Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibuku yang Malang

1 Mei 2021   21:19 Diperbarui: 1 Mei 2021   21:35 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di ruang tengah yang dihiasi sebuah TV tabung berukuran delapan belas inchi dengan amben kecil di depannya beralas tikar pandan, biasanya simbah, Ibu, Bu Lek, dan aku duduk santai sambil menikmati teh hangat.

Kembali nenek yang sebenarnya tidak pintar menurutku, tapi cukup bijaksana mengajakku berbicara masalah Ibu. Aku melihat nenek begitu ragu memulai berbicara, mungkin perlu menata aksara agar tidak melukaiku.

"Le, ibumu terlahir sudah dalam kondisi bisu seperti itu. Jadi kamu nggak usah tanya detail, la wong simbah juga tahunya melahirkan kok. Seingatku, ketika mengandung Sri, nenek tidak berbuat neka-neka, juga tidak mbatin yang aneh-aneh. Namun setelah Sri lahir kok jadi bisu seperti itu.

Waktu itu kan belum banyak tenaga medis. Jadi melahirkan ya hanya dibantu dukun beranak saja. Yang penting lahir sehat, baik bayi maupun ibunya. Sudah itu yang paling penting."

Perempuan yang kulitnya mulai menampakkan keriput di seluruh tubuh itu kembali menghela napas panjang, seakan ada beban berat di hatinya. Aku tidak berani menyela semua kalimat yang disampikan. Kutunggu dengan sabar apa yang akan dikatakan nenek mengenai Ibu.

"Le, bagaimana pendapatmu jika seorang perempuan lugu diperkosa sampai melahirkan seorang anak?"

Pertanyaan nenek sungguh membuatku harus banyak berpikir, karena berkaitan dengan nurani dan moral.

"Maksud nenek gimana ya?"

"Ya, sudah, saya ceritakan sekalian saja, agar kamu ngerti jati dirimu. Ibumu itu sejak kecil sudah nggak bisa ngomong, eh, setelah besar kok ya malah diperkosa lelaki tidak bertanggung jawab. Sri itu diiming-imingi hal-hal sepele saban hari seperti makanan, ketika bekerja di sawah membantu nenek. Sampai hari naas itu tiba.

Jadi laki-laki itu sering nunggu Sri sampai selesai bekerja di sawah. Dengan rayuannya Sri diajak ke tempat yang sepi, mungkin bukan hanya sekali perbuatan itu dilakukan Manto, ya si kusir delman itu."

Aku menyimak kisah ibuku dengan tetap menahan rasa marah. Kukepalkan tanganku, ingin sekali rasanya meninju lelaki bernama Manto itu, meski dialah bapak biologisku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun