Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mulai Menua

26 Oktober 2020   10:29 Diperbarui: 26 Oktober 2020   10:47 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Hadi sebenarnya belum terlalu tua jika dilihat dari umur.  Dia baru berusia lima puluh dua tahun. Meski perawakan layaknya laki-laki berumur tujuh puluh tahun, rambut di kepala juga sudah berubah  warnanya menjadi putih.

Setiap hari selalu ada saja hal yang membuatnya bingung. Kemarin pagi, mencari kaca mata ke sana ke mari, tidak tahunya ternyata sudah dipakai. Berbagai peristiwa yang tampaknya biasa pun terlihat lucu ketika  menimpa Pak Hadi.

Setelah  kasus kaca mata, kini berganti lagi, yaitu mencari dompet. Dompet yang sudah lusuh berwarna coklat itu dicarinya berkali-kali. Dari kamar, kembali lagi ke ruang tengah, bantal, sprei, hampir semua barang di dalam rumah diacak-acak sampai berantakan, tetapi belum terlihat juga.

Hatinya mulai resah, karena semua surat penting ada di dalam dompet itu.  Dia pun duduk di depan TV, dan mencoba mengingat-ingat kembali sejak awal meletakkan benda itu.  Protes istrinya pun dianggap angin lalu, tidak pernah diperhatikan.

"Mencari apa sih, Pak? Pasti kunci, ya? Atau HP? Tiap hari kok lupa. Jika tidak kunci, ya kaca mata, helm, mantol, mbok ya disiapkan malam tadi segala sesuatunya."

Pak Hadi memilih untuk diam, tidak mau membalas omelan istrinya, yang menambah pikiran  makin ruwet.

Sejenak kemudian, Pak Hadi kembali mengingat dan mengurutkan  kejadian setelah bangun tidur, sampai akan berangkat kerja.

Dia pun bangkit dan mencari tas ransel warna hitam yang diletakkan di atas meja kerjanya.

Senyumnya kini merekah. Benda yang dicarinya sudah ada di tangan.

Melihat suaminya tersenyum, Bu Hadi pun komentar.

"Nah, ketemu kan? Aduh, Pak ... Pak, belum tua, sudah lupa!"

"Besuk kamu juga akan ngalamin, Bu."

Bu Hadi terlihat manyun mendengar pernyataan suaminya.

Tadi pagi, kembali Pak Hadi melakukan tradisinya lagi. Dia lupa, dan yang ini sungguh membuat geli seisi rumah.

Sebenarnya,  Pak Hadi ingin mandi sepagi mungkin karena takut terlambat ke kantor, meskipun cuaca mendung dan hawa teramat dingin.

Biasanya handuk digantungkan  pada kapstok yang ada di kamar mandi. Mungkin saking tergesa-gesa, dia pun segera mandi. Beberapa saat setelah tidak terdengar suara air mengalir, dia pun tampak begitu kebingungan.

"Aduh, kok handuknya malah lupa, payah!" gerutunya.

Dia pun kebingungan, mau keluar dari kamar mandi, sementara tubuhnya basah dan semua pakaian dia lepas, mau teriak-teriak pasti hanya ditertawakan anak-anak dan istri.

Ketika dilihatnya suasana sepi, akhirnya dengan langkah seribu segera diambilnya handuk yang tergantung di kursi dekat kamar mandi. Tubuh dituttupinya dengan handuk. Dia pun kembali

"Untung nggak ada yang melihat," pikirnya dalam hati.

Tanpa dinyana, ternyata anaknya yang bungsu tertawa cekikikan melihat Pak Hadi yang keluar dari kamar mandi hanya memakai celana dalam saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun