"Bagaimana, Dok?" tanya Umi Maryam antusias.
"Meningkatkan volume darah. Metode ini, juga dikenal sebagai resusitasi cairan, dilakukan dengan memasukkan cairan ke dalam darah. Kedua,
Membuat pembuluh darah menyempit. Kedua dengan obat-obatan tertentu, yang membuat pembuluh darah di tubuh lebih sempit, sehingga tekanan darah bisa meningkat. Ketiga, Mengubah cara tubuh menangani cairan. Obat-obatan tertentu dapat membuat ginjal menyimpan cairan dan garam dalam tubuh, yang dapat membantu dengan tekanan darah rendah".
"Dengan demikian tentunya kita tidak mau terkena darah rendah bukan? Nah, hal tersebut bisa dicegah dengan cara membatasi konsumsi alkohol dan minum air putih yang banyak. Mengubah pola makan dengan mengonsumsi makanan dalam porsi kecil lebih baik dibandingkan mengonsumsi makanan dalam porsi besar dengan frekuensi lebih jarang. Tidak berdiri terlalu lama terutama bagi pengidap hipotensi ortostatik, bila ingin berdiri dari posisi duduk atau berbaring, bisa dilakukan secara perlahan-lahan. Waspadai efek obat-obatan. Jika mengonsumsi obat yang mungkin menyebabkan efek samping hipotensi, dokter tersebut bisa mengubah dosis obat tersebut atau memberikan alternatif lain."
Umi Maryam menghela napas, memejamkan mata seraya menitihkan air mata. Abi Hamka kembali membawa tubuh mungil istri tercinta dalam dekapannya. Di detik yang bersamaan, telapak tangan hangat itu mengelus pelan bahu Umi Maryam. Berusaha keras membuat separuh jiwanya untuk kembali tenang. Syukurlah, yang terpenting jiwa Umi Maryam tidak sampai terguncang. Terguncang? Atas sebab apa?
"Dokter apakah kami boleh masuk melihat kondisi putri kami?" Raut wajah yang mulai kendor serta jenggot putih memasangkan wajah memelas. Matanya sembab serta hidungnya yang memerah akibat terlalu lama menangis.
Sebelum menj awab, dokter itu menganggukkan kepala sebagai isyarat disetujuinya permintaan Abi Hamka. Tak lama, senyum itu kembali terbit. Senyum manis yang selalu diharapkan ribuan keluarga pasien setiap keluar ruangan selepas menangani pasien.
"Boleh, silakan."Â
"Kalau begitu saya permisi dulu. Mari Pak, Bu." Umi Maryam dan Abi Hamka mengangguk, setelah siluet dokter tersebut tak dapat lagi ditangkap oleh netra mereka berdua, pasangan suami istri itu bergegas masuk. Umi Maryam mengamit pergelangan tangan sang suami, menyeret pelan.
Langkahnya terhenti tatkala wanita paruh baya itu menangkap sesosok gadis bermata bulat yang terbaring dengan selang infus yang melekat pada punggung telapak tangannya. Sumber kebahagiaan Dewi mulai kembali melangkah, tanpa ia sadari Umi Maryam mendudukkan pantatnya pada kursi yang telah tersedia.
Jemarinya yang gemetar mulai meraih telapak tangan Dewi yang terasa begitu dingin, netranya tak kunjung membelalak. Oh Allah, dada Umi Maryam terasa begitu sesak. Atmosfer terasa begitu sempit sehingga oksigen yang melayang di udara tak mampu meredakan sesak yang menderanya.