Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Mantan

26 September 2020   22:20 Diperbarui: 26 September 2020   22:24 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Pak, saya dengar dari adik, Bapak mau nikah lagi?" tanya Nora pada Pak Jonet  yang sedang membaca koran di ruang tengah.

Pak Jonet tidak segera menjawab pertanyaan anak sulungnya. Dia hanya diam,  melipat dan meletakkan koran yang sedang dibacanya di atas meja, lalu pergi. Ketiga anaknya tampaknya kurang setuju dengan rencananya.

"Huh, Bapak tuh gimana, sih, ditanya baik-baik kok malah pergi," gerutu Nora sambil menekuk wajahnya.

Pak Jonet, lelaki yang satu tahun lagi pensiun itu telah ditinggal mati istrinya satu minggu yang lalu, karena sakit jantung. Nora merupakan anak sulung Pak Jonet. Kedua adiknya juga perempuan, Santi dan Ipah. Satu minggu yang lalu Bu Nari meninggal dunia, setelah beberapa kali masuk rumah sakit karena serangan jantung.

Pak Jonet sendiri akhir-akhir ini sering mengeluhkan pinggangnya yang sakit_karena pernah jatuh. Berbagai usaha medis dan non medis telah diupayakan untuk kesembuhan sakitnya.

"Pak, boleh Nora bicara?"

Nora membuka percakapan sore itu ketika keluarga berkumpul bersama di ruang tengah. Seperti terdakwa, Pak Jonet dihadapkan pada ketiga putrinya yang telah menginjak dewasa.

Nora tidak mau kehilangan momen berharga untuk mendengar secara langsung dari bapaknya tentang rencana pernikahan itu.

"Pak, benar nggak sih, rencana pernikahan itu?"

"Hm ... Bapak akan berbicara dengarkan baik-baik. Bapak sebenarnya tidak ingin menikah. Bapak masih sayang sekali dengan ibumu,  tetapi mengingat kesehatan yang kadang menurun, maka  akhirnya terpaksa harus mencari teman berbagi suka dan duka."

Tanpa dikomando, anak bungsu Pak Jonet langsung protes mendengar pernyataan bapaknya.

"Aku nggak setuju, jika Bapak menikah lagi. Gimana pandangan masyarakat, Pak, la wong Ibu tuh baru seminggu meninggal, tanah juga masih basah, kok tega sekali sih, Pak," protes Ipah yang terbiasa bicara ceplas-ceplos tidak peduli pada siapa pun.

"Bapak kok nggak bermusyawarah dulu  dengan kita, sih jika mau menikah? Kami sudah dewasa, Pak. Dapat diajak bicara secara dewasa. Kami mampu berpikir jernih," kata Santi berapi-api.

Pak Jonet akhirnya menengahi mereka.

"Sudah, sudah. Setuju atau tidak, Bapak besuk akan mengenalkan calon ibu kalian."

Nora, Santi dan Ipah hanya saling berpandangan. Mereka merasa protesnya tidak berguna.

"Ya, sudah. Besuk kami akan tinggal di rumah nenek saja. Bapak berdua di sini. Kami rela keluar dari rumah ini, Pak."

"Sudah!" bentak Pak Jonet sambil menggebrak meja membuat kaget ketiga anaknya.

Semua diam, terpaku dalam angan masing-masing. Beberapa menit kemudian, Pak Jonet pun angkat bicara untuk mencairkan suasana.

"Maafkan Bapak, jika terlalu emosi. Kalian semua sudah dewasa, mungkin semua akan mengikuti suami. Bapak takut jika tidak ada yang merawat setelah pensiun nanti. Maka Bapak tetap memutuskan untuk segera menikah lagi. Dia sebenarnya teman Bapak waktu sekolah dulu."

Kali ini Nora, Santi dan Ipah tidak berani lagi protes pada bapaknya.

"Terserah Bapak saja, mangga," kata Nora sedikit kecewa.

Hari berikutnya, seperti yang dijanjikan, Pak Jonet pulang bersama dengan seorang perempuan setengah baya. Paras perempuan itu masih mennyisakan kecantikan ketika  muda dulu. Tubuhnya yang sedikit gemuk dibalut baju gamis warna gelap dan kerudung cerah menambah anggun penampilannya.

Kedatangan perempuan itu disambut ketiga anak Pak Jonet. Betapa kaget Santi melihat perempuan yang akan dikenalkannya sebagai ibu baru. Santi sangat mengenal perempuan itu.

Santi menarik lengan Nora dan diajaknya ke ruang belakang.

"Ada apa sih?"

"Aduh gimana ya ngomongnya? Bingung jadinya."

"Udah ngomong saja, kenapa, sih? Repot amat!"

"Mbak, perempuan itu kan ibunya Anton,  pacarku."

"Hah, masa anak dan ibu dapat anak dan bapak, payah!"

Tak lama berselang, Pak Jonet dari ruang depan memanggil ketiga anaknya.

Setelah ketiganya duduk rapi di ruang depan, Pak Jonet mulai berbicara.

"Anak-anak,  kenalkan calon ibu kalian, namanya Vera. Dia sebenarnya teman sekolah Bapak dulu, pernah dekat sih, ya pacaran begitu, tapi memang belum jodoh,  akhirnya berpisah. Setelah  sama-sama menikah, eh kok ketemu lagi, tetapi dalam kondisi berbeda. Bu Vera sudah menjadi janda karena suaminya juga meninggal."

"Oh begitu, putranya berapa, Bu?" selidik Santi  pada tamunya.

"Ehm ... dua, Anton dan Dewa."

Kaki Santi sengaja disentuhkan pada kaki Nora yang duduk di dekatnya memberikan isyarat tentang kebenaran kalimatnya tadi.

Nora membalas senggolan kaki Santi lebih keras.

"Aduh!" Santi mengaduh kesakitan.

"Kenapa, sih kok ribut?" tanya Pak Jonet merasa ada sesuatu yang janggal.

"Nggak apa-apa, Pak, ini kaki saya agak sakit."

Magelang, 26 September 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun