana asal nya. Berbeda dengan asuransi takaful, bahwa sejak awal polis dibuka sudah diniatkan 95% premi untuk tabungan dan 5% untuk tabarru' atau sumbangan. Dengan demikian, pada asuransi takaful bila terjadi klaim pada pada tahun kelima sebaigamana diatas, maka dana yang Rp10.000.000,- itu tidak gharar, tetapi jelas sumbernya yaitu dari dana kumpulan tabarru'.
Dalam asuransi konvensional, unsur judi itu akan timbul karena disebabkan dua hal yaitu:
Yang pertama, sekiranya seseorang akan memasuki premi, ada saja kemungkinan ia berhenti karena alas an tertentu. Apabila berhenti ditengah jalan sekiranya belum mencapai masa refreshing period (kala penyegaran), dia bisa menerima kembali uangnya biasanya dua sampai tiga tahun, dan jumlahnya kurang lebih 20% dari uang itu hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur judinya.
Yang kedua, sekiranya perhitungan itu tepat dan menentukan polis juga tepat, maka perusahaan itu akan untung. Tetapi bila salah dalam perhitungan maka perusahaan itu akan rugi. Jadi, jelas disini ada unsur judi.
Dalam asuransi konvensional juga terjadi riba, karena dananya diinfestasikan tidak berdasarkan prinsip syariah. Oleh karena itu, pada asuransi takaful menggunakan akad bagi hasil (mudarabah). Dengan demikian, tidak ada riba dalam asuransi takaful.
Jadi dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asuransi itu halal jika melaksanakannya berdasarkan syariat-syariat islam. Asuransi islam sebagai asuransi yang bersumber dari ajaran islam dan telah tampak perbedaannya dengan asuransi konvensional. Perbedaan itu tampaknya harus dipahami sebagai sebuah keyakinan bahwa asuransi islam itu merupakan solusi bagi umat islam yang selama ini merasa ragu akan keabsahan asuransi konvensional menurut syariat islam.
By : Muhammad Raihan Al-zachri, Pinia Sara, Rahmawati
Mahasiswa/i STAIS Syekh Abdul Halim Hasan Binjai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H