Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bandung 1965, Rp 1000 Jadi Rp 1 dan "Panic Buying"

20 Maret 2020   18:05 Diperbarui: 21 Maret 2020   21:51 2793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Headline Pikiran Rakjat 14 Desember 1965-Foto: Irvan Sjafari/Repro Perpusnas.

Itu kalau masyarakat mengerti. Masalahnya banyak yang tidak. Harga barang-barang menjadi simpang-siur karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah ihwal redenominasi.

Warga Bandung pun memberikan reaksi spontan terhadap Pen Pres No 27/65 tentang pengeluaran Rupiah Baru. Keesokan harinya, Selasa 14 Desember 1965 para pedagang di kota Bandung menaikan harga, toko-toko dan pasar menjadi sibuk, orang menuarkan uang pecahan Rp10 ribu dan Rp5.000 dengan barang. 

Para pedagang pun menutup tokonya dan tidak mau mengeluarkan barang hingga mengelisahkan pembeli.

Toko Serba Ada Sarinah di Jalan Braga mampu meraup Rp20 juta dalam dua jam. Itu pun dengan pembatasan setiap orang hanya boleh beli dua barang. Tiap jenisnya hanya boleh satu potong. Kalau dibebaskan lebih dari itu. Penjualan seperti ini hanya biasanya di tiap Sabtu-Minggu.

Harga beras pun menjadi tidak terkendali. Para pedagang beras menolak pembayaran yang masih sah, yatu pecahan Rp10.000 dan Rp5.000. Pihak yang berwajib pun menjadi berang.

Enam pedagang dan pemilik toko di Bandung pada 16 Desember 1965 ditangkap kepolisian yang bekerja sama dengan POM, PAU dan Kujang.

Kasi Pendak VIII Jabar Kompol I EG Lumy mengatakan, menuntut para pedagang itu berdasarkan Pen-Pres No 11/1963 tentang tindakan subversi dengan ancaman hukuman mati. Padahal mereka sudah diberi peringatan sebelumnya dan sudah berjanji menaati pemerintah.

Masalah selesai? Tidak. Hanya dalam kurang seminggu beras menghilang dari pasar. Pedagang beras di Kota Bandung hari yang lalu hanya menunggu kotak-kotak beras yang kosong, sekalipun ada isinya hanya ketan dan bakatul.

Terakhir para pedagang hanya punya beras pada 16 Desember punya persedian beras, tiap pembeli sudah dibatasi 5 kg. Beras ketan sudah seharga Rp3.500 per kilogram dan bekaltul Rp400 dan Rp1.500 per kilogram. Jagung biji Rp1.400 dan Rp1.500 per kilogram.

Sebuah poscard tentang Kota Bandung 1965 | Foto: flickr.com/photos/92585522@N05
Sebuah poscard tentang Kota Bandung 1965 | Foto: flickr.com/photos/92585522@N05
Situasi ekonomi ini menambah pelik masalah karena saat itu Indonesia sedang dilanda keguncangan setelah peristiwa Gerakan 30 September. 

Ketua Partai Kristen Indonesia juga salah satu menteri ekonomi Indonesia Frans Seda mengingatkan bahwa rakyat sudah terlalu lama menunggu penyelesaian politik dalam soal G30S. Hal ini bisa menimbulkan turunnya kewibawaan pemerintah. Begitu juga kalau masalah krisis bensin, krisis beras tidak bisa diatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun