Konflik Megawati dengan generasi muda ini bisa dijelaskan secara ilmiah. Berikut ciri GenZ yang dikutip Liputan6.com dari oxford-royale.com.
Sejak GenZ lahir, sebagian dari mereka sudah langsung bergaul dengan internet dan ponsel pintar. Mereka haus informasi dan segala sesuatu yang kekinian. Sekalipun arus informasi cepat, mereka punya kemampuan untuk beradaptasi sekaligus membangun jejaring di media sosial. Walau lebih tua sedikit dari GenZ, tapi Milenial juga punya kecenderungan mirip soal internet. Mereka juga masih bisa beradaptasi.
Namun, ekosistem Milenial dan GenZ ini dihadapkan dengan "narasi dulu" yang terus diulang Megawati. Dalam banyak kesempatan Megawati membanggakan bahwa dirinya dulu hidup sulit, membawa PDI-P berdarah-darah, menjadi aktor utama reformasi, dan segala kisah perjuangan di masa lalu. Sehebat apapun Megawati dan PDI-P, itu semua dianggap tidak relevan dengan dunianya Milenial dan GenZ.
Bukti konkretnya, sebagian besar dari mereka tidak masalah dengan latar belakang Prabowo. Karena mereka tidak mengalami bagaimana Republik ini berdarah-darah membangun demokrasi. Apa yang generasi dulu perjuangkan, sudah diterima jadi oleh GenZ. Kehadiran teknologi makin membuat mereka masuk dalam zona nyaman penuh kemudahan.
Milineal khususnya GenZ punya karakter khas dalam berkomunikasi. Mereka cenderung melakukan komunikasi secara maya atau melalui media sosial. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan mereka dapat berkomunikasi dan berekspresi secara spontan. Terkadang, apa yang mereka sampaikan melalui media sosial dinilai tidak etis, jauh dari norma kesantunan.Â
Apa yang dianggap biasa oleh generasi muda, ternyata dipandang sebagai sikap kurang ajar oleh Megawati. Ingat, Megawati ini nenek-nenek. Bayangkan seorang nenek marahin cucunya yang membuat karakter nenek dengan tanduk dan taring di ponselnya. Cucu melakukan itu, karena habis dimarahi nenek.
Lagi-lagi, generasi yang berbeda membuat gaya komunikasi generasi muda dan Megawati juga berbeda. Meme adalah salah satu bentuk komunikasi generasi muda. Tidak heran, mereka langsung teriak saat diancam Megawati. Maka, salah satu harus mengalah dan mendengarkan. Dalam hal ini, yang paling realistis adalah Megawati harus rendah hati mendengarkan generasi muda.
Tentu tidak mudah bagi keduanya, khususnya Megawati. Karena baik Megawati maupun generasi muda sama-sama ingin didengar. Geriatri, media khusus edukasi tentang lansia, menulis, "Ketika mengobrol dengan lansia, kita perlu menyadari bahwa lansia memiliki kebutuhan untuk didengar, baik kisahnya maupun petuah yang mereka sampaikan. Meskipun mungkin cerita mereka terkadang berulang."
Di sisi lain, didorong oleh akses ke begitu banyak informasi, GenZ memiliki pendapat yang kuat dan mereka ingin didengar. Mereka percaya bahwa ide mereka sama berharganya dengan ide dari anggota generasi lain. Walau mereka dianggap kurang berpengalaman, tapi mereka cepat belajar dengan sumber informasi yang melimpah.
Bisa dibayangkan, jika kedua generasi ini tidak ada yang saling mengalah. Yang ada ribut. Mereka berbicara sendiri-sendiri tanpa ada yang mau mendengarkan. Sampai kapanpun generasi muda tidak akan pernah mengerti apa yang dimaksudkan oleh Megawati.
Padahal, secara substansi apa yang disampaikan atau dilakukan Megawati tidak ada yang salah. Soal petugas partai, jelas secara kondrat kita tidak pernah ada begitu saja. Tidak mungkin kita "jebrot" muncul ke dunia dari ketiadaan. Mustahil!