Sasaran selanjutnya adalah gadis yang sedang nyenyak tidur. Pemimpin gerombolan itu memaksa gadis itu melayani nafsunya hingga meronta dan tidak sadarkan diri.
Beberapa anggota gerombolan menyekap kedua saudara gadis itu di kamarnya, sama seperti perlakuan terhadap ibu gadis.
Pembagian tugas gerombolan itu sungguh rapi dan terkoordinir dengan baik.
Mendengar keributan di kamar anak-anaknya, bapak gadis itu pun bangun dan berusaha menghadapi gerombolan itu meski dengan tangan kosong. Perlawanan yang tidak seimbang menyebabkan bapak gadis jatuh tersungkur dan bersimbah darah.
Setelah melakukan aksinya, pimpinan gerombolan itu pun tertawa terbahak-bahak merasa puas dan tidak ada rasa bersalah sedikit pun.
Ternyata aksi gerombolan itu belum selesai. Seluruh anggota keluarga itu dibantai secara sadis, dan dimutilasi.
Peristiwa itu berakhir beberapa saat menjelang azan Subuh. Gerombolan itu berhasil kabur sebelum masyarakat mengetahuinya.
Masyarakat yang mengetahui peristiwa tragis itu merasa prihatin atas kebrutalan dan kebiadaban gerombolan tersebut.
Hingga kini, setiap malam jumat, di rumah kosong itu selalu terdengar suara tangisan dan tawa terbahak-bahak yang sangat keras, hingga membuat masyarakat merasa takut bila melewati depan rumah itu.