Selama di Kota Hujan, tubuh tidak menunjukkan gejala aneh. Malam minggu di Bogor, seperti malam-malam biasanya. Nyantai di sofa rumah saja. Karena tenggorokan gak enak, Sari, isteri saya, suka iseng mengolesi leher dan hidung saya dengan minyak kayu putih.
Saya sering mengelak jika diolesi minyak kayu putih, karena baunya yang menyengat. Tetapi, Sari sangat suka aroma eucalyptus itu. Keanehan terjadi saat saya tidak bisa menyium minyak kayu putih, "Eh, kok ini saya tidak bisa mencium baunya?!?!?!?!"
Kontan, Sari beranjak dari duduknya. Masuk ke kamar dan kembali lagi. Ada yang berbeda dari penampilannya. Ya, kali ini dia sudah memakai masker. Dalam hati, "Kurang aja juga nih. Tapi ya udah gak efek kali kalau makenya sekarang, hihihi."
Setelah tahu saya anosmia, suasana masih enjoy. Bedanya, malam itu kami tidur pisah ranjang dan pisah kamar, hahaha. Sekali lagi, ya udah gak efek. Eh sebentar, apa itu anosmia? Biar gak sok teu, saya kutipkan nih dari Halodoc.
Anosmia adalah kondisi di mana seseorang tidak dapat menghirup atau mencium bau apapun. Keadaan ini dapat bersifat sementara atau permanen di mana penyebabnya bisa karena didapat ataupun bawaan lahir. Indra penciuman yang terganggu dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang terutama saat merasakan makanan.
Jelas gak? Jelas gak jelas, lanjut aja deh ya. Sebelum tidur, saya langsung booking untuk antigen swab test di Bumame Bogor. Hanya untuk saya sendiri, karena Sari masih PD tidak tertular.
Isoman Secara Resmi Dimulai
Minggu pagi cus untuk tes. Setelah antri sejam lebih melalui drive thru. Katanya 30 menit hasilnya akan dikirim melalui WA. Menjelang sampai rumah, HP saya bunyi. Mak dek! Apa ya hasilnya? Hati kecil saya masih berbisik lirih, semoga negatif.
Belum juga keluar mobil, "Sari, positif, nih!"
"Terus??" tanya Sari.