Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Hilangnya Emas Satu Ons

21 Maret 2021   09:49 Diperbarui: 21 Maret 2021   10:11 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Setelah menujuh hari Bapak, Ibu kembali beraktivitas seperti biasa. Perempuan itu masuk ke kantor, meski belum penuh sesuai jadwal yang ditentukan. Maklum saja, kadang masih ada beberapa orang atau saudara yang bertakziyah.

Sore hari, setelah Asar, Mbak Semi menuju rumah, menemani Ibu sesuai perjanjian yang telah disepakati bersama antara aku, Ibu dan Mbak Semi. Pekerjaan Mbak Semi yang utama adalah membersihkan  dan merapikan rumah, seperti menyapu dan mengepel.

Dengan membawa satu orang putranya yang masih berumur empat tahun, Mbak Semi melaksanakan tugasnya. Beberapa sudut rumah kini mulai terlihat rapi, lebih bersih dan teratur. Kaca jendela, kaca lemari pakaian, dan sisi rumah terlihat makin cemerlang.

Anak Mbak Semi juga tidak banyak rewel, sehingga pekerjaan ibunya dapat diselesaikan dengan rapi dan baik, seperti yang dikatakan Ibu lewat beberapa pesannya.

Semenjak kepergianku kembali ke tempat kerja, beberapa kali Ibu menelepon dan memberi pesan lewat aplikasi berwarna hijau itu. Pesan dari Ibu itu pun laksana air salju yang menyejukkan hatiku. Aku hanya berdoa semoga Ibu selalu dalam lindungan-Nya, dberikan kesehatan yang prima.

Hampir satu bulan setelah kematian Bapak, dan kutinggalkan Ibu di rumah, semua berjalan baik-baik saja. Dalam hati aku sangat bersyukur, sehingga dapat bekerja dengan tenang, meski jarak berjauhan dengan Ibu.

Namun, tidak ada angin tidak ada hujan, sebuah pesan melalui aplikasi warna hijau itu, tiba-tiba membuyarkan semua anganku yang indah. Ibu mengirim pesan singkat padaku. Mungkin terdorong rasa galau dan resah hatinya, aku pun segera minta pamit pada atasan untuk  kembali menemui Ibu.

[Din, segera pulang ya, ada hal penting yang harus Ibu bicarakan.]

[Ya, Bu, segera Dina mengemasi barang-barang. Paling besok sore baru sampai rumah.]

Pesan Ibu membuatku banyak berpikir, ada apa gerangan sehingga Ibu terlihat begitu resah dan  memintaku segera pulang kembali. Ah, semoga tidak terjadi hal yang di luar kemampuanku. Sepanjang perjalanan aku hanya mampu berdoa, semoga semua baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun