Di tahap ini, masing-masing mulai menyadari dan mulai belajar untuk menjawab dua pertanyaan ini  : Bagaimana saya dapat menjadi pasangan yang baik? Apa tindakan maupun perilaku yang terdapat dalam diriku yang harus perbaiki agar hubungan pernikahan ini dapat berjalan dengan baik?  Di momen ini, ke aku an dan ke egoan mulai diminimalisir. Pada tahap ini, masing-masing mulai belajar mengenal dirinya sendiri, mengenal pasangannya dan juga tentang makna dari sebuah hubungan pernikahan.
Selain itu, masing-masing juga mulai memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat melangkah bersama-sama. Pembelajaran dan pengetahuan dapat diperoleh dari cerita yang diperoleh melalui  keluarga yang sudah berpuluh tahun menjalani kehidupan pernikahan, mengikuti workshop tentang pernikahan, maupun membaca referensi tentang psikologi perempuan dan laki-laki atau juga membaca beberapa referensi yang disarankan seperti Getting the Love You Want : A Guide for Couples by Harville Hendrix. Fighting for Your Marriage : Positive Steps for Preventing Divorce and Preserving a Lasting Love by Scott Stanley, Susan L. Blumberg, Howard J. Markman, Dean S. Edell. The Truth About Love : The Highs, the Lows, and How You Can Make It Last Forever by Pat Love, Patricia Love dan referensi lainnya yang kini sudah mudah untuk diakses dan diperoleh. Â
- Tahap 4 : Â Transformation
Di momen ini, masing-masing sudah mulai mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari. Masing-masing mungkin belajr tentang komunikasi, atau tentang kebiasaan baru yang perlu diterapkan untuk membuat hubungan pernikahan semakin baik, Masing-masing mulai untuk  saling mendukung dan menciptakan ruang psikologis yang aman bagi pasangannya. Satu dengan yang lain saling menjadi pelengkap untuk mencapai tujuan dari pernikahan yang diinginkan dan bahu membahu mewujudkannya di setiap saat.
- Tahap 5 : Real Love
Tahap ini adalah masa dimana pasangan saling menaruh penghormatan satu sama lain. Masing-masing memahami bahwa pasangannya memiliki keunikan nya sendiri. Masa ini adalah masa dimana satu sama lain menjadi sahabat terbaik yang saling percaya akan kemampuan dan berusaha menolong masing-masing untuk mencapai yang terbaik dari dirinya. Untuk sampai pada tahap ini, masing-masing berusaha tidak untuk sekedar jatuh cinta dan membiarkan cinta tumbuh dengan sendirinya, namun masing-masing belajar untuk mencintai. Karena Cinta : Love, adalah kata kerja yang bermakna harus dikerjakan. Something we must have to do to get it.
Haruskah Menikah untuk Bercerai Kemudian ?
Dawn J Lipthrott sudah membantu kita melihat tahapan dalam kehidupan pernikahan. Ini masih pemahaman dasar, karena belum berbicara mengenai tahapan dalam keluarga, ataupun terkait pola asuh anak dan hal lainnya. Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi angka perceraian dengan melaksanakan Bimbingan Pra Nikah. Namun, tampaknya hal tersebut juga belum pernah diuji keefektifannya. Apakah melalui bimbingan tersebut masing-masing pasangan semakin mengenali dirinya? Mengetahui luka nya di masa lalu? Mengenali prinsip dirinya? Atau bagaimana ia mengenali citra dirinya sendiri?
Jika bimbingan pra nikah hanya diisi oleh ceramah dengan menggunakan dalil-dalil kitab suci tanpa pernah menelisik ke dalam diri para calon yang akan menikah maka semuanya hanya sekedar artifisial saja. Adalah niscaya bahwa semua pernikahan akan sampai pada tahap kedua yaitu masa dimana dipenuhi dengan  kekecewaan. Realita pun sudah membuktikan bahwa pertengkaran menjadi salah satu penyebab terbesar terjadinya perpisahan. Artinya proses tersebut terjadi bukan setelah menikah namun saat terjadi pernikahan, sehingga bimbingan pra nikah hanya akan percuma jika tidak ada proses berkelanjutan yang dilakukan.
Penyusunan proses bimbingan harus dilakukan mengikuti tahapan dalam kehidupan pernikahan. Bimbingan Pra nikah-saat menikah- saat memiliki anak harus menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena satu sama lain saling berpengaruh. Sayangnya, kerapkali bimbingan holistik ini terabaikan. Proses pelayanan holistic ini sama dengan konsep pelayanan life cycle yang diusung kementerian kesehatan. Bahwa semua pelayanan kesehatan harus dilakukan seperti siklus kehidupan seseorang, dari dalam kandungan, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia. Pun demikian dalam pernikahan, proses itu harus dilakukan holistic dan menyeluruh dari Pra, sebelum pernikahan, saat pernikahan, saat memiliki anak. Tak lain dan tak bukan, tujuannya agar angka perceraian tidak meningkat terus menerus dan kita tidak diingin dikenal sebagai negeri religius, beratus ribu rumah ibadah namun disisi lain juga tinggi dengan kasus perceraian.
Sumber
https://dataindonesia.id/ragam/detail/ada-516344-kasus-perceraian-di-indonesia-pada-2022