Mohon tunggu...
Martin Dennise Silaban
Martin Dennise Silaban Mohon Tunggu... Wiraswasta - Community Organizer

A learner. Who's interested by social issues, Theology, Philosophy, and Community Empowerment.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Menikah lah (untuk) Bercerai Kemudian?

8 Juli 2023   15:14 Diperbarui: 8 Juli 2023   15:20 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.marriage.com

" Suatu ketika, dikisahkan terdapat seorang puteri raja yang merengek dan menangis serta meminta untuk dinikahkan dengan pujaan hatinya. Ayahnya, Sang Raja yang bijaksana tidak segera mengabulkan keinginan puterinya. Ia memberikan saran pada puterinya bahwa  ia  berjanji akan menikahkan puterinya dengan pujaan hatinya dengan satu syarat. Mereka harus  tinggal bersama dalam satu rumah  selama 1 bulan. Setelahnya, sang ayah akan menikahkannya.  Sang puteri sangat senang mendengar hal tersebut.  Singkat cerita, tinggallah ia dengan pujaan hatinya. Pada satu minggu pertama, sang puteri tampak sangat bahagia hidup bersama pujaan hatinya. Pada minggu ke dua, mulai timbul persoalan di antara mereka. Pada minggu ke tiga, permasalahan semakin memuncak. Pada minggu ke empat, sang puteri bahkan tidak ingin lagi tinggal bersama sang pujaan hatinya."

Cerita di atas saya dapatkan ketika membaca sebuah buku yang saya tidak ingat persis judulnya apa. Saya tidak akan menjelaskan artinya, namun kita, para pembaca dipersilahkan untuk menafsirkannya. Saya tergerak untuk menulis tulisan ini setelah melihat orang-orang yang seringkali disebut artis mengajukan cerai. Ini tentu bukan yang pertama kali, para artis mempertontonkan kepongahannya untuk menikah dan bercerai dengan diliput media. Pernikahan yang katanya sakral itu sudah dijadikan seperti mainan dan barang yang sesudah tidak berguna dibuang dan dibeli yang baru. 

Selain karena hal tersebut, saya juga harus spoiler sedikit tentang kehidupan saya yang dibesarkan bukan dari keluarga cemara yang harmonis lengkap dengan panggilan abah-emak. Meskipun sebenarnya keluarga cemara juga menghadapi konflik.  Orang tua saya pada satu momen juga pernah memutuskan untuk pisah sementara waktu. Saat itu saya masih kecil dan belum memahami penyebab terjadinya kondisi tersebut. Namun, seiring waktu saya mulai paham juga.  Ketika itu, saya tinggal bersama ayah saya di satu wilayah, dan ibu serta kakak saya tinggal di wilayah lain. Hal tersebut terjadi selama beberapa tahun.

Setelah kembali menjadi satu keluarga, keluarga kami pun sejatinya tidak benar-benar menjadi satu kesatuan, ada banyak keributan dan  pertengkaran yang terjadi. Termasuk hal tersebut juga mempengaruhi pola didik yang saya  dapatkan. Saya berada dalam lingkungan keluarga yang mendidik dengan cara yang  tidak ideal seperti yang dianjurkan para pemerhati keluarga. Oleh karena pengalaman tersebut mendorong  saya untuk selalu menaruh perhatian maupun edukasi pada hal-hal terkait keluarga maupun terkait pola mendidik anak dalam keluarga. Tujuannya hanya satu, yaitu agar tidak banyak anak-anak yang hidup dan dibesarkan dengan keluarga yang tidak harmonis, karena hal tersebut sangat banyak mempengaruhi perkembangan kehidupan anak pada tahapan-tahapan yang dilaluinya. 

Sekarang, kita kembali pada kasus perceraian yang semakin marak terjadi di negeri kita ini. Uniknya, kasus perceraian paling banyak terjadi di wilayah yang mayoritas masyarakatnya religius dengan sederet rumah ibadah berdiri di sana. Jika kita melihat statistik angka perceraian beberapa tahun terakhir, grafik memperlihatkan angka yang fluktuatif. Setelah pernah mengalami kenaikan sejak tahun 2015 -2019, kasus perceraian mengalami penurunan pada tahun 2020. Namun setelahnya, kembali mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2021-2022.

 

Beberapa penyebab perceraian  yang dirangkum yaitu :

  • Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus menjadi faktor perceraian tertinggi
  • Alasan ekonomi,
  • Ada salah satu pihak yang meninggalkan,
  • Kekerasan dalam rumah tangga, hingga
  • Poligami.

https://www.liputan6.com/
https://www.liputan6.com/

Dapat dilihat bahwa alasan-alasan yang di atas sesungguhnya masih sangat dangkal untuk menjawab apa penyebab dari perceraian. Saya yakin dan bahkan percaya bahwa ada hal yang lebih mendalam dari hanya sekedar hal di atas. Namun, harus disadari bahwa setiap keluarga yang bercerai memiliki alasan yang berbeda-beda. Mereka juga menghadapi satu persoalan yang berbeda-beda.

 Namun meski pun demikian, ada satu hal yang perlu kita amati , bahwa perselisihan dan pertengkaran menjadi faktor utama dalam perceraian. Tak berbeda jauh dengan kisah sang puteri raja di atas maupun jawaban kebanyakan artis di media ketika diberi pertanyaan tentang mengapa mereka memilih untuk bercerai. Jawabannya sudah bisa ditebak. Tidak cocok. Tidak sepemahaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun