Mohon tunggu...
Moh Zein Rahmatullah
Moh Zein Rahmatullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Buruh tulis Kompas Group

Jurnalis yang (trauma) lomba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan Menjegal Sabu dan Indikator Kesejahteraan Pekerja

21 November 2024   18:37 Diperbarui: 21 November 2024   18:43 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengujian sampel bukti narkotika di Polda Kaltim, Kamis (21/11). (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Penangkapan kurir hingga pengedar sabu belakangan ini semakin sering diberitakan. Barang bukti yang disita pun tidak lagi dalam hitungan gram, melainkan kilogram. Program pemberantasan narkoba yang digaungkan pemerintah, seperti Asta Cita, diklaim sebagai latar belakang maraknya operasi semacam ini. Namun, di balik penangkapan demi penangkapan: mengapa rantai peredaran sabu seakan tak pernah putus?

Ambil contoh kasus di Kalimantan Timur, tempat kurir bernama Asbun tertangkap membawa 5 kilogram sabu, disusul pengedar bernama Bahlul dengan 8 kilogram sabu. Keduanya tertangkap di Samarinda dengan barang haram yang dipasok dari Tawau, Malaysia, menggunakan modus yang sama: mengemas sabu dalam bungkus minuman berlabel Malaysia.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Tawau sudah lama menjadi titik utama suplai sabu ke Indonesia. Meski beberapa pelaku ditangkap, seperti Asbun dan Bahlul, rantai peredaran tetap berjalan. Dugaan bahwa mereka bekerja untuk "bos" yang sama sering kali mencuat, namun selalu dibantah oleh aparat.

Jika bukan satu bos, maka dapat diasumsikan produsen sabu di Tawau begitu banyak, sementara pemberitaan penangkapan mereka jarang terdengar. Apakah para produsen ini tidak tersentuh hukum? Ataukah pemberantasan hanya fokus pada pengedar kecil seperti Asbun dan Bahlul?

Dalam kasus Bahlul, diketahui ia diupah Rp 20 juta untuk setiap kilogram sabu yang berhasil dijual. Dengan total penjualan 7 kilogram, ia sudah meraup Rp 140 juta. Jumlah ini jauh melampaui standar UMR di sebagian besar daerah di Indonesia. Bagi orang seperti Bahlul, yang mungkin tidak memiliki pekerjaan tetap, angka tersebut sangat menggiurkan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa akar masalahnya tidak hanya pada permintaan pasar, tetapi juga pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Banyak kurir dan pengedar adalah pengangguran atau pekerja serabutan yang terdesak kebutuhan ekonomi. Mereka melihat pekerjaan sebagai kurir sabu bukan sekadar kejahatan, tetapi peluang cepat untuk keluar dari kemiskinan.

Di sisi lain, pengguna sabu sebagian besar adalah pekerja lapangan yang membutuhkan "suplemen" untuk meningkatkan stamina. Permintaan ini menciptakan rantai pasokan yang terus berjalan, di mana pemasok meningkatkan jumlah barang demi memenuhi kebutuhan pasar. Pola ini sangat sejalan dengan prinsip dasar ekonomi: selama ada permintaan, akan selalu ada penawaran.

Dalam ilmu ekonomi, permintaan dan penawaran adalah konsep dasar yang menggambarkan interaksi antara pembeli dan penjual di pasar. Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang ingin dibeli, sedangkan penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang ditawarkan. 

Hukum permintaan dan penawaran menjelaskan hubungan antara permintaan dan penawaran, dan bagaimana hubungan tersebut memengaruhi harga barang dan jasa. Hukum ini menyatakan bahwa permintaan akan menurun saat harga naik, dan meningkat saat harga turun; penawaran akan meningkat saat harga naik, dan menurun saat harga turun.

Penangkapan pengedar seperti Asbun dan Bahlul tidak serta-merta menghentikan rantai ini. Pemasok besar di luar negeri tetap akan mencari cara baru untuk menyelundupkan barang, mengubah modus, dan merekrut orang-orang baru sebagai kurir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun