‘’Julie, mobilku terpakir di sana, ayo mau ikut sebentar ke rumahku, nanti kubawa kembali ke sini,’’ jelas Ruben.
Julie menyetujuinya. Ruben berlari-lari kecil, sementara Julie mengikuti dengan langkah tergesa-gesa dengan jarak di belakang Ruben. Sampai di tempat parkir, langsung Julie masuk ke dalam mobil Ruben dan belum limabelas menit mereka sudah sampai di rumah Ruben.Â
Ruben segera membuatkan teh hangat untuk Julie, sementara Julie duduk di bangku seperti menggigil. Matanya dikedip-kedipkan, dan kulit wajahnya berwarna sangat pucat. Terlihat lingkaran hitam menggantung di sekitar kedua matanya.
Ruben berjongkok di depan Julie, dimana ia duduk. Digenggamnya kedua tangan Julie seakan-akan ia telah mengenalnya lama.
‘’Beri aku Methadone, cepat!’’ perintah Julie.
Mata Ruben terkesiap besar, mendengar kata itu. Dengan susah payah Julie bercerita kisah dirinya. Hati Ruben remuk mendengarkannya. Belum pernah ia mengalami suasana hati seperti ini, seperti ia kini bagian di dalamnya dan terseret jauh masuk ke dalamnya untuk memahami situasi Julie.
‘’Julie, tidak adakah cara lain?, ke dokter, di sana pertolongan pasti ada,’’ Ruben berusaha menjernihkan pikiran Julie.Â
Namun Methadone itu sudah menguasai pembuluh darah Julie, bahkan sampai ruang jantung dan otaknya. Sedangkan ginjalnya menerima ampas-ampas racun ini dengan kekuatannya.Â
‘’Tolong pergi ke orang ini, tolong belikan untuk ku, kalau tidak aku bisa mati,’’ ucap Julie.
Tanpa pikir panjang Ruben segera mencari alamat orang yang Julie maksudkan, dengan uangnya ia membeli pesanan Julie, bubuk Methadone.
Ternyata, waktu telah membuat seorang Julie berubah. Bubuk Methadone itu telah menjadi bagian kehidupannya. Tanpa bubuk ini Julie akan terkapar lemah, mungkin akan mati sekarat dengan kejang-kejang yang menakutkan.Â