Artinya: "Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?" (QS. Al-An'am 6: Ayat 32).
Allah SWT memberikan perumpamaan kehidupan dunia bagaikan hujan yang menumbuhkan tanaman yang begitu subur dan sangat menggiurkan. Kemudian tanaman tersebut menjadi kering dan rusak. Bahkan Rasulullah SAW menggambarkan kehidupan dunia lebih rendah dari bangkai seekor kambing. Dari kedua perumpamaan tersebut kita juga dapat melihat bahwasanya kehidupan di dunia ini tidak lebih berarti jika dibandingkan dengan kehidupan di akhirat kelak.
Kehidupan dunia hanyalah bersifat sementara dan sangatlah hina. Kehidupan di dunia memiliki dua sisi yang dapat membawa manusia ke dalam surga atau neraka, karena dua tempat itulah yang nantinya akan menjadi penentu dimana kita akan di kekalkan pada kehidupan selanjutnya. Pada kehidupan dunia ini, apabila tidak diiringi dengan pemahaman agama yang kuat hanyalah akan menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan dan kebinasaan. Namun sebaliknya apabila kehidupan dunia digunakan sebagai sarana untuk beribadah maka akan membawa kebahagiaan bagi kehidupan di dunianya maupun di akhirat kelak. Adapun kebaikan mengenai kehidupan di akhirat juga dijelaskan dalam ayat berikut:
Artinya: "Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al-A'la 87: Ayat 17). Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal dan lebih baik dari kehidupan dunia. Kehidupan akhirat dimulai ketika hari kiamat datang, berkenaan dengan hari kiamat ini, hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui waktunya.
Setiap manusia tentu mendambakan keselamatan dalan kehidupan mereka agar memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu manusia dituntut mampu merenungkan dan merealisasikan dalam kehidupan nyata, dengan menggali segala yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT di muka bumi ini dari kebahagiaan akhirat namun jangan melupakan kenikmatan duniawi. Selain itu kita juga harus melakukan kebaikan kepada sesama, sebagaimana Allah berbuat baik kepada manusia, dan hendaknya tidak membuat kerusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah berikut ini:
Artinya: "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS. AlQasas 28: Ayat 77)
Hendaknya sebagai manusia kita dapat belajar untuk memprioritaskan kebahagiaan kehidupan akhirat yang menghendaki, hal tersebut dilakukan supaya dalam melaksanakan kehidupan di dunia ini, kita masih  senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai yang akan dibawa pada akhirat kelak. Akan tetapi bukan berarti dalam memprioritaskan kehidupan akhirat tersebut kemudian mengabaikan kebahagiaan dunia, karena amalan akhirat tidak berdiri sendiri dan saling terikat dengan amalan duniawi.
Dengan adanya iman terhadap eksistensi hari akhir, diperlukan pula proses untuk diri setiap manusia bisa menyadari bagian-bagian yang mungkin belum mereka sadari untuk bisa mencapai puncak pada iman kepada hari akhir tersebut. Hal itu dapat kita peroleh melalui muhasabah dari dalam diri kita sendiri. Pada makna sederhana, muhasabah (evaluasi diri) menjadi jembatan yang membangkitkan umat muslim untuk mawas diri dan selalu mengevaluasi atas segala ucapan, sikap, dan perilaku dalam ibadah kepada Allah serta muamalah dengan sesama makhluk.
 Muhasabah diri menjadi salah satu usaha untuk memperbaiki diri sehingga kita dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik dengan menjalin kedekatan dengan Allah SWT. Dengan menumbuhkan jiwa spiritual dalam upaya muhasabah diri, setiap muslim akan menjadi lebih peka terhadap apa yang telah mereka lakukan, bagaimana perasaan mereka ketika melakukan hal-hal tersebut, lalu menjadi jembatan untuk koreksi pada hal negatif yang ada pada diri kita sehingga dapat kita rubah menjadi lebih baik lagi.
Menyikapi pentingnya iman terhadap hari akhir ini, salah satunya dengan upaya muhasabah diri, beberapa pengalaman biasanya akan mengajarkan kita tentang betapa pentingnya iman kepada Allah dan hari akhir ini. Terdapat sebuah pengalaman tentang seorang remaja yang kala itu tengah menjalin hubungan dengan lawan jenisnya, dalam hubungan tersebut mereka merasa bahwa perbuatan yang mereka lakukan di akumulasikan sebagai bentuk rasa nyaman dan melindungi satu sama lain. Singkat cerita ketika salah satu pihak di dalam hubungan tersebut mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang selama ini dia lakukan, remaja tersebut merasa bahwa sebenarnya hal yang dilakukan bukanlah hal yang benar, dan selama ini dia hanya mencoba untuk menutupi rasa bersalahnya dengan dalih "tidak apa, lagipula aku hanya mencoba sekali".
Meskipun demikian remaja tersebut tersadar bahwasanya selama ini dia tidak pernah merasa aman dan tenang, bayang-bayang akan dosa dan kematian serta apa yang akan terjadi di hari akhir nanti selalu mengalir di pikiranya. Tidak jauh dari hari dimana remaja tersebut memulai sebuah hubungan yang tidak seharusnya, dia pun mulai memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut, dan kembali ke jalan yang Allah ridhoi. Dari kisah tersebut kita belajar bahwasanya ketika seseorang masih memegang iman di hatinya, Allah juga akan senantiasa mengingatkan dia untuk kembali meskipun sudah sejauh mana dia pergi dari sebuah ketaatan sebagai bentuk persiapan menjelang hari akhir kelak.