Sepintas Vera melihat cincin pada jari kelingking pemiliknya. Gerakannya teratur. Klimaks yang dibuatnya membuat perut Vera mual, ingin muntah. Cincin itu sangat dikenalnya, bahkan pemakainya menjeratnya dengan cinta yang beraroma nafsu frustasi, Frank.
Namun, Vera cepat sadar. Secepat komet terbang dari timur ke selatan, ia tau, bahwa Vera bukanlah tipe si terpuruk.Â
Desah-desah cinta itu kini berserakan. Muncrat, membasahi dinding klimaks kepuasan para pemesan.
Tak jadi soal, apakah suara itu milik Frank, Gasper, direktur tempat Vera bekerja atau siapapun dia.Â
Rekening malam ini, mengalir seperti biasanya. Tak perlu tangisan itu, persetan dengan cinta sejati. Ini malam, Vera adalah tuan cinta.Â
Webcam layar monitor kedua menyala, desah pemesan merayu menggoda,
‘’Dekatkan, …yah, … dekatkan, … iyah…yah,’’ desah itu mengiba memohon.
Vera terbiasa. Malam dengan pesanan secara online adalah rutin dalam kehidupan malamnya. Tak perlu kartu anggota club malam yang V.I.P. Tak perlu taksi khusus. Tak perlu temu wajah. Suara dan tombol menekan rekening ‘’pay’’ terbayar adalah penting.Â
Cinta! tak pernah serius Vera pikirkan.Â
Inilah kenyataan hidup, bercinta dalam kenyataan atau bercinta dalam khayalan.Â
Pria-pria dengan egoisme dan libido yang tinggi. Setengah ada yang melarikan diri karena frustasi, setengah royal membelanjakan isi dompetnya demi kepuasaan seks. Beberapa diantaranya korban problem rumah tangga. Sesekali perjaka tulen mengorbankan uang rokoknya, hanya sekedar untuk mencoba, gimana sih seks online?