Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kapal Pinisi di Bulukumba

27 September 2024   21:44 Diperbarui: 30 September 2024   07:47 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia ingin sekali mempersunting seorang putri Tiongkok yang bernama 'We Cudai.' Setelah sekian lama ia menikahi 'We Cudai' dan menetap di Tiongkok, saat Sawerigading rindu dan ingin pulang ke kampung halamannya. Perahu yang membawa Sawerigading itu digambarkan sebagai kapal kayu yang megah.

Dengan menaiki perahu yang dibuatnya sendiri, dalam perjalanan pulang kembali ke Tana Luwu. Namun, ketika berada di perjalanan, perahu yang ditumpangi Sawerigading dihantam ombak besar dan terpecah.

Pecahan-pecahan perahu tersebut menyebar dan terdampar ke tiga tempat di wilayah Kabupaten Bulukumba. Pertama di Kelurahan Ara, pecahan kedua di Tana Beru, dan pecahan ketiga di Lemo-lemo.

Pecahan-pecahan perahu itu kemudian oleh masyarakat disatukan kembali menjadi sebuah perahu megah diberi nama Perahu Pinisi.

Suatu saat saya sedang duduk bersama kawan asal Buton Sulawesi Tenggara, dengan penuh perhatian saya mendengarkan cerita pecahan-pecahan kapal milik Sawerigading di gugusan pulau-pulau di daerah Buton.

Mari lihat sejarah kapal, dikisahkan dalam Al Qur'an Nabiullah Nuh Alaihissalam (AS), diperintahkan oleh Allah SWT, untuk membawa pengikutnya dari rencana Tuhan, untuk menenggelamkan manusia yang menolak ajaran kebenaran.

Perahu itu dibuat Nabi Nuh, sekitar tahun 3.465 SM. Jika mengacu pada peristiwa banjir besar yang pernah melanda bumi, para ahli memperkirakan bahwa kapal Nabi Nuh AS dibuat sekitar tahun 3.465 SM.

Bagi para perajin Kapal Pinisi, filosofi perahu berlandaskan ajaran ketauhidan. Tiang dan layar memiliki makna mendalam, sehingga pembuatan perahu takkan terpisah dari spirit religius. Saya tentu tak berani menanyakan kepada para pekerja yang tengah tekun mengerjakan dinding kapal kayu besar itu.

Saya teringat pada guru semasa Sekolah Menengah Atas (SMA), asal Kabupaten Selayar, mengajarkan kami pendidikan Agama. Guru kami itu bertutur, Kapal Pinisi merupakan kapal layar dengan dua tiang dan juga memiliki tujuh layar.

Dua tiang layar utama dipercaya umat Islam sebagai dua 'kalimat Syahadat' tujuh lembar layar merupakan bilangan dari surah Al-fatihah. Sehingga pada Kapal Pinisi bermakna filosofi hidup dan diamalkan umat Islam, sejak sebelum dimulai prosesi pembuatan, hingga prosesi akan berlayar (pelarungan) menuju laut.

Setelah mendapat izin naik ke Pinisi memotret, ekor mata para pekerja yang sedang serius, terus-terus mengamati pergerakan saya, itu cukup memberikan gambaran bahwa mereka tak ingin terganggu, dan saya terpaksa pamit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun