Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Beningnya Hati

14 Februari 2017   08:14 Diperbarui: 14 Februari 2017   08:36 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samar-samar semua warna tampil monoton, putih.

 Ada warna merah, namun terlihat hampir putih. Sekelebat bergerak sesuatu, warnanya juga putih.

“ Cylia, coba ceritakan, warna apa yang paling kontras saat ini?’’  

‘’Putih’’ 

‘’Hanya putih?’’ 

‘’ Ndak, ada warna lain, hitam. Tapi hampir abu-abu’’ Jawab Cylia.

‘’Oke’’ 

Kembali obat tetes 2 x sehari, pagi pukul 08.00 dan sore hari pukul 16.00 perintah dokter Segred pada perawat. 

‘’ Cylia, saya akan kembali ke ruang kerja, sebentar datang dokter spesialis kulit. Dua hari lagi saya akan datang, oke!’’ Dokter Segred menggenggam tangan Cylia dan menepuk bahunya, memberi dukungan.

‘’Bruder, apakah boleh pakai perban mata?’’ tanya Cylia.

‘’Jangan! biarkan saja gitu. Mata harus terlatih terima pekanya cahaya dan warna.’’ 

Perawat menimpali sembari siap-siap akan meninggalkan ruang inap Cylia. Dengan sabar bruder Andi menyediakan segelas air putih di atas meja dekat tempat tidur Cylia.

Sepeninggal perawat, perlahan Cylia menarik laci meja di sampingnya. Cermin ukuran kecil pada kotak makeup digenggamnya kuat, seakan-akan kawatir cermin akan jatuh dan pecah bila Cylia berteriak.

Air mata panas merembes keluar dari kedua mata, begitu panasnya hingga meninggalkan jejak pedih. Kulit serasa terbakar. Pelan ditepuknya kulit pipi dengan perban halus. Usaha mengintip raut wajah pada cermin gagal. Bayangan halus putih masih juga terlihat.

Pukul delapan malam sebelum akhir tugas, kembali bruder Andi datang menjenguk Cylia.

‘’ Hei, gimana? apa kata dokter kulit tadi? sapa Andi.

‘’ Ya, mulai kering. Hanya bagian dada terlalu sensitif.’’

‘’ Perlu waktu,’’ timpal Andi. ‘’Percayalah, masuk satu tahun pasti akan kembali seperti dulu meskipun ada perbedaan.’’

Hati-hati sekali Andi mengucapkan kata-kata ini. Kawatir Cylia menjadi terpuruk karenanya.

Dipandangnya wajah Cylia sebelum Andi beranjak pulang. Membandingkan dengan foto Cylia pada screen telepon jujur kata, jauh beda bumi dan langit.

--

Cylia kini, bukan lagi Cylia pegawai ABN AMRO bagian Human Resources.

Cylia kini, pasien secara teratur pada sebuah klinik psikiater. Hampir 3 tahun Cylia menghabiskan waktu untuk mengembalikan rasa percaya diri.

Cylia kini, bukan lagi seorang Cylia yang berani melarikan Peugeot nya dengan kecepatan maksimum 130km.

Kemana Cindy, Rachel dan grup karnaval yang tiap tahun selalu rutin membuat acara? Mereka ada, tetapi tiada. Suara mereka sengaja ditekan, seakan takut tertular penyakit akut.

--

Ketika itu, hampir saja pukul dua siang ketika usai lunch.

Ketika itu, baru saja bereskan memo di atas meja dan nyalakan kembali komputer.

Dan ketika itu, baru saja dua kali ring telepon berbunyi di dekat keyboard komputernya.

Tanpa jeda waktu, tanpa peringatan, seseorang menyerangnya. Tanpa sempat melihat, percikan cairan membasahi wajah, bagian depan atas tubuh dan bagian dalam kedua tangannya. Panas, perih, seakan terbakar menguasai Cylia. Terdengar teriakan panik, benda pecah, kursi jatuh, meja dipukul dan teriakan ancaman. Jeritan minta tolong, sayup akhirnya menghilang.

Sekelebat semua menjadi gelap. Satu minggu Cylia dipaksa hidup coma oleh dokter. Orang tua dan kakak satu-satunya menginap di rumah sakit. Berita menyedihkan; Cylia menjadi cacat seumur hidup akibat cairan fosfor. 

--

‘’Satu capuccino!’’ pesannya ketika mampir di Subway.

Topi berpelepah lebar yang menutupi pinggir kiri kanan wajahnya sangat membantu. Ditambah selendang warna lembut. Leher baju model tinggi seperti itu cocok untuk Cylia. Kacamata warna gelap dan ukurannya sedikit besar, sengaja dia pesan lewat online.

Sekali-kali iPhone ditekannya, dan sesekali wireless headphone dibetulkan letaknya. 

‘’Berapa harga?’’ sapa Cylia pada pelayan yang kebetulan lewat di depannya.

‘’€2,10’’

€2,50 ia tinggalkan pada meja. Ketika hendak beranjak seseorang menghampirinya.

‘’Hei you, apa kabar nih?’’ 

Sebaris gigi putih dan satu gigi gingsul yang menyembul hiasi wajah yang ia kenal, bruder Andi.

‘’ Hei you too’’ sapa Cylia ceria.

‘’ Mau kemana?’’

‘’ Mau jalan-jalan cuci mata,… eh gak ding, mau nyuci dompet, ha ha ha.’’ tawa Andi. 

‘’ Mau ikut gak, lihat angsa di pinggir sungai. Gak jauh dari sini kok ‘’ ajak Andi.

Sebelum sampai di pinggir sungai, sejenak mereka mampir di toko roti. Setengah bungkus roti tawar, dua donat coklat dan dua botol kecil air mineral, membekali langkah mereka menyusur jalan setapak pinggir sungai Maas.

‘’Duduk pakai alas jaketku aja’’ Andi mengingatkan.

‘’ Gak ah, ntar kotor’’

‘’ Kotor rumput dan lumpur ringan, ntar juga mesin cuci yang bikin bersih’’ Mereka tertawa berdua.

Satu-satu bebek liar berdatangan menanti lemparan potongan roti dari Andi dan Cylia.

''Tau gak, dua angsa itu?’’  tanya Andi

Cylia menggelengkan kepala. ‘’ Emangnya knapa’’

‘’Yang betina kakinya cuma satu. Ntah kejadiannya dimana’’ lanjut Andi.

Cylia melongo iba. 

‘’Tau gak, angsa termasuk hewan setia’’ lagi-lagi Andi berkisah.

‘’Jadi si jantan nungguin si betina kaki satu di sini?’’ tanya Cylia

Andi angguk mengiyakan.

‘’Mereka gak akan pernah terbang arah selatan lagi’’ sahut Andi. ‘’Transit tetapnya di sini.’’

Terlihat potongan roti yang mereka lempar disambar oleh angsa jantan, namun tak ditelannya karena menunggu angsa betina mengambil dari paruhnya. Perlahan dan penuh kasih sayang disuapnya betina kaki satu. 

‘’O … wat lief (O... so cute)’’ bisik Cylia.

‘’Lagian, cinta bukan melulu kaki satu tau. Cinta tuh ada di sini’’ Andi menepuk dadanya sendiri. 

--

Pertemuan dengan bruder Andi dan angsa kaki satu, menggelitik perasaan Cylia. Waktu mengantar mereka berdua menjadi pengunjung setia pasangan angsa dan bebek liar. Dan waktulah akhirnya mempertemukan mereka dalam kehidupan yang nyata. 

Mampir di pasar, di tengah kota, Andi sibuk memilih bunga Carnation kesukaan Cylia. Tak lupa selipan kartu kecil dan tiga helai pita hias melilit.

''Beauty is not in the face, beauty is light in the heart’’

Begitu tulis tangan Andi, menyomot quotes dari Khalil Gibran. Tak lupa sisipkan, ‘’hou van jou, miljoen keer. Andi’’

Masuk pintu rumah, aroma ayam goreng dan serundeng kesukaannya menerpa hidung. 

‘’Papa,...  gendong dong, heb je cadeautje voor Mama? Ucap Michela putri sulungnya.

Cylia muncul dari dapur, menyambut Andi. Andi memeluk Cylia dan Michela. Bertiga mereka berpelukan sambil teriak; 

‘’Happy Valentine’s day voor ons allemaal’’

Kembang Carnation, ayam goreng dan serundeng menghiasi hangatnya cinta kasih Andi, Cylia dan Michela. Namun yang terpenting adalah, Andi mencintai Cylia dengan tidak melihat rupa wajahnya yang cacat. Namun hatinya yang bening. The beauty is light in the heart.  


--

(da140217nl)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun