Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] Labirin Waktu (5)

12 Maret 2017   16:27 Diperbarui: 13 Maret 2017   10:00 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Labirin waktu /foto dokpri.DellaAnna

Sebelumnya, teks terakhir pada bagian 4, ...

‘’Wow, … air kopi begitu nikmatnya. Belum pernah Elona minum kopi hitam seenak seperti ini. Rasanya sangat lain.

Elona masih terbengong-bengong membandingkan apa saja yang ia lihat dan rasa. Pertama-tama air putih segar, kemudian rasa sandwich enak, dan kini kopi yang nikmat.

Tiba-tiba pintu restoran terbuka.’’

--

Dua orang berseragam membuka topi mereka dan melangkah masuk. Salah satunya memegang sebuah map. 

Terlihat Eduard, pemilik restoran menyambut kedua orang berseragam ini. Dan Elona memastikan pada dirinya sendiri, bahwa kedua orang tamu ini pastinya dari bagian kepolisian.

Eduard berbincang serius dengan kedua tamu polisi, dan menyerahkan secarik kertas. Setelah itu tangannya menunjuk ke arah dimana Elona sedang duduk di salah satu ruang pojok restoran.

Ketiga orang ini, kini berjalan menuju arah Elona dengan diiringi pandangan mata para pengunjung restoran yang lainnya.

Sementara anjing pudel kecil dari wanita menyalak, suaranya nyaring memekakkan telinga. Wanita berusaha untuk menenangkan sambil mengggendong dan meletakkan pada pangkuannya. Suara anjingpun mereda, hilang. Wanita mengelus-elus kepala anjing. 

Pandangan mata kedua pria di ujung bar terus mengikuti langkah ketiga orang tersebut. Sesekali terlihat pundak mereka dinaikkan, seakan-akan mereka bisa membaca ada sesuatu yang tidak beres pada tamu Elona yang kini harus berurusan dengan dua orang polisi.

‘’Selamat siang,’’ sapa mereka.

‘’Siang,’’jawab Elona pendek.

Setelah Eduard mengenalkan kedua polisi pada Elona, ia meninggalkan mereka dengan pesan kepada seorang polisi yang lain, kalau ada sesuatu yang diperlukan bisa memanggilnya. Polisi pun mengangguk.

Elona melirik nama yang terpasang pada kedua pakaian di bagian dada kedua polisi, yang satu bernama Steve, dan yang lain Eric.   

Keduanya mengulurkan tangan memperkenalkan diri dan langsung mengambil tempat di dekat meja dimana Elona duduk.

Polisi Steve membuka pembicaraan.

‘’Kami mendengar berita dari pemilik restoran bahwa anda mengalami apes kendaraan dan kemudian ikut menumpang dengan mobil orang lain, yang akhirnya anda sampai di tempat ini. ‘’

‘’Yap, betul,’’ sahut Elona pendek.

Sekarang bergantian polisi bernama Eric mengajukan pertanyaan pada Elona.

“Menurut laporan yang kami terima, anda tidak mengenal lagi atau lupa dimana tempat tinggal anda, apakah itu benar?"

‘’Tidak benar!’’ cepat suara Elona menyambar.

‘’Ceritakan!’’ pinta polisi Steve.

‘’Saya sudah sampaikan nama alamat tempat tinggal saya untuk pria dan wanita yang kendaraannya saya tumpangi. Mereka bilang pada saya, Okay nanti kita antarkan.’’

‘’Tapi, tidak diantarkan, malah kesasar sampai di sini,’’ sambung Eric sambil menyipitkan pandanagan matanya pada Elona.

‘’Ya, saya tertidur, jadi saya tidak memperhatikan jalan apa yang mereka tempuh,’’ bela Elona.

‘’Anda tau dimana anda sekarang ini?’’ tanya Eric.

‘’Tidak!’’ timpal Elona. ‘’Justru waktu kami bertiga membaca peta pada papan informasi di pinggir jalan di seberang sana, tidak ada nama daerah tempat tinggal saya.’’ Elona melanjutkan.

‘’Apa nama daerah tempat tinggal anda?’’ ulang Eric.

‘’Weert,’’ pendek Elona menjawab.

Steve dan Eric bertukar pandangan, dan kembali bertanya pada Elona apakah Elona memiliki tanda identitas diri yang sekiranya dapat membimbing ditemukannya alamat dimana tempat tinggalnya.

Elona memberitahu bahwa dimana barang-barangnya dia juga tidak tahu.

Polisi Steve beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju arah meja resepsionis. Di sana ia berbincang dengan salah satu karyawan, tak lama kemudian muncul Eduard. Belum sampai lima menit Eduard muncul dengan membawa barang-barang Elona dan menyerahkannya pada Steve. 

Ketika Steve meletakkan barang barang tersebut di atas meja, dengan cepat Elona menyambar tas kerjanya.

Sebuah kartu identitas diri ditariknya, keluar dari sela ruang dompetnya. Elona kemudian memberikan kartu identitas ini pada kedua orang polisi tersebut.

Polisi Eric mencatat pada map yang ada pada dirinya. Kemudian setengah berbisik pada koleganya, Steve. Terlihat Steve menganggukan kepala tanda setuju.

‘’Begini saudara Elona, kami pikir akan lebih baik dan nyaman bila anda ikut dengan kami ke kantor polisi bagian distrik. Di sana anda bisa istirahat dengan nyaman, tersedia ruang khusus, sambil kami mencari jalan menolong menemukan alamat anda,’’ Eric berkata.

Elona menyetujui, dan memberitahu bahwa ia akan bayar makanan dulu sebelum pergi. Steve dan Eric menolong membawakan sisa barang Elona; jas, selendang dan laptop kerjanya. Elona bergegas menuju kasir untuk membayar. Eric dan Steve mengikutinya dari arah belakang.

‘’Berapa harga yang harus saya bayar?’’ tanya Elona pada kasir restoran.

‘’ 3Dish,’’ jawabnya.

Elona mengulang, ‘’please in Euro, how much?’’

Mata karyawan tak berkedip dan sedikit bingung.

‘’Ya, 3Dish,’’ jawabnya kembali.

Kini giliran Elona yang terkesiap. Kedua polisi distrik mendengar percakapan mereka sambil bergantian bertukar pandang. 

‘’Dish itu mata uang darimana, Indiakah, Pakistan atau Afghanistan?’’ tanya Elona.

Karyawan semakin bingung dan memanggil Eduard lewat telepon di sampingnya. Sekali lagi Elona bertanya, namun jawabannya tetap 3Dish.

Putus asa Elona kembali menimpali, ‘’dalam Euro please?’’

Sekali lagi mata kasir tak berkedip dan wajahnya pucat pasi, sementara itu datang Eduard berlari-lari kecil. Setelah mendengar penjelasan karyawannya, Eduard menyampaikan pada Elona bahwa untuk kali ini Elona tidak usah membayar. 

Sambil tersenyum Eduard menimpali, ‘’servis kami.’’

‘’Nggak, saya tetap mau bayar sendiri!’’ ucap Elona.

‘’Dish itu mata uang apa? ini saya bayar dengan mata uang Euro, mau gak?’’ diberikannya selembar uang kertas berwarna biru dengan gambar nominal €20.

Kali ini giliran Eduard terperangah ketika melihat satu lembar uang kertas berwarna biru dengan tanda yang asing €20. Belum pernah seumur hidupnya Eduard melihat mata uang asing seperti ini, dari negara apakah? Pikirnya dalam hati.

Dengan sedikit gerak takut sambil melirik pada kedua polisi yang berdiri di belakang Elona, Eduard menerima lembar €20 tersebut.

Elona menambahkan, sisanya boleh untuk Eduard saja. Pikir Elona, makan di Burger King lebih murah dari ini. 

Bagi Eduard, lembar uang ini betul-betul unik. Belum pernah dia melihatnya apalagi mendengarnya. Tangannya gemetar ketika menerima. Kedua polisi di belakang Elona serta kedua lelaki di pojok bar lain menyaksikan kejadian itu.

Ketiga tamu ini kemudian berpamitan pada Eduard. Dan Steve salah satu polisi menyampaikan pada Eduard bila mereka membutuhkan informasi lanjut maka mereka akan menghubungi Eduard. 

Dengan langkah gontai karena lelah dan pikiran kusut Elona berjalan menuju arah mobil kedua polisi, sambil Eric salah satu polisi memegang lengan bagian atasnya. 

Elona mengambil bagian tempat duduk di belakang. Sebagian besar barang-barangnya oleh polisi di letakan dalam bagasi di belakang kendaraan. 

Meluncur kembali ke tengah aspal jalanan, pikiran Elona masih juga kalut untuk bisa menerka dimanakah  ia kini berada.

Baru saja sekitar delapanratus meter jaraknya dari restoran pinggir jalan yang bernama Pectopah, tiba-tiba dari kejauhan Elona melihat tempat pom bensin.

‘’Pom bensin, coba stop di sana. Pom bensin!’’ teriak Elona.

Steve dan Eric berpandangan. Eric kemudian mengalihkan kendaraaanya arah pom bensin.

Sesampainya pada pom bensin, Elona keluar dari mobil polisi dan berlari ke arah tempat parkir di samping pom bensin. Polisi Eric dan Steve mengikutinya dari belakang.

‘’Mobil saya di sini kemarin malam, di sini saya parkirkan setelah apes mogok’’ ujar Elona meyakinkan.

‘’Apakah anda mengenal yang mana mobil anda?’’ tanya polisi. 

Mata Elona mencari mobilnya di antara barisan mobil lain yang sedang parkir baik di samping dan di belakang pom bensin, tetapi tak satupun Ford Escort tua miliknya yang kemarin malam dia parkir di situ terlihat.

‘’Wah, gak bisa dong nih, mobil saya parkirkan di sini kemarin malam,’’ setengah berteriak Elona menyampaikannya.

Untuk meyakinkan polisi, Elona meminta mereka untuk ikut masuk ke dalam toko pom bensin, agar bisa meyakinkan bahwa ia membeli sebungkus coklat Mars, pepermint dan soft drink rasa jeruk, gantungan kunci dengan boneka jerapah kecil serta pensil warna di toko.

Steve memerintahkan Eric untuk mengambil barang-barang belian yang Elona maksudkan sebagai bukti. 

Tetapi, ketika mereka  tiba di dalam toko, ternyata toko tidak menjual makanan yang Elona sebutkan. Bahkan sampai polisi bertanya kepada karyawan toko apakah mereka menjual makanan seperti coklat Mars, pepermint dan soft drink rasa jeruk, gantungan kunci dan pensil warna pun semuanya disanggah oleh karyawan.

Mereka menggelengkan kepala, dan menjawab yang mereka jual hanyalah koran, buku teka-teki silang ukuran kecil, peta jalan, minyak rem, dan shampoo untuk mencuci mobil. Mereka tidak menjual suvenir apalagi makanan dan minuman.

Putus asa Elona mencoba meyakinkan, bahwa kemarin malam dia bersama pria pengemudi dan wanita berbelanja makanan di toko mereka. bahkan wanita membeli roti dan kopi.

Sampai polisi bertanya pada Elona, apakah ia yakin bahwa pom bensin serta toko yang ia lihat kemarin malam itu yang sekarang ini.

Elona menjawab, ia tak sempat melihat nama pom bensinnya, tetapi tempat parkir di samping dan di belakang itu semua persis sama seperti tempat parkir pom bensin kemarin malam yang ia lihat. Pohon di sekitarnya juga sama. 

Putus asa, lelah dan pikiran kusut ditambah lagi hampir seluruh mata melihat dirinya, Elona akhirnya berteriak, meraung. Ia menangis histeris dan panik. Pikirannya kini lari ke Sem dan Lizzy.

‘’Sem …. ,teriaknya, …Lizzy,  … nyaring suaranya memecah ruangan toko. 

Polisi bergegas memapahnya dan menuntunnya kembali ke arah mobil mereka.

Teriakan histeris Elona mengejutkan pengemudi lain yang sedang mengisi bensin. Juga mengejutkan pelayan toko dan orang-orang yang sedang ada di tempat parkir.

Dalam kendaraan Elona meraung, meronta, menendang, serta mencakar siapa saja yang mendekatinya.

Dengan cepat Steve menelpon seseorang. 

Lunglai, Elona kembali tak sadarkan diri.

Bersambung, ...

(da120317nl)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun