"Aku nggak setuju, jika Bapak menikah lagi. Gimana pandangan masyarakat, Pak, la wong Ibu tuh baru seminggu meninggal, tanah juga masih basah, kok tega sekali sih, Pak," protes Ipah yang terbiasa bicara ceplas-ceplos tidak peduli pada siapa pun.
"Bapak kok nggak bermusyawarah dulu  dengan kita, sih jika mau menikah? Kami sudah dewasa, Pak. Dapat diajak bicara secara dewasa. Kami mampu berpikir jernih," kata Santi berapi-api.
Pak Jonet akhirnya menengahi mereka.
"Sudah, sudah. Setuju atau tidak, Bapak besuk akan mengenalkan calon ibu kalian."
Nora, Santi dan Ipah hanya saling berpandangan. Mereka merasa protesnya tidak berguna.
"Ya, sudah. Besuk kami akan tinggal di rumah nenek saja. Bapak berdua di sini. Kami rela keluar dari rumah ini, Pak."
"Sudah!" bentak Pak Jonet sambil menggebrak meja membuat kaget ketiga anaknya.
Semua diam, terpaku dalam angan masing-masing. Beberapa menit kemudian, Pak Jonet pun angkat bicara untuk mencairkan suasana.
"Maafkan Bapak, jika terlalu emosi. Kalian semua sudah dewasa, mungkin semua akan mengikuti suami. Bapak takut jika tidak ada yang merawat setelah pensiun nanti. Maka Bapak tetap memutuskan untuk segera menikah lagi. Dia sebenarnya teman Bapak waktu sekolah dulu."
Kali ini Nora, Santi dan Ipah tidak berani lagi protes pada bapaknya.
"Terserah Bapak saja, mangga," kata Nora sedikit kecewa.