Perawat menimpali sembari siap-siap akan meninggalkan ruang inap Cylia. Dengan sabar bruder Andi menyediakan segelas air putih di atas meja dekat tempat tidur Cylia.
Sepeninggal perawat, perlahan Cylia menarik laci meja di sampingnya. Cermin ukuran kecil pada kotak makeup digenggamnya kuat, seakan-akan kawatir cermin akan jatuh dan pecah bila Cylia berteriak.
Air mata panas merembes keluar dari kedua mata, begitu panasnya hingga meninggalkan jejak pedih. Kulit serasa terbakar. Pelan ditepuknya kulit pipi dengan perban halus. Usaha mengintip raut wajah pada cermin gagal. Bayangan halus putih masih juga terlihat.
Pukul delapan malam sebelum akhir tugas, kembali bruder Andi datang menjenguk Cylia.
‘’ Hei, gimana? apa kata dokter kulit tadi? sapa Andi.
‘’ Ya, mulai kering. Hanya bagian dada terlalu sensitif.’’
‘’ Perlu waktu,’’ timpal Andi. ‘’Percayalah, masuk satu tahun pasti akan kembali seperti dulu meskipun ada perbedaan.’’
Hati-hati sekali Andi mengucapkan kata-kata ini. Kawatir Cylia menjadi terpuruk karenanya.
Dipandangnya wajah Cylia sebelum Andi beranjak pulang. Membandingkan dengan foto Cylia pada screen telepon jujur kata, jauh beda bumi dan langit.
--
Cylia kini, bukan lagi Cylia pegawai ABN AMRO bagian Human Resources.