Makin terpuruk hati Tina ketika ia melihat  foto Romy dan wanita dalam keadaan telanjang, berpelukan liar di atas tempat tidurnya. Foto demikian terang hingga mata Tina bisa menangkap perhiasan di kuping wanita itu, giwang kawin Tina. Benda yang Romy anggap sakral dan tak boleh dipinjam oleh Vera, kini bergantung di telinga seorang wanita tanpa izin Tina.
Begitu rakus dan liarnya Romy, tiba-tiba Romy menjadi orang asing di mata Tina.
Romy yang membenci Frida, Romy yang mengamuk gara-gara under down-nya bermodel Brazilian style, Romy yang benci lingerie, ternyata Romy yang bebas dan liar seks. Aktor sandiwara yang brilian.
Mata Tina perih, air mata itu seperti tercampur air garam dan cuka, pedas melukai wajahnya. Hati Tina terluka.Â
Diambilnya kotak perhiasan yang ia simpan di dalam laci. Matanya nanar meraih dua giwang kawin miliknya. Ujung giwang terasa perih menusuk telapak tangan, sebagai isyarat terakhir. Tak ada keramahan di sana, tak ada kesetiaan, yang ada hanyalah kesakitan.
Diketuknya pintu rumah Frida dengan keras, tak sabar Tina.
Ketika pintu rumah terbuka, Frida berdiri menatapnya. Mulutnya terbuka, wajahnya pasi kuning selayak mayat. Terlihat payudara Frida telanjang di balik gaun tipisnya.
‘’Ular berbisa kau Frida!’’ tajam suara Tina.
Mulut Frida kelu, kaku, tak kuasa berkata untuk membela diri. Tina, tetangga yang acap ia beri advis kini siap menghakimi perbuatannya.Â
Tina melempar giwang kawin ke arah wajah Frida.Â
‘’Ambil, pakai saja sesuka hatimu, agar kau tidak jadi pelacur dan pencuri!’’ maki Tina.