(1) Ingkang dingin ngucapaken sahadat loro
(2) Kaping pindo manjing wektu kudu solat
(3) Kaping telu lamon sugih aweh zakat
(4) Kaping papat puoso wulan romadhon
(5) Kaping limo munggah haji lamon kuwoso[6]
Pada intinya, syair tersebut mengenalkan dan mengingatkan kembali kita terhadap rukun Islam, bahwa rukun Islam ini melingkupi lima perkara, yakni mengucapkan kalimat syahadat, melaksanakan sholat pada waktunya, mempergiat zakat, menjalankan puasa ramadhan, dan berhaji bila mampu. Sebagai manusia, pasti kita akan mati. Kebahagiaan kita jangan sampai terbatas pada hal-hal duniawi. Menimbah ilmu kepada para ahli, memperbanyak amal, bertawakal kepada Allah, mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. adalah kunci untuk menemukan dan mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Lagi-lagi, kita mengetahui adanya nilai dan fungsi pendidikan dalam syair pujian.
Membaca Pesan yang Terlupakan
Pada dasarnya, setiap syair pujian tidak ada yang tidak memiliki kandungan nilai dan fungsi pendidikan. Tetapi, karena kita mengganggapnya sebagai hal yang biasa saja, maka kita pun mengganggapnya sesuatu yang tidak urgent untuk diambil dan dibaca pesannya. Syair pujian bukan hanya berdimensi hiburan, tetapi ia juga berdimensi pendidikan dan spiritual. Syair tidak hanya mengandung unsur keyakinan dan praktik agama, tetapi ada pula unsur pengalaman dimana kita bisa mengambil pelajaran darinya serta unsur pengetahuan agama untuk meningkatkan pemahaman kita terhadap Islam. Bukan syairnya yang biasa saja, tetapi kitalah yang mengganggapnya tidak luar-biasa. Para ulama dan penyair menggunakan syair pujian salah satunya dalam menjalankan amanah mereka, agar umat muslim menjadi terdidik dan tidak melepaskan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Wallahu a’lam bis showab.
Referensi:
[1] Wildan Taufiq. 2018. “Pupujian (Shalawatan) Sebelum Shalat Berjama’ah (Suatu Pendekatan Semiotik)”. Jurnal al-Tsaqafa Vol. 15 No. 1.
[2] Ilzamul Wafiq. 2009. “Bait-Bait Syair Wali Tanah Jawa”. Semarang: Universitas Diponegoro.