Mohon tunggu...
Raihan Tri Atmojo
Raihan Tri Atmojo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, UNS. Saat ini sedang senang terhadap dunia blog dan mencoba menambah wawasan dengan berbagai macam bacaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pak Kamin dan Buku-Bukunya

13 Juli 2023   10:54 Diperbarui: 13 Juli 2023   10:59 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Toa Heftiba Sinca via Pexels.com. Sumber: https://www.pexels.com/

Pembicaraan kami melebar kemana-mana hingga membahas perkembangan minat baca anak muda saat ini. Pak Kamin sempat mengungkapkan kekhawatirannya kepada pemuda zaman sekarang yang semangat membaca dan menulisnya minim.

"Nah Ega bapak kepingin sekali melihat pemuda zaman sekarang gemar membaca dan menulis. Karena dengan membaca tentu akan membuka wawasan kita dan dengan menulis akan mengasah kemampuan kita dalam menuangkan pikiran dan membagikannya kepada khalayak. Kalau semangat membaca dan menulis tidak ditumbuhkan, takutnya generasi mendatang tidak bisa lagi menyalurkan pikiran kritisnya dan beku pemikirannya karena kurang membaca. Bapak berharap kamu bisa jadi penggerak pemuda untuk menumbuhkan semangat membaca dan menulis."

"Siap pak. Akan saya usahakan sebaik dan semampu saya. Doakan saja saya bisa melakukan apa yang bapak harapkan. Saya juga bersyukur bisa bertemu dengan orang seperti bapak yang meski sudah tidak muda lagi dan hidup dengan penuh kesederhanaan tetap peduli dengan nasib generasi berikutnya. Pembicaraan hari ini akan saya sampaikan ke teman-teman saya dan harapan bapak akan kita usahakan agar bisa terwujud."

Sore itu menunjukkan pukul empat sore, ternyata aku sudah enam jam berkunjung di rumah Pak Kamin. Aku segera izin mohon undur diri untuk kembali pulang. Kunjunganku yang pertama ke kediaman Pak Kamin itu memberi banyak ilmu. Bagi Pak Kamin, kedekatannya dengan buku baginya sudah seperti mencintai seorang wanita. Karena hal itulah ia mungkin tak menikah lagi setelah ditinggal wafat istrinya. Baginya bagus tidaknya sebuah karya sastra dari seberapa besar manfaatnya bagi kehidupan, entah pembacanya atau mungkin masyarakat dimana karya sastra itu terbit.

Dari situlah aku berpikir, mungkin apa yang ada dibenak Pak Kamin bahwa kita menyukai buku bagai menyukai wanita bisa membuat kita lebih dekat dengan buku. Apalagi kita semua terlepas mau laki-laki atau perempuan ketika membicarakan tentang lawan jenis, apalagi yang disukainya pasti akan bersemangat. Akhirnya ketika aku sudah kembali masuk berkuliah aku berdiskusi bersama teman-temanku dan mengajak mereka membuat gebrakan. Kami menyebutnya 'Bucin ke Buku', layaknya kita rela melakukan apapun kepada orang yang kita sukai, aku dan teman-temanku berusaha membuat orang-orang lebih dekat dengan buku, bahkan sampai bucin (budak cinta). Dari situlah kita adakan diskusi santai di berbagai tempat seperti taman fakultas, aula, gazebo, hingga bincang santai mengenai buku favorit kita masing-masing dan menjelaskan kenapa kita menjadikannya favorit. Dengan begitu kita bisa mengenal berbagai buku secara lebih mendalam dan mempunyai referensi bacaan yang luas.

Seiring dengan waktu gerakan yang aku mulai dengan beberapa teman-temanku mulai dikenal secara luas, hingga berbagai sponsor datang menawarkan bantuan. Setelah aku lulus kuliah, banyak orang yang menawarkan diri menjadi relawan gerakan kami di berbagai daerah, hingga acara kami bisa mengadakan kegiatan festival kecil-kecilan di berbagai kota. Tahun 2027, ketika aku mulai sibuk dengan festival 'Bucin ke Buku' yang semakin besar dan dikenal luas, aku baru ingat kalau aku sudah lama tak bertemu Pak Kamin, orang yang kedekatannya dengan buku menginspirasi aku dan teman-temanku menjalankan gerakan ini.

Juli 2027 aku pulang ke kampung. Sesampainya di rumah aku berbincang sejenak dengan kedua orang tuaku dan adikku yang memasuki tahun pertama kuliahnya. Sorenya ketika maghrib aku menuju masjid untuk salat berjamaah. Masjid itu kini sudah banyak berubah, dari luasnya hingga berbagai ornamen serta fasilitas di dalamnya. Termasuk Pak Kamin yang biasanya berjamaah di situ, sore itu aku tidak melihatnya. Setelah salat aku mencoba bertanya ke Pak RT di manakah Pak Kamin.

"Dia sudah meninggal bulan lalu." Ucap Pak RT

"Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun. Saya baru tahu kabarnya lho pak. Dimakamkan di mana beliau pak?"

"Di pemakaman di atas bukit, tidak jauh dari kontrakannya. Oh ya saat sakit parah sebelum meninggal, beliau sempat berpesan kepada saya agar buku-bukunya di rawat oleh Mas Ega saja. Intinya beliau tak ingin buku-bukunya menjadi usang apalagi rusak dimakan rayap. Beliau juga meminta agar buku-bukunya dan koran-koran nya diarsipan dan dirawat seperti merawat orang yang kamu cintai"

"Oh baik pak, dengan senang hati saya rawat." Jawabku dengan antusias.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun