Jadi tolok ukur untuk mengikuti nasihat harus ditentukan oleh si penerima nasihat tersebut. Hal ini berkaitan dengan keimanan yang seharusnya ditentukan secara mandiri oleh si penerima nasihat. Misalnya, jika seseorang memberi nasihat yang benar, tetapi si penerima nasihat belum memahami kebenarannya, maka wajib baginya memastikan kebenaran nasihat itu.Â
Di lain pihak, si pemberi nasihat juga tak boleh kecewa apabila nasihatnya tersebut belum dapat dipahami, maka yang harus dilakukan adalah menasihati lagi hingga yang bersangkutan paham. karena sebuah kebenaran harus dipahamkan dengan alasan atau hujjah yang kuat.
Pupuh ke-5, pada (bait) ke-17 dan 18, Maskumambang, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV:
Wong neng dunya kudu manut marang Gusti,
lawan dipunawas.
Sapratingkahe den esthi,
aja dumeh wus awirya.[9]
Orang hidup di dunia harus tunduk pada Tuhan/
dan hendaklah waspada/
terhadap tingkah lakunya/
jangan membanggakan kedudukan yang tinggi//[10]