Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Keluh Ernest Prakasa, Kisah Volodymyr Zelensky, dan Gairah Giring Ganesha

26 Agustus 2020   08:20 Diperbarui: 27 Agustus 2020   05:56 2047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Volodymyr Zelensky merayakan kemenangan di Pilpres Ukraina 2019 (Foto: AFP/Genya Savilov)

Cuitan Ernest Prakasa kemarin, 25/8, di akun Twitter-nya kontan menuai beragam reaksi dari warganet. Komedian itu mengecam Partai Solidaritas Indonesia, selanjutnya  saya singkat PSI, yang mengajukan Giring selaku calon presiden.

Koh Ernest kecewa. Ia layaknya orang yang jatuh cinta kemudian patah hati tiada terkira.

Selama ini saya secara terbuka menyatakan simpati terhadap perjuangan rekan-rekan di PSI, mengamini niat mereka untuk memperbaiki iklim perpolitikan di Indonesia. Pencalonan Giring sebagai Capres, apa pun motifnya, telah mengakhiri simpati itu. ~ Ernest Prakasa

Tentu saja kita semua tahu bagaimana rasanya kecewa. Kita pasti maklum betapa memilukan saat simpati yang tumbuh beranak pinak di hati mendadak diterjang kemarau berkepanjangan.

Ernest tidak tanggung-tanggung dalam menumpahkan kekecewaannya. Beberapa cuitan akun PSI yang mengasongkan soal pencalonan Giring langsung ia embat. Tarikan gasnya juga variatif. Ada yang agak kencang, ada yang sangat kencang. Pendek kata, ngegas!

Saya bisa menerima sikap skeptis Ernest yang disampaikan secara terang-terangan. Tidak sedikit orang di Nusantara yang hilang simpati pada politisi akibat perilaku sendiri. PSI muncul dengan usungan suasana baru yang menjanjikan dan menyegarkan. Begitu awal mulanya.

Pada sisi lain, ada satu hal yang sepertinya sengaja diabaikan oleh Ernest. Semua warga negara Indonesia berhak untuk diajukan atau mengajukan diri sebagai calon presiden.

Pada sisi lain, seluruh kader PSI, termasuk Giring, mesti menyadari bahwa kebebasan semua orang untuk berpendapat dilindungi oleh konstitusi.

Hak kebebasan berpendapat itu diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Jadi, Ernest yang mual-mual boleh memuntahkan isi hatinya.

Volodymyr Zelensky, Pelawak yang Terpilih sebagai Presiden Ukraina

Koh Ernest sempat mempertanyakan kapasitas dan pengalaman politik Giring untuk diajukan sebagai calon. Pertanyaan yang jelas berkelindan di dalam benak banyak orang. 

Bedanya, komedian itu berani mengicaukan risau hatinya. Ia tidak mau makan hati sendiri atau makan di dalam seperti kebanyakan orang yang demam misuh-misuh, menggerutu, dan menggunjing.

Tidak. Kapasitas dan pengalaman politik suatu ketika bisa ditepis oleh konstituen sebagai alat ukur dalam memilih seseorang menjadi pemimpin. Ada orang yang memilih karena sok kenal; ada yang terpikat paras; ada yang bergantung pada berapa lembar uang kertas terselip di dalam amplop; ada yang bertumpu pada alasan "asal pilih".

Jumlah pemilih yang memilih kandidat karena memang layak dan patut dipilih sungguh amat terbatas. Pemilih rasional dan cerdas masih belum banyak. Tidak heran jika kualitas pemimpin, entah eksekutif entah legislatif, dari pemilu ke pemilu masih begitu-begitu saja. Itu di negara kita.

Jauh di luar sana, di sebuah negara pecahan Uni Soviet, pelawak ternyata bisa menjadi pemimpin. Volodymyr Zelensky namanya. Ia seorang komedian biasa yang sering menjadikan politisi dan kondisi politik sebagai bahan lawakan. Bukan di panggung tersembunyi, melainkan dalam acara teve yang ditonton banyak pemirsa.

Servant of the People. Begitu judul serial komedi yang dibintangi oleh Zelensky. Pelayan Rakyat. Judul yang penuh pesan politik dan sarat kritik. Ia berperan sebagai guru sejarah yang kerap mengeluhkan perilaku politisi dan kondisi politik..

Lewat serial komedi yang masyhur di Ukraina itu Zelensky berperan sebagai tokoh protagonis. Vasyl Petrovych Holoborodko. Itulah nama sang guru juru keluh.

Suatu ketika saat sedang misuh-misuh, ia berorasi tentang kesia-siaan pemilu lantaran politisi pada akhirnya akan mencuri uang rakyat. Orasi itu divideokan oleh siswanya dan mendadak viral.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Episode berisi orasi itu tayang pada tahun 2015. Holoborodko berkata, "Jika saya bisa berkuasa di sana, selaku Presiden, hanya dalam waktu seminggu akan saya tunjukkan kepada mereka bagaimana seharusnya melayani rakyat."

Setakat itu, Zelensky menyadari bahwa ocehan, sindiran, dan kritikannya lewat panggung komedi sama sekali tidak mengubah apa pun. Pemerintah tetap menjadi "orang-orang yang suka memerintah". Tidak ada yang bersedia menjadi abdi atau pelayan. Mereka lebih sering main tunjuk dan jarang menunduk di hadapan rakyat yang seyogianya mereka layani.

31 Maret 2018. Partai politik bentukan Zelensky dan kolega secara resmi terdaftar di negara. Nama partai pun sama dengan judul serial komedinya. Servant of the People. Pelayan Rakyat. Tidak sedikit rakyat Ukraina yang menyangka Zelensky sedang mengolok-olok parpol yang ada dan bertungkus lumus di zona nyaman.

Pelawak kelahiran 25 Januari 1974 di Kryvyi Rih, Ukraina, itu kemudian mengajukan diri selaku calon presiden. 1 Januari 2019. Saat itulah rakyat Ukraina mulai terperangah.

Zelensky tidak sedang melawak. Ia tidak sedang memerankan adegan fiktif tentang guru yang ingin menjadi presiden. Ia benar-benar maju selaku capres dan bersungguh-sungguh menantang petahana.

Gorengan Zelensky selama kampanye sangat keren. Antikorupsi. Jika rakyat Ukraina percaya kepada alumnus Fakultas Ilmu Hukum di Kyiv National Economic University, ia akan mengubah kebiasaan korup para penyelenggara negara.

Tatkala mengikuti debat capres, Zelensky berkata dengan lantang di hadapan petahana Poroshenko.

"Aku hanya orang biasa yang ingin mengubah sistem yang ada. Aku adalah hasil dari kesalahan dan janji-janjimu pada masa lalu. Bagaimana mungkin Ukraina yang merupakan negara termiskin punya presiden yang kaya?"

Manakala Giring Digiring Menjadi Capres

Saya ceritakan kisah Zelensky kepada khalayak pembaca bukan sekadar pamer informasi, bukan. Ini soal kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi atau menimpa kita dalam sejam mendatang. Jangankan sejam, sedetik saja sangat rahasia. Yang sehat bisa sakit, yang kaya bisa miskin, yang hidup bisa mati.

Apakah kisah Zelensky berakhir pahit atau manis? Sangat manis. Pelawak itu berhasil mengalahkan petahana dengan perolehan suara mencapai kisaran 73%. Komedian itu tidak punya pengalaman secuil pun di dunia politik. 

Beliau tidak pernah jadi bupati, tidak pernah jadi gubernur. Toh konstitusi di sana memang tidak saklek menyatakan bahwa calon presiden harus pernah menjadi pejabat publik. Tidak ada.

Bagaimana dengan pencalonan Giring? Vokalis yang mahir jingkrak-jingkrak di panggung itu naga-naganya sudah merasa diyakinkan Tuhan untuk maju sebagai capres. Pengalaman nihil. Satu-satunya pengalaman politik yang ia punyai adalah gagal melangkah ke Senayan. Partainya, PSI, juga tidak lolos ambang batas parlemen.

Giring Ganesha
Giring Ganesha
Mungkinkah Giring akan bernasib seperti Zelensky? Tunggu dulu. Aturan mengajukan capres di negara kita tidak sama dengan ketentuan pencapresan di Ukraina.

Di sini ada ambang batas pencalonan capres-cawapres. Tidak bisa satu parpol asal main usung calon. Ambil contoh pada Pilpres 2019 yang menggunakan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Berikut bunyi Pasal 222 dalam UU tersebut yang mengatur tentang ambang batas pencalonan.

Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan peroleh kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Andai kata masih Undang-Undang itu yang digunakan sebagai aturan pencapresan pada Pilpres 2024, jelas pencalonan Giring hanyalah penggiringan mimpi. Seperti pungguk yang menggiring opini bahwa ia adalah pacar rembulan. Padahal, jauh jantung dari pantat.

Mengapa saya menyebut pencalonan Giring sebatas penggiringan mimpi? Realistis saja. Silakan lihat perolehan suara PSI pada Pileg 2019. Jangankan meraih 25% suara sah secara nasional, ambang batas parlemen yang hanya 4% tidak bisa dipenuhi PSI.

Jangankan meraih 20% kursi DPR, satu kursi saja tidak dapat diduduki. Itu masalah terbesar yang dimiliki oleh PSI jika memaksakan diri menggiring mantan vokalis Nidji.

Kalau ngeyel, mau tidak mau PSI harus berkoalisi dengan partai lain yang punya jumlah raihan suara yang signifikan. Bisa dengan PDI Perjuangan (19,33%), Golkar (12,31%), atau Gerindra (12,57%). Hanya saja, posisi tawar PSI harus cukup kuat untuk menyakinkan partai lain supaya sepakat mengusung Giring. Bisa? Mungkin bisa, tetapi kemungkinan tidak bisa jauh lebih besar.

Jika sudah begitu, sia-sia PSI memaksakan diri menggiring pelaksana tugas Ketua Umum-nya selaku calon presiden. Kecuali undang-undang tentang ambang batas perolehan suara untuk pencapresan diubah sampai nol persen suara atau nol jumlah kursi. Itu juga mustahil, sebab PSI tidak berada di Kubah Hijau Senayan untuk turut membahas dan mengesahkan undang-undang.

Nah, ini yang tampaknya menjadi latar pikir Koh Ernest sampai-sampai ia patah hati. Masuk akal. Lagi pula, Giring bukan Zelensky dan penduduk Indonesia bukan rakyat Ukraina. Perih, Hyung Giring! [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun