Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kota Mandiri, Solusi Membangun Keberlanjutan Indonesia

28 Maret 2024   10:53 Diperbarui: 29 Maret 2024   07:25 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kota Mandiri (KOMPAS.com)

"Tiny House Nation", sebuah film dokumenter yang tayang di Netflix pada tahun 2019. Film ini dibintangi oleh John Weisbarth & Zack Giffin yang berkeliling Amerika untuk membantu banyak keluarga menyiapkan gaya hidup mungil dan membangun rumah mini yang disesuaikan dengan pemiliknya.

Film dokumenter ini menggambarkan bagaimana membangun harmoni ketersediaan lokasi, bentuk bangunan, ornamen di setiap sudut yang memanfaatkan potensi alam dengan sentuhan minimalis modern dari sisi arsitekturnya.

Seni dalam film Tiny House Nation adalah bagaimana membangun kepercayaan atau trust building, meyakinkan keluarga, pertaruhan kenyamanan untuk sebuah tempat tinggal dengan prinsip 'sustainable living' di kota yang mayoritas berpenduduk urban.

Tak hanya dalam film, bicara soal kota, namun juga dunia musik menyampaikan hal yang sama di Indonesia. Beberapa musisi Indonesia, seperti Koes Plus, Iwan Fals, Slank, Fourtwnty, Naif, Fiersa Besari, Abdul dan lainnya menyuarakan hal yang sama.

Salah satu musisi dengan penggalan lirik lagu tentang kota dan harmoni alam adalah Naif, dengan judul Dia adalah Pusaka Sejuta Umat: Manusia berkembang menurut // Perkembangan jaman yang ada // Tengoklah kiri dan kanan sudah // Banyak gedung yang tinggi menjulang // Pohon-pohon yang dulu hijau kini // Telah berubah menjadi batu // Kurasa manusia kini tak pernah // Peduli lagi dengan alamnya (https://hot.detik.com/2020).

Lagu ini pada dasarnya menyuarakan bagaimana kemudian banyak perubahan pada lingkungan yang menjadi hunian atau tempat tinggal penduduk, namun justru banyak dari mereka yang tak peduli lagi dengan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi di mana-mana.

Sekilas, mungkin terasa paradoks dengan pergerakan Kota Mandiri yang dibangun dengan dasar keberlanjutan. Namun justru lagu ini menjadi pemantik bagaimana kemudian hunian penduduk menjadi sebuah ide untuk green and smart living, bersifat ramah lingkungan, meminimalisir emisi karbon dan sebagai ruang istirahat dan edukasi pengembangan hidup harmoni dengan alam.

Konotasi Kata "Kota"

Kata 'Kota' seringkali dikonotasikan dengan  hunian masyarakat yang memiliki berbagai fasilitas dan aksesibilitas mudah. Kota juga digambarkan dengan kehidupan yang inidividualis, semua terjamin, tercukupi dengan gaya masyarakatnya yang modern.

Namun definisi 'Kota' sendiri pada dasarnya adalah tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk (Branch, 1996), sedangkan perkotaan adalah area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu pemukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu. 

Berdasarkan definisi Branch (1996), maka Kota dapat dimaknai sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, sebagian besar lahannya telah terbangun dengan berbagai fasilitas dan aksesibilitas dimana perekonomiannya bersifat non-pertanian.

Dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa Kota adalah pemukiman atau kegiatan penduduk yang mempunyai Batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta pemukiman yang mencirikan watak kehidupan perkotaan.

Adapun kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan juga nantinya dapat berperan sebagai wilayah nasional dan menjadi simpul layanan-jasa.

Kota dan Kawasan perkotaan ini kemudian mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi.

Dari segi bentuk perkotaannya dapat berkembang menjadi kota yang berbentuk konsentris, banyak pusat (multi nuclei), radial, bintang (star), cincin (ring), berdasarkan lokasi dan posisinya, contohnya kota tepian pantai (waterfront city), kota di tengah ladang (agropolitan atau agropolis) dan kota gunung, dan dapat pula ditinjau besarannya, kota raya, kota besar, kota sedang dan kota kecil di luar negeri ada beberapa kategori yaitu megalopolis, metropolis, big city, city, big town, dan town (Idrus, 2014).

Apapun versi dan pola perkotaan, umumnya kota-kota tidak homogen secara struktur tata ruang, daerah pusat perkotaan mempunyai tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terletak bukan di daerah pusat perkotaan. Kepadatan kegiatan di daerah pusat perkotaan menimbulkan kurangnya efektifitas dan efisiensi.

Oleh karena itu harus diupayakan untuk disebarkan ke pusat-pusat konsentrasi yang lebih kecil yang berada disekitarnya. Pusat-pusat konsentrasi (penduduk dan kegiatan perkotaan) yang lebih kecil itu tersebar di beberapa tempat (tingkat kepadatan dan kemacetannya lebih rendah).

Pusat-pusat konsentrasi yang lebih kecil dan tersebar letaknya inilah yang kemudian dikembangkan sebagai Kota Mandiri. Kota Mandiri kurang lebih berarti sebagai pusat konsentrasi yang memiliki fungsi pengembangan seperti perumahan, pelayanan umum, pusat jasa dan perdagangan serta kegiatan manufaktur (skala kecil), yang diharapkan mampu menyerap sebagian besar dari pertumbuhan urbanisasi dan berbagai kegiatan perkotaan yang cenderung meningkat cepat, jika diberikan akan selalu mengarah (menuju) ke pusat kota utama.

Kota Mandiri, juga menjadi sebutan bagi kota yang memiliki berbagai fasilitas publik canggih dan pintar. Kota Mandiri digadang-gadang sebagai sebuah tempat dimana semua aksesibilitas didapatkan dengan mudah oleh Masyarakat.

Kota Mandiri mulai dicanangkan oleh pemerintah Indonesia pada 2012 yang saat itu diajukan oleh Real Estate Indonesia (REI) untuk mulai membangun 10 kota mandiri di Indonesia, seperti Sumatera Utara, Gresik, Maja, Sulawesi dan Kalimantan Selatan (https://ekonomi.bisnis.com/, 2014).

Sejak 2007, Indonesia mulai bebenah dengan mencanangkan penataan ruang terbuka melalui UU No.26/2007 dimana ' 30% lahan perkotaan harus Ruang Terbuka Hijau' (bukan privat maupun publik) yang sifatnya sebagai penyeimbang kepadatan kota yang semakin terpolusi dengan berbagai aktivitas manusia. Pemerataan mulai digalakkan dengan Pembangunan 'Kota Baru' sebagai bentuk pemecahan dari kota utama.

Dengan pembentukan kota-kota mandiri di samping kota pusat utama diharapkan pemanfaatan sumberdaya tata ruang perkotaan akan lebih efektif dan efisien, pembangunan gedung-gedung dan bangunan akan konsisten dan tertib sesuai dengan rencana tata guna lahan yang telah ditetapkan, kesemrawutan, kepadatan dan kemacetan lalu lintas dapat dikurangi, kegiatan-kegiatan perkotaan (perdagangan, industri dan jasa) akan berkembang secara merata dan terlaksana secara efektif dan efisien, kondisi lingkungan hidup di daerah perkotaan dapat dikendalikan.

Berkembangnya kegiatan-kegiatan perkotaan secara merata dan meningkat itu merupakan potensi bagi penerimaan pendapatan daerah tersebut dapat digunakan untuk membiayai pembangunan perkotaan baik fisik maupun non fisik secara berkelanjutan.

Sumber: Ilustrasi Kantor Hijau, https://www.istockphoto.com/id.
Sumber: Ilustrasi Kantor Hijau, https://www.istockphoto.com/id.

Mengapa penting bagi Indonesia memiliki Kota Mandiri?

Sebagai negara dengan populasi 279,195,855 pada 26 Maret 2024 (https://www.worldometers.info/, 2024), menggambarkan betapa padatnya jumlah penduduk yang ada saat ini.

Indonesia juga menjadi negara keempat di dunia dengan populasi terpadat, sehingga kepadatan penduduk saat ini mencapai 153 per Km2 atau 397 orang per m2, dengan total luas area 1,811,570 Km2 (699,451 sq. miles).

Masyarakat urban dalam hal ini mendominasi pertumbuhan populasi dengan jumlah 163,963,233 jiwa atau 59,1% di tahun 2023 dan rata-rata berumur 29,9 tahun.

Dengan ketersediaan kondisi lahan yang semakin terbatas, tentunya konsep Kota Mandiri sebagai hunian yang menawarkan kemudahan dan fasilitas bagi penduduk urban adalah hal yang ditunggu.

Penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat urban sebagai pangsa pasar utama, konsep Kota Mandiri tentu saja mengadopsi 'green building', kluster rumah yang 'ramah lingkungan', desain hunian yang menyesuaikan dengan karakteristik urbanism. Ditambah kemudahan akses dan infrastruktur, seperti sarana jalan, transportasi, fasilitas publik, dan permukiman yang terintegrasi sebagai penunjang fasilitas yang musti dipenuhi dalam konsep ini.

Prinsipnya, Kota Mandiri harus melihat beberapa faktor penting yang menjadi syarat utama:

1) Mendasarkan pada peta dan karakteristik lahan, seperti peta tanah, peta air, peta vegetasi dan peta lain yang menjadi dasar pendirian bangunan

2) Mengedepankan lingkungan 'hijau' untuk menjamin quality life penduduk urban lebih baik dengan ketersediaan lingkungan yang sehat dan based on natural guna menjaga ekosistem dan biodiversity.

