Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rusman: Wayang "Gatotkaca dalam Perspektif Pendidikan"

7 Juni 2018   11:19 Diperbarui: 26 Mei 2019   06:11 3131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gatutkaca, seperti tersenyum di alam sepinya

Arimbi memang memiliki harapan besar terhadap Gatotkaca dan itu adalah hal yang sangat wajar, karena anak itu adalah satu-satunya. 

Karena Gatotkaca adalah jagonya para dewa sehingga kesaktiannya hampir menyamai ayahnya, dan juga karena sang ibu adalah pewaris sebuah kerajaan besar, yaitu Pringgondani. 

Arimbi sering memimpikan Kerajaan Pringgondani kelak akan menjadi negeri yang adidaya di bawah kepemimpinan putranya. Negeri yang kuat, kaya dan makmur dengan rajanya yang sakti mandraguna.

Kalau begitu, mengapa Arimbi perlu bertanya kepada anaknya tentang "ingin jadi apa"?

Bukankah sudah pasti Raden Gatotkaca terjamin masa depannya? Bukankah tidak mungkin pria muda di depannya ini akan menjadi gelandangan yang terlantar di pinggir jalan?

Ya, tentu tidak mungkin seperti itu. Gatotkaca memiliki segalanya, mulai dari harta, status sosial, kesaktian, dan darah biru.

Lantas, mengapa harus ditanyakan masa depannya? Arimbi terlalu mengada-ada mungkin.. Tapi ternyata bukan begitu.

Sebenarnya pertanyaan tadi lebih merupakan luapan kebahagiaan seorang ibu, yakni tentang masa depan anaknya yang sudah pasti akan gemilang.

Di sini sang ibu hanya ingin sedikit jawaban, ya sedikit saja tapi tegas, "aku ingin menjadi seorang raja besar, ibu!"

Betapa bangganya wanita yang sehari-hari tidak banyak berbicara itu, andaikan buah hatinya mengungkapkan perasaan seperti itu. 

Alangkah senang dan bahagianya aku jika putraku satu-satunya ini menjawab sambil berdiri dan mengepalkan tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun