Aceh, yang dikenal dengan julukan "Serambi Mekkah," memiliki keistimewaan tersendiri dalam penerapan hukum di Indonesia. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, provinsi ini memiliki otonomi khusus, termasuk hak untuk menerapkan hukum syariat Islam melalui qanun. Qanun merupakan peraturan daerah yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat Aceh berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam. Salah satu elemen penting dalam pelaksanaan qanun ini adalah Wilayatul Hisbah (WH), atau polisi syariat, yang bertugas mengawasi pelaksanaan hukum syariat.
Dasar Hukum Qanun Aceh
Penerapan qanun di Aceh tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang perjuangan masyarakat Aceh untuk mendapatkan hak otonomi yang lebih luas. Sebagai bagian dari perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia, lahirlah UU Pemerintahan Aceh yang memberikan ruang bagi penerapan hukum syariat. Qanun tersebut mencakup berbagai bidang, mulai dari peribadatan, akhlak, hingga muamalah (hubungan sosial).
Penerapan syariat Islam ini dianggap sebagai bentuk pengakuan terhadap identitas dan keunikan budaya Aceh yang telah mendarah daging. Bagi masyarakat Aceh, hukum syariat bukan hanya aturan formal, melainkan juga cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan moral yang dipegang teguh sejak lama.
Menurut Ronal Oktavianda, seorang warga Aceh, hukum syariat Islam di Aceh sudah sangat bagus. Namun, ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, khususnya dalam hal mengurus perizinan seperti penyelenggaraan konser dan kegiatan lainnya.
"Perihal mengurusi perizinan seperti penyelenggaraan konser dan hal lainnya, mungkin masih tabu dalam masyarakat," kata Ronal. Ia menekankan perlunya sosialisasi dari dinas syariat Islam mengenai bagaimana menyikapi isu-isu ini. "Aceh merupakan Nanggroe Syariat Islam, jadi harus ada sosialisasi kepada masyarakat," tambahnya.
Ronal juga menggarisbawahi bahwa penyelenggaraan konser masih menuai pro dan kontra di Aceh Darussalam. "Ini yang mungkin memerlukan sikap tegas dari pihak lembaga syariat Islam yang ada di Aceh," ujarnya.
Peran Wilayatul Hisbah
Wilayatul Hisbah (WH) merupakan institusi yang dibentuk untuk menegakkan qanun di Aceh. Peran WH sangat vital dalam memastikan kepatuhan masyarakat terhadap hukum syariat. Tugas mereka meliputi patroli rutin, penindakan terhadap pelanggaran syariat, dan sosialisasi mengenai pentingnya menjalankan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, peran WH tidak jarang menuai kontroversi. Banyak yang mengkritik metode penegakan hukum yang dianggap keras dan kurang manusiawi. Misalnya, kasus hukuman cambuk di muka umum bagi pelanggar qanun sering kali menjadi sorotan negatif, baik di dalam negeri maupun internasional. Kritik ini mengarah pada pertanyaan mendasar: apakah penegakan syariat di Aceh sudah sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan yang diajarkan Islam?