Mohon tunggu...
Aliyatil Hamdaniati
Aliyatil Hamdaniati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pecandu genre time travel dan fantasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ikhlas yang Mendalam

13 Desember 2022   19:53 Diperbarui: 13 Desember 2022   20:15 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa yang akan menyangka anak perempuan yang katanya tidak bisa sendiri, nyatanya berada disini, ditempat yang bahkan tak terpikirkan sebelumnya. Atas keinginan dan untuk orang-orang yang ia sayang.

Aku berada di perantauan, jauh dari sanak saudara dan tempatku dilahirkan. Semuanya bermula saat aku duduk dibangku SMA tepatnya kelas 10, dimana temanku marah karena penyakit yang dialami kakaknya dianggap candaan. Penyakit ini mungkin terdengar asing ditelinga anak sekolah seperti kita.

Suasana kelas bisa dibilang kondusif, meskipun guru sedang tidak bisa mengajar, kami diberi tugas untuk membaca sebuah buku. Didalam buku tersebut terdapat kisah dimana pemeran utamanya mengidap "Skizofrenia", celetukan temanku menanyakan "szikofrenia apaan sih?", yang lain spontan menjawab, "orang yang suka halu, mirip kayak orang gila gitu", semua tertawa.

Lalu tiba-tiba saja terdengar suara gebrakan meja. Temanku yang menggebrak meja langsung keluar dari kelas, suasana kelas menjadi hening. Kami saling bertanya-tanya tentang kejadian tadi. Usut punya usut, teman kami ini merasa tersinggung.

Ternyata kakaknya mengidap penyakit tersebut, ia tidak suka jika kakaknya disamakan dengan orang gila. Kemungkinan besar orang yang berada diposisinya akan melakukan hal yang sama. Saat itulah keinginanku muncul, ingin mendalami hal yang jarang sekali dipedulikan, yakni masalah mental.

Guruku bilang kami harus mempertahankan nilai raport atau bahkan membuatnya perlahan naik agar kami nantinya lolos dalam SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Itu hanya salah satu tes masuk perguruan tinggi negeri, biasa disebut jalur undangan. Jadi kami hanya memasukkan nilai raport kami dari semester 1 pada kelas 10 sampai semester 1 dikelas 12.

Aku kira ini bisa kujadikan pilihan, akan kuupayakan nilaiku bagus. Namun sepertinya memang tidak ada yang mudah, nilaiku bahkan tidak konsisten. Beberapa mata pelajaran naik dan yang lainnya malah turun.

Hingga saat kelas 12, banyak sekali tugas yang harus kami kerjakan, belum lagi anak IPA sepertiku dihujani dengan banyak praktek. Untuk mata pelajaran biologi saja, kami bahkan melaksanakan praktikum leih dari satu kali dalam seminggu.

Tidak sampai disitu kami harus membuat laporan yang nantinya menjadi penilaian seberapa mampu kami menguasai materi tersebut. Praktikum yang dilakukan pun tidah mudah, salah satunya kami harus membawa ikan sungai yang ukuran dan jenisnya sama sebagai bahan percobaan. Benar-benar merepotkan bukan?, tapi demi nilai yang memuaskan kami lakukan sesuai permintaan guru kami.

"Guys, dimana cari ikan cere ini?" ucap Tyo

"Kata kelompok lain sih, di sungai deket kuburan cina" jawab Rizki

"Eh yang bener, masak deket kuburan sih. Iniloh hampir malem" ujarku

Mau tidak mau kami menuju ketempat yang Tyo sebut. Kami berusaha mencari ikan yang mirip dari segi ukuran dan juga jenisnya. Keesokan harinya kami melanjutkan praktikum dengan kelinci percobaan, tapi bukan menggunakan kelinci melainkan ikan.

Aku melewati hari-hari yang penuh dengan tugas, ulangan harian sekaligus remidi. Sampai pada akhirya penentuan peringkat eligible, itu adalah langkah pertama untuk mengikuti SNMPTN dimana peringkat bawah tidak diperbolehkan untuk memilih jurusan sekaligus pertuguruan tinggi yang telah dipilih anak dengan peringkat diatasnya.

Aku berada diposisi keenam, setelah pengumuman terpampang di mading, guru BK menanyakan apakah kami ingin melanjutkan untuk kuliah atau bekerja. Jika peringkat teratas memutuskan untuk tidak kuliah, maka peringkat dibawahnya akan naik ke posisi yang kosong. Disitulah aku teringat dengan kejadian waktu itu, tentang skizofrenia.

Akupun memutuskan untuk mengambil jurusan terkait hal tersebut yaitu psikologi. Sebenarnya banyak hal yang membuatku benar-benar ingin mendalami psikologi, yang tadi hanya salah satunya. Jurusan psikologi ternyata hanya ada di perguruan tinggi yang elit, sementara aku tinggal jauh dari perkotaan dimana sekitarku hanya ada kampus swasta itupun tidak ada jurusan psikologi.

Susah payah aku meyakinkan orang tuaku untuk pergi merantau ke kota, dibantu oleh kakak laki-lakiku. Setelah diperbolehkan untuk merantau, aku memutuskan untuk memilih salah satu perguruan tinggi di Malang.

Semua data telah dimasukkan, tinggal satu lagi step yang terakhir yakni finalisasi. Aku meyakinkan diri dengan pilihanku, FYI aku nekat lintas jurusan demi prodi yang aku inginkan. Tibalah pada tanggal 29 Maret 2022, aku ragu untuk membuka hasil pengumuman pada portal LTMPT.

Grup whatsapp sudah ramai, teman-temanku saling mempertanyakan hasil masing-masing. Rasa penasaranku sudah memuncak, aku langsung membuka pengumuman tersebut, ternyata tidak sesuai impian. Warna merah tertera dilayar handphone ku.

Keesokan harinya aku menemui staff TU untuk memfinalisasi SPAN-PTKIN. Dimana jalur tersebut adalah jalur undangan yang bisa ku ikuti, karena besok batas pendaftaran terakhir. Sempat iri dengan temanku yang lolos di perguruan tinggi yang aku impikan.

Namun, aku yakin Tuhan sedang menyiapkan jalan yang lainnya. Karena takut gap year aku mendaftar tes SBMPTN dengan pilihan yang sama bertempat di Universitas Jember. Tidak terasa pengumuman SPAN telah tiba, aku tidak terlalu berharap karena takut kejadian sebelumnya terulang.

Ternyata aku lolos, di perguruan tinggi yang bahkan tidak ku ketahui sebelumnya. Sesegera mungkin aku mencari info hingga daftar ulang selesai ku laksanakan. Disisi lain aku sudah terlanjur mendaftar UTBK, yang sebenarnya terpaksa ku ikuti. Ujung-ujungnya aku melaksanakan tes sesuai saran kakakku.

Saat tes dimulai aku kesulitan mengerjakan soal dan menyesal karena memilih lintas jurusan, aku kerjakan semampuku, aku berpikir bahwa meskipun tes ini gagal aku masih punya PTKIN yang menerimaku. Tidak disangka saat pengumuman SBMPTN aku malah lolos di Perguruan Tingg dan prodi impianku.

Namun, karena finansial keluarga sedang tidak stabil dan tidak mampu membayar ukt yang tinggi, dengan berat hati aku memilih PTKIN jalur SPAN. Jujur saja, sulit untuk melepas impianku, aku harus kehilangannya hanya karena uang. Derai air mata terus mengalir, hampir berhari-hari. Pikiran yang kalut, masih tertuju pada imipianku, berkali-kali aku meminta Tuhan mengambilku. "Tuhan aku ingin pulang", sebegitu tidak sanggupnya diriku menerima kenyataan.

Perlahan aku di yakinkan oleh orang sekitarku bahwa apapun yang terjadi adalah kehendak Tuhan. Aku memaksakan diri untuk masuk di PTKIN tersebut. Ikhlas, hanya itu yang bisa ku usahakan. Hingga tepat pada hari keberagkatanku menuju perantauan, Tuhan mengambil kakekku. "Tuhan, ikhlas yang bagaimana yang sedang Kau ajarkan?"

Aliyatil Hamdaniati, mahasiswi psikologi islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Pecandu genre fantasi & time traveler.

Email : aliyatil.hamdaniati1114@gmail.com. Instagram : @alytlhmdnt_

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun