Mohon tunggu...
Algasela Salsabila
Algasela Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ketika Hati Mengirimkan Sinyal Untuk Berubah: Mengimani Adanya Hari Akhir Sebagai Bentuk Muhasabah Diri

21 Januari 2025   09:51 Diperbarui: 21 Januari 2025   09:51 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beriman pada hari akhir

"Seberapa jauh dunia telah membawa kita? akankah para manusia akan terus menikmati pijakan yang hanya sementara itu? betul, seolah semua hal fana itu akan terus menjadi nyata."

Pendahuluan

Sudah berapa lama kita hidup di dunia ini? dan akan berapa lama lagi kita tinggal? bahwasanya suatu saat kehidupan di dunia ini akan berakhir tanpa ada sisa satu pun dan berpindah kepada hal yang lebih abadi. Lalu bagaimana dengan semua hal yang kita peroleh di kehidupan yang sekarang, adakah semua itu akan bermanfaat untuk hari akhir kelak? karena kita hanya akan membawa amalan-amalan yang kita kerjakan mulai dari kita mengerti apa aitu hakikat kehidupan sampai pada waktu menjelangnya ajal nanti.

Kehidupan ini terlalu singkat untuk bisa kita nikmati dengan hal-hal duniawi, namun yang terjadi demikian, banyak sekali manusia yang sibuk mengejar kesempurnaan hidup pada dunia yang hanya sementara ini. Alih-alih memperbanyak amalan, para manusia itu sibuk untuk berlomba-loba mencapai apa yang belum didapatkanya dengan dalih "hidup hanya satu kali". Pernahkah para manusia itu berpikir mengenai apa yang mereka kerjakan? bagaimana jika suatu saat dunia mulai merasa lelah dan memutuskan ingin beristirahat dari manusia yang tidak pernah merasa cukup ini, dari situlah kehidupan abadi yang sebenarnya akan tiba.

Pada zaman ini, dimana semua umat manusia telah mengerti akan kebutuhan mereka, apa yang mereka inginkan lalu hal tersebut akan memengaruhi dari apa yang mereka kerjakan, namun sayangnya banyak sekali dari mereka yang hanya memandang dunia sebagai tempat pijakan terakhir mereka dan melupakan jika masih terdapat kehidupan selanjutnya setelah berakhirnya dunia ini. Sehingga kebanyakan dari mereka cenderung salah dalam memprioritaskan kehidupanya dan beranggapan bahwa hidup yang mereka jalani ini hanya dipergunakan untuk mencari harta, kesenangan nafsu, dan memperebutkan jabatan atau sebuah kedudukan dan menjadikan hal-hal tersebut sebagai tujuan dalam hidupnya. Mereka lupa bahwa mereka dikirimkan ke dunia bukan hanya untuk mengejar sesuatu yang bersifat duniawi, namun juga mencari amal untuk bekal pada kehidupan selanjutnya.

Pada akhirnya kesenangan duniawi dapat menjadikan manusia benar-benar melupakan bahwa akhir yang sesungguhnya dari kehidupan di dunia ini adalah kehidupan akhirat. Islam mengejarkan kepada umatnya bahwa hidup di dunia bukanlah akhir dari perjalanan manusia. Bagi umat islam, dunia merupakaan ladang untuk menanam yang buahnya kelak akan dipetik di akhirat (al-dunya mazra'ah al-akhirah). Manusia seharusnya sadar bahwa segala sesuatu yang diberikan kepadanya merupakan ujian dari Allah swt. Dan semua yang dilakukan manusia di dalam dunia merupakan langkah-langkah pendekatan diri seorang hamba kepada Tuhan-Nya.

Untuk memperjelas hal tersebut, tulisan ini dibuat dengan tujuan supaya pembaca dapat Kembali berpikir dan merenungkan Kembali,apakah kehidupan yang mereka jalani sudah sesuai dengan apa yang Tuhan perintahkan, atau mungkin masih banyak yang terlena juga akibat kesenangan duniawi ini.

Pembahasan 

Gambaran tentang kehidupan dunia telah termaktub dalam Al-Quran sebagai dalil qath'i sehingga tidak akan diragukan lagi tentang kebenarannya, sebagaimana firman Allah

 

Artinya: "Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?" (QS. Al-An'am 6: Ayat 32).

Allah SWT memberikan perumpamaan kehidupan dunia bagaikan hujan yang menumbuhkan tanaman yang begitu subur dan sangat menggiurkan. Kemudian tanaman tersebut menjadi kering dan rusak. Bahkan Rasulullah SAW menggambarkan kehidupan dunia lebih rendah dari bangkai seekor kambing. Dari kedua perumpamaan tersebut kita juga dapat melihat bahwasanya kehidupan di dunia ini tidak lebih berarti jika dibandingkan dengan kehidupan di akhirat kelak.

Kehidupan dunia hanyalah bersifat sementara dan sangatlah hina. Kehidupan di dunia memiliki dua sisi yang dapat membawa manusia ke dalam surga atau neraka, karena dua tempat itulah yang nantinya akan menjadi penentu dimana kita akan di kekalkan pada kehidupan selanjutnya. Pada kehidupan dunia ini, apabila tidak diiringi dengan pemahaman agama yang kuat hanyalah akan menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan dan kebinasaan. Namun sebaliknya apabila kehidupan dunia digunakan sebagai sarana untuk beribadah maka akan membawa kebahagiaan bagi kehidupan di dunianya maupun di akhirat kelak. Adapun kebaikan mengenai kehidupan di akhirat juga dijelaskan dalam ayat berikut:

Artinya: "Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al-A'la 87: Ayat 17). Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal dan lebih baik dari kehidupan dunia. Kehidupan akhirat dimulai ketika hari kiamat datang, berkenaan dengan hari kiamat ini, hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui waktunya.

Setiap manusia tentu mendambakan keselamatan dalan kehidupan mereka agar memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu manusia dituntut mampu merenungkan dan merealisasikan dalam kehidupan nyata, dengan menggali segala yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT di muka bumi ini dari kebahagiaan akhirat namun jangan melupakan kenikmatan duniawi. Selain itu kita juga harus melakukan kebaikan kepada sesama, sebagaimana Allah berbuat baik kepada manusia, dan hendaknya tidak membuat kerusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah berikut ini:

Artinya: "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS. AlQasas 28: Ayat 77)

Hendaknya sebagai manusia kita dapat belajar untuk memprioritaskan kebahagiaan kehidupan akhirat yang menghendaki, hal tersebut dilakukan supaya dalam melaksanakan kehidupan di dunia ini, kita masih  senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai yang akan dibawa pada akhirat kelak. Akan tetapi bukan berarti dalam memprioritaskan kehidupan akhirat tersebut kemudian mengabaikan kebahagiaan dunia, karena amalan akhirat tidak berdiri sendiri dan saling terikat dengan amalan duniawi.

Dengan adanya iman terhadap eksistensi hari akhir, diperlukan pula proses untuk diri setiap manusia bisa menyadari bagian-bagian yang mungkin belum mereka sadari untuk bisa mencapai puncak pada iman kepada hari akhir tersebut. Hal itu dapat kita peroleh melalui muhasabah dari dalam diri kita sendiri. Pada makna sederhana, muhasabah (evaluasi diri) menjadi jembatan yang membangkitkan umat muslim untuk mawas diri dan selalu mengevaluasi atas segala ucapan, sikap, dan perilaku dalam ibadah kepada Allah serta muamalah dengan sesama makhluk.

 Muhasabah diri menjadi salah satu usaha untuk memperbaiki diri sehingga kita dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik dengan menjalin kedekatan dengan Allah SWT. Dengan menumbuhkan jiwa spiritual dalam upaya muhasabah diri, setiap muslim akan menjadi lebih peka terhadap apa yang telah mereka lakukan, bagaimana perasaan mereka ketika melakukan hal-hal tersebut, lalu menjadi jembatan untuk koreksi pada hal negatif yang ada pada diri kita sehingga dapat kita rubah menjadi lebih baik lagi.

Menyikapi pentingnya iman terhadap hari akhir ini, salah satunya dengan upaya muhasabah diri, beberapa pengalaman biasanya akan mengajarkan kita tentang betapa pentingnya iman kepada Allah dan hari akhir ini. Terdapat sebuah pengalaman tentang seorang remaja yang kala itu tengah menjalin hubungan dengan lawan jenisnya, dalam hubungan tersebut mereka merasa bahwa perbuatan yang mereka lakukan di akumulasikan sebagai bentuk rasa nyaman dan melindungi satu sama lain. Singkat cerita ketika salah satu pihak di dalam hubungan tersebut mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang selama ini dia lakukan, remaja tersebut merasa bahwa sebenarnya hal yang dilakukan bukanlah hal yang benar, dan selama ini dia hanya mencoba untuk menutupi rasa bersalahnya dengan dalih "tidak apa, lagipula aku hanya mencoba sekali".

Meskipun demikian remaja tersebut tersadar bahwasanya selama ini dia tidak pernah merasa aman dan tenang, bayang-bayang akan dosa dan kematian serta apa yang akan terjadi di hari akhir nanti selalu mengalir di pikiranya. Tidak jauh dari hari dimana remaja tersebut memulai sebuah hubungan yang tidak seharusnya, dia pun mulai memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut, dan kembali ke jalan yang Allah ridhoi. Dari kisah tersebut kita belajar bahwasanya ketika seseorang masih memegang iman di hatinya, Allah juga akan senantiasa mengingatkan dia untuk kembali meskipun sudah sejauh mana dia pergi dari sebuah ketaatan sebagai bentuk persiapan menjelang hari akhir kelak.

Hari akhir yang nantinya akan tiba, selalu menjadi sebuah pertanyaan mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana. Karena semua begitu tersembunyi dan yang bisa umat manusia lakukan hanyalah beriman terhadap pasti datangnya hari tersebut dan mengusahakan Kebajikan pada semasa hidupnya. Persoalan datangnya hari kiamat adalah persoalan yang maha hebat, tidak ada seorang pun yang dapat mengetahuinya baik dari kalangan manusia maupun dari kalangan malaikat, semuanya tidak ada yang mengetahuinya. Imam al-Lusi berkata dalam tafsirnya," Allah SWT sengaja merahasiakan urusan datangnya kiamat karena adanya hikmat syariat dalam hal itu. Sebab dengan merahasiakannya, maka akan menyebabkan dan menimbulkan seseorang itu lebih memperhatikan ketaatannya kepada Allah SWT, memperbanyak amal kebajikan, dan sekaligus menghindarkan diri dari perbuatan maksiat.

Menyikapi hal tersebut yang dapat kita lakukan sebagai umat manusia salah satunya adalah dengan menyadari tanda-tanda yang diberikan oleh Allah SWT. Banyak sekali tanda-tanda yang telah diberikan, namun sedikit sekali dari mereka yang akhirnya memahami hal tersebut. Seperti halnya di era yang kita tempuh sekarang, banyak sekali kegiatan dalam wujud maksiat yang hanya di diamkan dan di anggap sebagai sesuatu yang normal, munculnya beberapa pemimpin yang tidak amanah dan hanya mementingkan kehidupanya sendiri, banyak fitnah yang bermunculan dimana-mana, waktu terasa semakin cepat dan masih banyak lainya. 

Penutup

Hidup di dunia ini hanyalah persinggahan sementara sebelum kita melangkah menuju kehidupan yang abadi, yaitu akhirat. Setiap detik yang kita jalani seharusnya menjadi kesempatan untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mempersiapkan bekal terbaik untuk hari akhir. Meskipun godaan duniawi begitu besar, iman dan kesadaran bahwa kehidupan dunia bukanlah tujuan akhir harus senantiasa menjadi pemandu langkah kita.

Untuk itu, sebagai umat muslim hendaknya kita memperbanyak muhasabah dan introspeksi terhadap diri kita sendiri, apa yang kita amalkan dan apa yang sudah kita siapkan untuk menghadapi hari akhir yang nyata tersebut.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun