Rasa ingin tahu adalah kerakusan paling universal!" -- Kata Rolando Garro yang sedang membual dalam Cinco Esquinas halaman 92
Tak ada lagi kata kesempatan bagi Alberto Fujimori . Tumbang setelah benar-benar pernah berkibar di pusat rezim kekuasaan sebagai penguasa Peru.
Biang keroknya tak asing dan tak bukan ulah jurnalisme brengsek.
Otoritas bagi seorang yang pernah berkuasa sekelas Fujimori, tak diragu lagi seperti dan semacam apa kuatnya, sang penguasa bukan tanpa dukungan. Pada era kuasanya, bagi yang bernaluri dan berani mengkritik kuasanya dipastikan berakhir dengan kemalangan.
Pada kondisi inilah peran kepala intelejen negara, yang kemudian terkenal dengan nama julukannya El Doktor, berfungsi bahkan lebih dari melangkahi kewenangan kepala negara.
Musuh utama rezim-rezim ini adalah gerakan kiri; Sandero Luminoso (populisme kiri, yang agak Maois, yang kerap disebut teroris bagi Peru di zaman Fujimori).
El Doktor di zaman fujimoro, pemutus utama dengan otoritas mutlak yang bisa menentukan siapa saja yang masuk daftar orang atau golongan subversif, yang dianggap membahayakan rezim, yang kemudian akan dimusnahkan.
Celakanya, apakah revolusi senjata penyebab lengsernya tirani itu. Bukan. Dan bukan pula aksi Selebrasi si cantik anonim. Babad naas Fujimoro, tak disangka bermula dari sebuah berita gosip.
Kata kawan sebelah, konon berita gosip itu bila terus digesek makin sedap nikmatnya. Makin rutin disajikan, makin tajam liputan, makin berani membuktikannya, maka makin yakin kita padanya.
Niscaya, lambat laun makin berani ia menyamakan kedudukannya dengan ibadah wajib, 'kita akan percaya datangnya kebaikan dan semakin cinta kita padanya.'
Inilah kekuatan diksi dari narasi kontradiksi ulah jurnalisme gosip. Cama disayangkan, sangat sedikit minat di antara kita untuk menggalinya lebih dalam: menyajikan desas-desus yang bisa membentur fakta berbisa.
Jurnalisme gosip yang mematikan atau serupanya berhamparan bagai kuaci yang begitu renyah di negeriku, yang juga adalah tempat kamu menanam harapan. Tak sekedar itu, di tempat kita ini, sajian dan sudut pengambilan ceritanya pun cenderung sama bahkan tingkat akurasinya masih unggul kita.
Satu dai nyaris tak ditemukan lagi alasan, mengapa rating untuk berita gosip masih menduduki peringkat terpopuler. Tak hanya penguasa dan anak muda oposannya, bahkan janda cantik sampai anak-anak kecil sekali pun menempatkan tontonan gosip pada acara favorit.
Jangan heran kemudian kualitas nalar di sekitar kita mandek gara-gara hegemoni sampah.
Seperti sulit mempercayai, bagaimana mungkin jurnalisme gosip, yang reputasinya tak jauh beda dengan tempat pembuangan akhir itu dapat mengguncang kekuasaan akibat keberaniannya membongkar sebuah skandal seks?
Meskipun seks adalah hak bagi setiap individu, urusan pribadi dan rahasia, tapi juga bisa jadi racun mematikan. Yang oleh penganut agama percaya, neraka adalah tempat setimpal untuk mereka.
Oleh sebab itu, foto-foto skandal seks yang diumbar oleh Rolando Garro (editor tabloid) di tabloid Destapes adalah sangat mencoreng martabat pekerjaan dan keluarga insinyur Enrique Cardenas. Karena, bukan hanya mengancam karirnya sebagai seorang pengusaha tambang yang berpengaruh dan disegani oleh El Doktor. Melainkan, inilah kegetiran kenyataan salah satu penyebab kematian ibundanya tercinta.
Dari cerita itu, tak sedikit alur yang sama dengan kisah berbeda tentunya, menjadi lahan kehidupan bagi mereka, seperti Garro dalam cerita Enrique Cadenas yang memilih menjadi martir yang atas upaya pemerasannya meskipun upayanya kepada Enrique gagal, tapi kemudian teka-teki misteri atas kematian sang ibunda dibongkar secara patriotik oleh rekan jurnalisnya Julieta Leguizamon (direktur Destapes baru yang sebelumnya dijabat Garro).
Sebenarnya. Maksud Garro cukup realistis, meski hanya tidak ingin terlihat sebuas terorisme. Ia hanya mengharapkan Enrique si orang kaya cabul itu sekiranya mau berinvestasi untuk tabloid Destapes yang berjalan tertatih-tatih.
 Bagian Mereka | Bergosip
Skandal ini rumit. Lebih rumit lagi andai saja La Retaquita, sahabat kepercayaan Garro, gadis berperawakan tajam dan berani, tidak memiliki keyakinan atas dogma tentang harga diri sebagai seorang jurnalis: "Memberitakan yang terang benderang."
Berbagai upaya pengkambinghitaman El Doktor kepada Juan Peineta (sang seniman deklamator pusi) atas kematian Garro tidak bertahan lama. Meskipun Juan membenci Garro dengan piranti berita gosipnya yang juga membuat hancur hidupnya, tapi Juan tetap lah Juan. Seorang seniman yang polos berhati melo, tak sepercik pun hadir di bayanganya ingin membunuh Garro.
Beruntung La Retaquita mengurai kasus ini dengan penuh nyali dan akhirnya membeberkan fakta pahit bagi El Doktor.
Tapi pada akhirnya, Enrique adalah seorang kaya raya yang seperti gampang menebus kerumitan masalah. Sekalipun sempat frustasi akibat berita menjijikkan itu, fantasi seks threesome dengan Chabela istri sahabatnya yang juga penasihat hukumnya (Luciano), akhirnya menjadi kenyataan juga.
Semuanya berkat persetujuan istrinya Marisa, yang kemudian seakan menjadi hiburan karena mampu mengatasi problematika skandalnya yang pelik itu.
Di akhir cerita, seperti karakter asli Luciano yang selalu memberi informasi mengejutkan, sungguh kah sebenarnya Luciano paham apa yang terjadi pada perbuatan threesome mereka?
Sekali lagi Luciano akan mengejutkan, Luciano yang bertampang alim itu dengan dingin mengusulkan, "Ingin bergabung bersama pesta cabul mereka."
Plot cerita yang mungkin mesum ini membuat aliran darah sedikit resah. Tapi itu hanya kulitnya saja. Poinnya malah jauh dari stereotip itu. Sebenarnya bahkan lebih menjijikkan.
Llosa membeberkan peristiwa di era 90-an pada rezim Fujimori yang korup, otoriter, dan biadab.
Kisah kotor dan porno ini, mungkin menjadi penerang gerakan Lava La Bandera (mencuci bendera Peru) untuk membersihkan noda negara, melengserkan kekuasaan Fujimori dan motor penjaga kedaulatan tiraninya, El Doktor.
Sungguh aksi kreatif, gagasan nan imajinatif, artistik radikal, yang memperoleh dukungan banyak dari masyarakat awam yang masih percaya nilai-nilai progresif kesenian.
Bagian Kita | Menjungkal
Jurnalisme gosip, serangan oposisi, skandal seks orang penting, hingga berujung pada aksi mendesak moral (mencuci bendera Peru) adalah kelindan mematikan untuk menjungkalkan tirani Fujimori yang korup dan penuh gejolak.
Adakah kisah semacam ini hadir di tengah kita, pada banyak novel yang tak begitu berkelakar dalam seperti karya Sang Pengoceh (terdapat banyak pilihan diksi  yang tersaji untuk dipilih dan dimanfaatkan jika saja anda berkeinginan untuk berbicara banyak tentang ketimpangan masyarakat dan eksploitasi para oposan atas nama modernisme.
Segmen ini memang tidak dianjurkan bagi anak-anak di bawah umur. Hanya untuk dewasa 25+ yang sudah paham makna bahaya mesum dan aksi mutasi brutal.
Untuk saya dan anda, saya memilih sosok Mario Vargas Llosa sebagai fasilitator yang cakap membawa kita pada perhatian yang sungguh jenaka: "Memercayai jurnalisme gosip sebagai senjata, sekaligus mengajak sedikit yakin kemungkinan jurnalisme gosip tak selalu berparas sampah."
Apakah anda memikirkan. Pernahkah kamu membayangkan, jika saja jurnalisme gosip tak melulu menjadi sampah, mungkin kita tak se-brengsek saat ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H