3) Water treatment plant sebagai penampung air dan tata kelola air yang berpadu padan dengan ketersediaan lahan hijau, sebagai area konservasi

4) Tata Kelola sampah dan fasilitas pengolahan sampah, seperti pengolahan pupuk kompos, pemilahan sampah, ataupun pengolahan sampah rumah tangga menjadi eko-enzim.

5) Desain jalan juga harus dibuat secara terkoneksi dengan semua kebutuhan fasilitas. Pola loop saat ini banyak sekali dipilih sebagai desain jalan di Kota Mandiri karena menyediakan privasi, keamanan dan bentuk jalan buntu yang ekonomis tanpa kesulitan untuk berputar kembali. Dengan pola jalan ini dapat direncanakan beberapa pola pengelompokan rumah.

6) Kluster rumah. Kluster perumahan dalam Kota Mandiri sengaja dilakukan untuk mempermudah pengelolaan dan tata asri perumahan. Bentuk lain yang juga menjadi karakteristik perumahan Kota Mandiri adalah mixed use dan superblock, dengan fungsi hunian, komersial, perkantoran dan lainnya sesuai dengan fungsi peruntukan lahan  Selain itu, rumah tapak atau rumah tunggal menjadi desain hunian yang diutamakan karena menyesuaikan dengan kontur tanah dan kondisi lingkungan disekitarnya (https://www.kompas.com., 2022).

7) Kelengkapan fasilitas dengan penyediaan sarana mulai dari perkantoran bisnis-ekonomi, perkebunan on farm-off farm, perdagangan, pendidikan, olah raga, layanan publik, rekreasi, ramah terhadap disabilitas, ruang hijau dan lainnya.

Hal yang mungkin menjadi pemikiran bersama adalah, dengan kelengkapan berbagai fasilitas ini, tentu saja pilihan untuk tinggal di Kota Mandiri bukanlah hal yang 'murah' atau 'terjangkau'.

Ditambah dengan karakterisktik gen Z menurut https://www.cnbcindonesia.com/, 2024., yang mengutip dari Jakpat, dimana menjadi populasi terbesar dari penduduk di Indonesia, justru sebanyak 36% dari 587 responden justru memilih menyewa property karena belum siap finansial.

Gen Z lebih proper untuk menyewa, dengan alasan harga lebih murah (22%), lokasi yang strategis (18%) serta aturan mutasi kerja (11%) menjadi alasan mengapa 'menyewa property' lebih baik daripada membelinya'dan apartemen justru menjadi pilihan (30%) gen Z.

Namun di sisi lain, berita bagusnya adalah pemerintah Indonesia menargetkan inflasi tetap terjaga di level 1,5%-3,5% agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5%-6% dalam jangka menengah hingga 2029. Sehingga akan mendorong pendapatan rata-rata Masyarakat termasuk Gen-Z atau Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita bisa tembus di atas US$ 5.000 atau Rp 87,12 juta per tahun (Rp 7, 26 juta per bulan) pada 2025. 

Nilai ini tentu saja berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 dimana kita pada posisi US$ 4.919,7 atau Rp 75 juta per tahun (Rp 6,25 juta per bulan) (https://www.cnbcindonesia.com/, 2024).

Dengan kenaikan PDB ini tentu saja menjadi harapan baru dalam geliat ekonomi pengembangan Kota Mandiri yang terkait dengan hunian penduduk Indonesia terutama gen Z yang mendominasi sebagian besar jumlah penduduk.

Kota Mandiri menjadi penting bagi Indonesia karena berbagai alasan dan faktor utama, seperti jumlah populasi yang terus bertambah, menyempitnya lahan, alih fungsi lahan, degradasi lingkungan, kerusakan lahan yang semakin kritis dengan geliat ekonomi yang terus tumbuh.

Minimal, penggunaan lahan optimal, berimbang dengan laju pertumbuhan ekonomi semakin baik, serta pengendalian populasi dengan model selektifitas yang menjadi ciri khas gen Z mampu menjadi risk mitigation dari dampak negatif dari adanya menyempitnya lahan. Karenanya, Kota Mandiri yang bersifat berkelanjutan di Indonesia menjadi kebutuhan untuk kelestarian lingkungan yang lebih baik di masa mendatang.

Nilai keberlanjutan Kota Mandiri di sini, tentu dari sisi kelestarian lingkungan dapat dipertahan dengan pola optimalisasi pemnfaatan lahan dan konservasi lahan hijau melalui penataan kota yang lebih baik di tengah fenomena urbanisasi yang semakin pesat berkembang dan menjadikan Kota Mandiri sebagai pemukiman, perkantoran, dan pusat bisnis yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan sesuai dengan SDGs 11 'Sustainable Cities and Communities', dengan Pembangunan kota terpadu, infrastruktur, pelayanan perkotaan seperti penanganan kualitas air, udara, sampah dan lainnya, minimalisir resiko kebencanaan hingga perubahan iklim yang terjadi di perkotaan sesuai dengan the Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun