Sang malam pun datang, berganti shift dengan sang Siang. Saatnya makan malam dengan roti maros dan beberapa cemilan. Beberapa saat kemudian, kami menyapa seorang pendaki yang dari tadi lalu lalang seperti mencari sesuatu, setelah disapa dan ngobrol2 ternyata dia mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Malam itu, tempat perkemahan sangat penuh. Kami membantu mencarikan tempat, ternyata masih ada tempat yang memungkinkan untuk mendirikan tenda tepat dibelakang tenda kami. akhirnya kami berkenalan dan ngobrol2, dan juga kopi yang tadi saya beli tidak sia-sia. Kami boleh menggunakan kompornya untuk membuat kopi dan sekaligus memasak mi instan.
Malam itu langit terlihat cerah, bintang-bintang pun terlihat jelas, tapi sayang kami hanya bisa memandanginya dari balik rerimbunan pohon. Malam semakin larut, akhirnya kami menyudahi obrolan. Bersegera istirahat untuk memulihkan tenaga dan agar tidak kesiangan untuk melihat sunrise.
Sekitar jam 05.00 kami bangun dan bersiap untuk muncak kedua kalinya untuk melihat sunrise. Suhu tidak terlalu dingin. sebenarnya rencana awal pukul 03.00, untuk melihat pemandangan bintang, tapi tidak jadi karena ingin mengganggu teman lain yang masih tertidur pulas. Berjalan dengan 4 orang beriringan, ditemani headlamp dan senter sebagai penerang. Tiba di puncak dengan khidmat menghirup udara segarnya. Membersihkan paru-paru dari polusi walau untuk sementara saja. Menengok ke arah langit, bintang-bintang sudah hilang dari penglihatan, tapi masih sempat melihat keindahan panorama kerlip-kerlip lampu kota makassar yang terlihat di arah barat. sekali lagi kami menikmati pesona panorama alam yang menakjubkan. Baru sekitar kurang dari sepuluh orang yang pada saat itu. Semakin lama, puncak pun semakin ramai. Masing-masing orang sibuk dengan kegiatannya, umumnya bernarsis ria di depan kamera. Sebagai kenang-kenangan untuk pulang. Setelah menikmati pemandangan alam selanjutnya ke perkemahan untuk sarapan dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing.
Bertegur sapa sudah menjadi kebiasaan yang lazim diantara pendaki ketika saling berpapasan. Seperti halnya kebiasaan semut ketika berhadapan jalan mereka berjabat tangan. Kami sempat juga bertemu dengan seorang pendaki yang lumayan senior dan memboyong pula anaknya yang berusia sekitar 6 tahun. Rimba nama anak itu. Mungkin itu obsesi seorang ayah terhadap anaknya. Dia pun sempat berbagi cerita tentang pengalamannya malang melintang naik turun gunung. Dari cerita tentang keindahan alam sampai cerita-cerita mistik di pegunungan.
Terakhir, Pendaki bukanlah seorang penakluk alam, tetapi ia adalah seorang yang ingin mengenal alam lebih dekat, bahkan bersahabat dengannya. Mendaki juga sebagai sarana untuk mengagumi kemahakuasaan sang Pencipta. Mengutip pesan yang pernah saya baca, keberhasilan pendakian bukan pada saat anda berhasil menaklukkan puncak, tapi saat anda tiba di rumah dan tidak kurang satu apa pun.
Berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya, hakikat manusia. (Eros feat Okta - Gie)
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. (QS al-Mulk : 15)
Gallery
[caption id="" align="aligncenter" width="720" caption="Pemandangan dari Puncak"][/caption]
[caption id="" align="alignnone" width="720" caption="Tiba di Puncak"][/caption]
[caption id="" align="alignnone" width="720" caption="Menjelang Sunrise"][/caption]