"Ya kamu harus tes juga," kata saya.
Setelah jeda sebentar, kami kembali ke Bumame Bogor. Seperti dugaan semula, Sari juga positif. (Ya eyalahhh, hahaha).
Lalu kami masuk ke rumah untuk koordinasi. Hasilnya, pertama, kami memutuskan untuk tidak memberitahu keluarga saya. Kedua, koordinasi dengan keluarga di Jakarta. Ketiga, mempersiapkan skenario isoman. Semua dilakukan dengan tenang dan happy.
Dari keluarga saya, yang dikabari hanya sepupu di Bogor. Keluarga Mbak Titin. Tujuannya adalah keluarga terdekat, termasuk dari jarak rumah. Prinsip yang saya pakai adalah "Jogo Dulur, Jogo Tonggo." Kalau ada apa-apa saya percayakan kepada keluarga ini.
Saya tidak beritahu keluarga lain, termasuk orang tua di Palembang dengan tiga pertimbangan utama.
Pertama, kondisi kami baik. Yang dirasakan gejala ringan. Kedua, bayangan yang terlanjur terpatri bahwa Covid-19 seram dan mematikan. Jadi, takut membuat orang tua kepikiran. Ketiga, jika satu -- dua keluarga tahu, maka kemungkinan besar akan menyebar. Ada kemungkinan akan ada pertanyaan yang masuk melalui media sosial. Bukannya keberatan, tetapi saya mempersiapkan skenario terburuk kalau nantinya sakit kami menjadi parah. Sehingga kami gak bisa merespons perhatian yang datang.
Kami lalu memberitahu berita ini ke Keluarga Kramat dan Keluarga Kelapa Gading. Pikiran utama kami tertuju kepada ibu yang sudah 82 tahun. Maka kami minta Keluarga Kelapa Gading untuk membawa ibu tes juga. Labnya sama, Bumame Sunter, Jakarta. Lalu ponakan juga tes, karena di hari Jumat saya satu mobil dengan dia. Tapi kami berdua pakai masker double. Hasil keduanya, Puji Tuhan, negatif.
Satu persoalan selesai. Berikutnya mempersiapkan isoman. Kami putuskan untuk isolasi mandiri di Bogor. Namun, kami harus pulang ke Kramat untuk mengambil barang. Juga ke Kelapa Gading untuk mengambil alat kerja dan logistik untuk 1-2 hari ke depan.
Kami pamit dengan Ibu untuk kembali ke Bogor. Kami saling melambai tangan. Tampak wajah ibu dari balik pintu kaca sedikit khawatir, tetapi penuh keyakinan. Doanya pasti menyertai kami.
Tercatat, hari Minggu, 11 Juli 2021 secara resmi kami mulai isoman. Kami juga lapor ke Ketua RT dengan melampirkan hasil tes.
Sampai sore kami masih menertawakan keadaan. Apalagi memang saya beberapa kali membayangkan kalau suatu saat kena Covid-19, akan isoman di Bogor. "Kamu sih! Gara-gara kamu nih bayang-bayangin yang enggak-enggak, sekarang beneran kejadian!" canda Sari.
Malam menjelang. Kompleks perumahan masih seperti biasanya. Sepi. Anak-anak yang biasanya bermain di depan rumah berangsur pulang. "Hayo pulanggg, udah magrib," terdengar teriakan ibu mereka dari rumah masing-masing.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!