Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bandung 1965, Rp 1000 Jadi Rp 1 dan "Panic Buying"

20 Maret 2020   18:05 Diperbarui: 21 Maret 2020   21:51 2793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Headline Pikiran Rakjat 14 Desember 1965-Foto: Irvan Sjafari/Repro Perpusnas.

Praktis pada November 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) di Jawa Barat sudah porak poranda, sebagian dibubarkan anggotanya sendiri. Sebagian kecil pengurus dan anggotanya diburu dan ditangkap.

Seperti yang saya ungkap dalam tulisan sebelumnya, ada anggota PKI yang terbunuh, tetapi tidak semasif kawan-kawannya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Pada 2 Desember 1965, Pikiran Rakjat melaporkan bahwa di Kabupaten Garut telah ditangkap oknum Gerakan 30 September 1965 sebanyak 278 orang. Brosur-brosur PKI juga disita. Itu salah satu dari sedikit berita terkait dengan PKI di Jabar menjelang akhir 1965.

Minggu terakhir November hingga akhir Desember 1965, perhatian masyarakat kota Bandung seperti diungkap dalam Pikiran Rakjat tidak lagi berfokus kepada penangkapan terhadap anggota PKI dan cerita-cerita soal rencana PKI untuk mengusai Jawa Barat. Mereka lebih khawatir dan resah dengan kenaikan harga sembako, bensin dan minyak tanah.

Harga beras kualitas I di Pasar Baru Bandung sejak 22 November meningkat dari Rp.2.200 mencapai Rp2.500 per kilogram. Kenaikan harga tersebut terjadi setelah dinaikannya harga resmi bensin menjadi Rp250 per liter. Bahkan pada awal Desember 1965 harga minyak tanah sudah mencapai Rp400 per liter.

Harga sayur mayur juga meningkat tidak terlalu tinggi. Sayur kangkung Rp350 menjadi Rp400, kol putih Rp650 menjadi Rp800, bayam Rp350 menjadi Rp450.

Mulanya sumber Pikiran Rakjat dari pejabat menuding kenaikan harga beras disebabkan banyaknya pedagang yang menimbun melebihi jumlah yang ditetapkan dalam surat izin penyimpanan. Pedagang tak mematuhi penetapan harga yang dikeluarkan oleh Panitia Harga di daerah masing-masing.

Faktor utama yang menjadi alasan para pedagang menaikan harga ialah pengangkutan yang sulit dan ongkosnya yang mahal. Apalagi dengan menaikan harga bensin baru-baru ini serta kenaikan harga-harga kebutuhan lainnya seperti minyak tanah, sayur mayur dan lauk pauk.

Pada 13 Desember 1965 Presiden Sukarno mengeluarkan Penetapan Presiden No 27/1965 yang berlaku pada pukul 20.00. Pen-Pres itu menetapkan nilai perbandingan antara uang rupiah lama yang beredar di luar Provinsi Irian Barat dengan uang rupiah baru, yaitu Rp1.000 uang lama sama dengan Rp1 uang baru.

Dalam Pen/Pres itu semua jenis uang kertas Bank Negara Indonesia dari pecahan Rp10 ribu dan Rp5.000 yang berlaku sebelumnya, setelah satu setengah bulan diberlakukan rgulasi ini tidak lagi merupakan alat pembaran yang sah. Sementara semua jenis uang kertas pemerintah dan pecahan Rp100 ke bawah berlaku hingga enam bulan. 

Kebijakan itu sebetulnya bukan sanering, tetapi redenominasi tidak mengurangi nilai mata uang tersebut sehingga tidak mempengaruhi harga barang. Tujuan kebiakan redenominasi pada intinya adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dalam bertransaksi.

Itu kalau masyarakat mengerti. Masalahnya banyak yang tidak. Harga barang-barang menjadi simpang-siur karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah ihwal redenominasi.

Warga Bandung pun memberikan reaksi spontan terhadap Pen Pres No 27/65 tentang pengeluaran Rupiah Baru. Keesokan harinya, Selasa 14 Desember 1965 para pedagang di kota Bandung menaikan harga, toko-toko dan pasar menjadi sibuk, orang menuarkan uang pecahan Rp10 ribu dan Rp5.000 dengan barang. 

Para pedagang pun menutup tokonya dan tidak mau mengeluarkan barang hingga mengelisahkan pembeli.

Toko Serba Ada Sarinah di Jalan Braga mampu meraup Rp20 juta dalam dua jam. Itu pun dengan pembatasan setiap orang hanya boleh beli dua barang. Tiap jenisnya hanya boleh satu potong. Kalau dibebaskan lebih dari itu. Penjualan seperti ini hanya biasanya di tiap Sabtu-Minggu.

Harga beras pun menjadi tidak terkendali. Para pedagang beras menolak pembayaran yang masih sah, yatu pecahan Rp10.000 dan Rp5.000. Pihak yang berwajib pun menjadi berang.

Enam pedagang dan pemilik toko di Bandung pada 16 Desember 1965 ditangkap kepolisian yang bekerja sama dengan POM, PAU dan Kujang.

Kasi Pendak VIII Jabar Kompol I EG Lumy mengatakan, menuntut para pedagang itu berdasarkan Pen-Pres No 11/1963 tentang tindakan subversi dengan ancaman hukuman mati. Padahal mereka sudah diberi peringatan sebelumnya dan sudah berjanji menaati pemerintah.

Masalah selesai? Tidak. Hanya dalam kurang seminggu beras menghilang dari pasar. Pedagang beras di Kota Bandung hari yang lalu hanya menunggu kotak-kotak beras yang kosong, sekalipun ada isinya hanya ketan dan bakatul.

Terakhir para pedagang hanya punya beras pada 16 Desember punya persedian beras, tiap pembeli sudah dibatasi 5 kg. Beras ketan sudah seharga Rp3.500 per kilogram dan bekaltul Rp400 dan Rp1.500 per kilogram. Jagung biji Rp1.400 dan Rp1.500 per kilogram.

Sebuah poscard tentang Kota Bandung 1965 | Foto: flickr.com/photos/92585522@N05
Sebuah poscard tentang Kota Bandung 1965 | Foto: flickr.com/photos/92585522@N05
Situasi ekonomi ini menambah pelik masalah karena saat itu Indonesia sedang dilanda keguncangan setelah peristiwa Gerakan 30 September. 

Ketua Partai Kristen Indonesia juga salah satu menteri ekonomi Indonesia Frans Seda mengingatkan bahwa rakyat sudah terlalu lama menunggu penyelesaian politik dalam soal G30S. Hal ini bisa menimbulkan turunnya kewibawaan pemerintah. Begitu juga kalau masalah krisis bensin, krisis beras tidak bisa diatasi.

Pada 1965, tingkat peredaran uang naik hingga 161 persen. Sementara inflasi mencapai 592 persen. Bantuan asing berhenti karena Sukarno menampik bantuan dana sebesar 400 juta dollar AS dari International Monetary Fund (IMF). Investasi juga merosot tajam.

Tetapi ekonomi yang makin morat-marit, serta ketegangan politik yang kian memuncak, agaknya tidak membuat dunia hiburan tiarap. Perayaan pergantian tahun dari 1965 ke 1966 tetap berlangsung di sejumlah tempat di Kota Bandung. Kalangan orang kayu baru tidak terganggu.

Grand Hotel Priangan menggelar hiburan menyambut Malam Natal 24 Desember 1965 menghadirkan Band Gita Remaja dan Malam Natal Kedua 25 Desember 1965 dengan hiburan Band Budhiana.

Sementara pada Malam Tahun Baru 31 Desember 1965, Band Gita Remaja maupun Band Budhiana tampil sekalian.

Sementara di Gelora Saparua Travel & Tourist Bureau juga menyelenggarkan Malam 1966 dengan menghadirkan Ernie Johan, Alfian, Titiek Puspa, Lilis Suryani dan Diah Iskandar. Begitu juga di Balai Pertemuan Sangkuriang pada 31 Desember 1965 Band Cresendo dan Band Eka Djaja Combo.

Iklan Acara Tahun Baru di Pikiran Rakjat-Foto: repro Irvan Sjafari dari koleksi Perpusnas.
Iklan Acara Tahun Baru di Pikiran Rakjat-Foto: repro Irvan Sjafari dari koleksi Perpusnas.
Sementara rakyat kecil di kota kembang ini menghadapi cobaan lain lagi.Bandung pada akhir 1965 hujan lebat melanda Bandung, banjir besar melanda daerah sepanjang kali Cikapundung, Jumat petang 24 Desember 1965, sebanyak 750 KK dan lima ribu jiwa mengungsi.  

Puluhan rumah mengalami kerusakan. Kampung Gang apandi, Gang Legok Kangkung, Kampung Cidurian, Babakan Surabaya dilaporkan terendam.

Hingga akhir 1965, satu-satunya kekuatan yang belum memberikan reaksi nyata dan sebetulnya adalah kekuatan yang sangat signifikan di Kota Bandung adalah mahasiswa yang jumlahnya mencapai puluhan ribu. Mereka mulai kehilangan kesabarannya.

Irvan Sjafari

Sumber Primer:
Pikiran Rakjat, 1 Desember 1965, 2 Desember 1965, 14 Desember 1965, 15 Desember 1965, 17 Desember 1965, 22 Desember 1965

Sumber Sekunder:
tirto.id
kompas.com
kompasiana.com/jurnalgemini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun