Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Hilangnya Emas Satu Ons

21 Maret 2021   09:49 Diperbarui: 21 Maret 2021   10:11 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sempat berbicara lebih lanjut, tiba-tiba, Bapak yang sudah lama menderita sesak napas, jatuh  sakit, karena kecapaian, dan masuk rumah sakit. Dua hari di rumah sakit, kondisinya makin menurun, sampai ajal pun menjemput.

Aku yang sedang bertugas di Pulau Sumatera,  harus pulang. Kini tinggalah Ibu, orang tuaku satu-satunya yang kumiliki.

***

Setahuku, Ibu dan Bapak tipe orang yang sangat teliti dan berhati-hati, apalagi dalam menggunakan materi. Meski bukan termasuk tipe orang yang pelit, tapi Ibu selalu sadar menyisihkan sebagian uang gajinya untuk ditabung.

Kutahu ada beberapa  buku rekening yang dimiliki Ibu, meski jumlahnya tidak terlalu banyak. Begitu juga di lemari pakaiannya terdapat kotak kecil berisi perhiasan seperti kalung, cincin, anting dan gelang, yang dibungkus tas plastik kresek warna hitam tersimpan rapi. Perhiasan itu seberat satu ons. Lumayan juga jika dikurs dengan uang. Mungkin ada lima puluh juta-an.

Tidak terasa, waktu cutiku pun habis, setelah tujuh hari di rumah. Dengan berat hati, harus kutinggalkan Ibu seorang diri.

Semalam aku telah berembug dengan Ibu, demi menjaga semuanya, maka Mbak Semi, tetanggaku  tepat depan rumah,  yang sudah menjanda lima tahun kuminta untuk dapat menemani.

Mbak Semi selain merupakan seorang janda,  dia juga memiliki beberapa anak yang masih bersekolah. Bahkan dua anak masih tergolong balita. Suaminya meninggal karena sakit sekitar lima tahun yang lalu.

Pertimbanganku dan Ibu memintanya menemani agar Ibu tidak merasa kesepian, apalagi jika malam hari. Masalah pekerjaan rumah juga tidak terlalu berat, karena sekedar membersihkan rumah. Pekejaan lain sudah diselesaikan oleh Ibu, seperti mencuci pakaian dan  memasak. Tipe ibuku, orangnya perfect jadi inginnya apa-apa dikerjaan sendiri.

Pagi itu, aku minta pamit pada Ibu untuk kembali  bekerja. Ada bulir bening yang sempat menetes bersamaan dengan iringan pujian doa dari Ibu. Sekali lagi, kembali kudekap erat perempuan yang telah melahirkanku. Ada aliran hangat kasih sayang yang sangat tulus terpancar dari perempuan desa itu, seakan memberiku suntikan semangat baru.

Lambaian tangan Ibu serasa makin menyesakkan dadaku. Langkahku makin menjauh dan tinggal titik hitam yang mampu kulihat saat menengok ke belakang. Hanya gemuruh doa Ibu yang masih selalu terngiang di telingaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun