Mohon tunggu...
Roni Alimuddin
Roni Alimuddin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bukan seorang penulis, hanya sekedar mencatat sedikit perjalanan hidup

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menapak Kaki di Puncak Bulusaraung

16 September 2013   20:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:48 2163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berawal dari ajakan dari seorang teman lewat facebook. Ajakan mendaki gunung bulusaraung. Lumayan mendadak, cuma berselang satu hari sebelum keberangkatan. Coba bertanya mengenai perlengkapan camping, “beres, tenda dan lain2 udah ada” jawabannya kira-kira demikian. Jadi, okelah kita berangkat. saya cuma perlu bawa perlengkapan standar pribadi saja.

Sebagai informasi, Gunung Bulusaraung berlokasi di desa Tompobulu kecamatan Balocci kabupaten Pangkep memiliki ketinggian 1.353 mdpl. Gunung ini masih dalam satu kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Sangat cocok bagi pemula yang baru menekuni dunia pendakian, seperti halnya saya.

Keesokan harinya, kami bertiga bertemu di meeting point yang telah ditentukan. Mengecek kembali perlengkapan, ternyata minus kompor, tidak selengkap yang diperkirakan. Waduuh, gimana masak-masaknya disana. Show must go on. Masalah tersebut diatasi dengan membeli makanan jadi. Dengan pertimbangan ini hanya one night camp, jadi tidak terlalu menjadi masalah. Yang ini jangan dicontoh, tetaplah bawa kompor sebisa mungkin.

Perjalanan dimulai dari Makassar. Tiba di Maros. Istirahat sejenak, membeli roti maros sebagai menu makan malam sekaligus buat sarapan. hehehe. tidak lupa membeli cemilan, dan saya nekat membeli satu pak kopi dan dua bungkus mi instan, berharap di gunung nanti bertemu dengan teman yang bisa berbagi kompor. Serasa ada yang kurang tanpa acara ngopi-ngopi di gunung.

Melewati Maros, masuk daerah Pangkep, lalu belok di pintu masuk Tonasa 1, lurus saja menuju kecamatan Balocci. Tiba di kecamatan balocci tinggal menuju desa tompobulu. Untuk sampai di kaki gunung anda akan dihibur dengan jalur yang lumayan ekstrim. bukan lagi berupa jalan berkelok menanjak, tapi sudah berbentuk zigzag menanjak kira-kira kemiringan bervariasi 40 - 60 derajat. motor pun tak luput dari sensasi pendakian, dan tentunya meraung-meraung kewalahan. Sekitar jam 14.15 tibalah di desa terakhir. lalu istirahat sejenak, melakukan registrasi, sholat, da tidak lupa berdoa agar dimudahkan dalam perjalanan.

Sekitar pukul 15.00 pendakian dimulai. Jalur pendakian terbagi atas 10 pos. Jarak antar satu pos dengan pos yang lain lumayan berdekatan. Berjarak antara 300 - 600 m. Kemiringan jalur treking mencapai hingga 70 derajat, bahkan jalur menuju puncak kemiringan hampir 80 derajat.

Awal-awal pendakian merupakan jalur yang lumayan berat. Dari pos 1 sampai pos 3, memiliki medan yang terus menanjak dan curam. Boleh dibilang tidak ada jalur landai. Membuat saya sedikit bosan dan berharap cepat berlalu. Kewalahan juga melewati jalur ini. Saya pun sangat sering berhenti dan sering minum layaknya unta yang sangat kehausan. mencapai pos 4 sampai 9, medannya tidak sesulit sebelumnya, bergantian kadang menanjak kadang landai. Di pos 8 terdapat menara pemantau.

Kira-kira pukul 17.20 kami tiba di pos 9. Lalu mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Setelah tenda didirikan, kami tidak lantas beristirahat, tapi harus segera treking menuju puncak. Agar tidak melewati satu momen terindah di puncak gunung, sunset. Karena saking terburu-burunya, di tengah perjalanan kami baru sadar tidak ada yang membawa headlamp maupun senter. Perjalanan pun tetap dilanjutkan, sudah tanggung kalau mesti kembali lagi ke tenda. Kurang lebih 15-20 menit tiba di puncak. Entah kenapa serta-merta semua keletihan dan rasa lelah seolah terlupakan, terbius oleh keindahan panorama alam, dengan pandangan 360 derajat. Sudah banyak orang berkumpul disana. Terlihat pula sekelompok orang yang sibuk menggulung bendera merah putih dengan ukuran yang lumayan lebar. Karena tadi pagi telah dilakukan upacara pengibaran merah putih 17 Agustus. Sebuah kegiatan rutin yang dilakukan tiap tahun.

Dan beruntung masih mendapatkan sunset. dan tak lupa mengambil beberapa gambar. Ada sensasi tersendiri menikmati sunset dari puncak gunung, terutama sesaat setelah sunset, disitulah puncak keindahannya, perubahan perlahan gradasi warna langit dari petang menuju gelap, itu sangat menakjubkan sekali.

Menjelang gelap, kami harus bergegas turun karena tidak adanya alat penerang. Ketika hendak turun, ternyata seorang teman masih terbius dengan keindahan alam dan sibuk mengambil gambar. Saya coba memanggilnya, tapi tidak dihiraukan. saya berdua pun bergegas turun, berharap teman yang satu itu menyusul. Kami termasuk yang terakhir turun, sudah banyak yang turun sebelumnya. Kebetulan di depan ada grup pendaki lain, saya pun menyusul dan menumpang di grup itu dan mendapat penerangan yang cukup. Sebenarnya jalan sudah gelap.

Setelah tiba di tenda, saya berdua menunggu seorang teman yang kami harap tadi menyusul di belakang. Ada sedikit kekhawatiran. Setelah sekitar 30 menit dia pun muncul. Untunglah dia tiba dengan selamat. Dia pun bercerita ketika turun dengan suasana gelap sambil merangkak-rangkak dan sempat salah jalur. Untungnya ketika salah jalur itu, ia segera sadar, dan kembali ke jalur yang benar.

Sang malam pun datang, berganti shift dengan sang Siang. Saatnya makan malam dengan roti maros dan beberapa cemilan. Beberapa saat kemudian, kami menyapa seorang pendaki yang dari tadi lalu lalang seperti mencari sesuatu, setelah disapa dan ngobrol2 ternyata dia mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Malam itu, tempat perkemahan sangat penuh. Kami membantu mencarikan tempat, ternyata masih ada tempat yang memungkinkan untuk mendirikan tenda tepat dibelakang tenda kami. akhirnya kami berkenalan dan ngobrol2, dan juga kopi yang tadi saya beli tidak sia-sia. Kami boleh menggunakan kompornya untuk membuat kopi dan sekaligus memasak mi instan.

Malam itu langit terlihat cerah, bintang-bintang pun terlihat jelas, tapi sayang kami hanya bisa memandanginya dari balik rerimbunan pohon. Malam semakin larut, akhirnya kami menyudahi obrolan. Bersegera istirahat untuk memulihkan tenaga dan agar tidak kesiangan untuk melihat sunrise.

Sekitar jam 05.00 kami bangun dan bersiap untuk muncak kedua kalinya untuk melihat sunrise. Suhu tidak terlalu dingin. sebenarnya rencana awal pukul 03.00, untuk melihat pemandangan bintang, tapi tidak jadi karena ingin mengganggu teman lain yang masih tertidur pulas. Berjalan dengan 4 orang beriringan, ditemani headlamp dan senter sebagai penerang. Tiba di puncak dengan khidmat menghirup udara segarnya. Membersihkan paru-paru dari polusi walau untuk sementara saja. Menengok ke arah langit, bintang-bintang sudah hilang dari penglihatan, tapi masih sempat melihat keindahan panorama kerlip-kerlip lampu kota makassar yang terlihat di arah barat. sekali lagi kami menikmati pesona panorama alam yang menakjubkan. Baru sekitar kurang dari sepuluh orang yang pada saat itu. Semakin lama, puncak pun semakin ramai. Masing-masing orang sibuk dengan kegiatannya, umumnya bernarsis ria di depan kamera. Sebagai kenang-kenangan untuk pulang. Setelah menikmati pemandangan alam selanjutnya ke perkemahan untuk sarapan dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing.

Bertegur sapa sudah menjadi kebiasaan yang lazim diantara pendaki ketika saling berpapasan. Seperti halnya kebiasaan semut ketika berhadapan jalan mereka berjabat tangan. Kami sempat juga bertemu dengan seorang pendaki yang lumayan senior dan memboyong pula anaknya yang berusia sekitar 6 tahun. Rimba nama anak itu. Mungkin itu obsesi seorang ayah terhadap anaknya. Dia pun sempat berbagi cerita tentang pengalamannya malang melintang naik turun gunung. Dari cerita tentang keindahan alam sampai cerita-cerita mistik di pegunungan.

Terakhir, Pendaki bukanlah seorang penakluk alam, tetapi ia adalah seorang yang ingin mengenal alam lebih dekat, bahkan bersahabat dengannya. Mendaki juga sebagai sarana untuk mengagumi kemahakuasaan sang Pencipta. Mengutip pesan yang pernah saya baca, keberhasilan pendakian bukan pada saat anda berhasil menaklukkan puncak, tapi saat anda tiba di rumah dan tidak kurang satu apa pun.

Berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya, hakikat manusia. (Eros feat Okta - Gie)

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. (QS al-Mulk : 15)

Gallery

[caption id="" align="aligncenter" width="720" caption="Pemandangan dari Puncak"][/caption]

[caption id="" align="alignnone" width="720" caption="Tiba di Puncak"][/caption]

[caption id="" align="alignnone" width="720" caption="Menjelang Sunrise"][/caption]

[caption id="" align="alignnone" width="720" caption="Lokasi Tenda di Balik Pohon"][/caption]

[caption id="" align="alignnone" width="720" caption="Narsis Sedikit"][/caption]

sedikit trailer di youtube http://www.youtube.com/watch?v=XcsZKDNU8Wk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun