"Tak dongakke muga-muga kowe lan anak turunmu iso kaji, paringi panjang umur sing berkah manfaat."
"Nggih, Pak, aamiin matur nuwun donganipun."
Sore ini aku berkunjung, ke rumah teman teman yang baru saja melaksanakan ibadah haji. Suasana nampak menggembirakan sekali. Mbak Nur sebagai tuan rumah pun bercerita panjang lebar pelaksanaan haji di sana.
"Pokoknya langsung buka rekening saja, Dik. Nggak banyak juga nggak apa-apa, yang penting diniatkan untuk Allah, pasti nanti akan diberikan rezeki yang cukup," bujuknya ketika memberi saran padaku agar segera membuka tabungan haji.
Aku dan suami hanya manggut-manggut terbuai ceritanya.
Suami pun akhirnya setuju untuk segera membuka rekening haji. Sebagai awal menabung saya dan suami menabung dengan nominal sedikit sekali. Maklum saja, harus menyisihkan untuk biaya  empat anak-anak yang masih bersekolah.Â
Waktu pun bergulir, meski sedikit aku dan suami tiap bulan selalu menyisihkan sedikit untuk tabungan hajiku. Seperti kata Mbak Nur tempo hari, ternyata benar, seakan rezeki dari Allah tidak pernah putus. Aku yang berdagang kecil-kecilan di rumah, tiba-tiba saja mendapatkan rezeki yang tidak terkira. Tabungan haji pun kutambah seiring rezeki yang terus mengalir.
Suatu hari, aku bertemu dengan Mbak Nur di pasar. Kusampaikan  nasihatnya dulu, dan telah kulaksanakan.
"Nah, sudah bagus itu teruskan, semoga Allah mensegerakan niat Dik Arum dan suami."
"Amiin."
Waktu begitu cepat bergulir. Kondisi Bapak pun kini sering sakit-sakitan. Usia yang sudah cukup renta tidak kuasa menahan sakitnya. Setelah tiga tahun sakit yang akhirnya menjalar ke  bagian tubuh lain, Bapak pun meninggal, tepat ketika aku dan suami  mengurus persyaratan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keberangkatan haji.