Â
Kondisi perekonomian Indonesia
Laporan profil Kemiskinan di Indonesia versi BPS pada maret 2016 mencapai 10,68 persen dari total penduduk Indonesia. Walaupun anka ini turun 0,3 persen dari tahun lalu, namun setidaknya masih terdapat 28,01 juta penduduk Indonesia yang memiliki penghasilan dibawah garis kemiskinan menurut BPS yaitu Rp 354.386 per kapita perbulan. Jika pengukuran dilakukan dengan standar batas kemiskinan global yang dikeluarkan oleh Bank Dunia yaitu setara dengan USD 1,9 perkapita perhari maka angka kemiskinan dipastikan akan jauh membesar secara signifikan.(1)
Angka diatas menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia yang masih rendah kesejahteraan masyarakatnya. Jika dilihat dari besaran penghasilan yang dijadikan standar oleh BPS yaitu Rp 354.386 per kapita perbulan dalam penentuan garis kemiskinan, jika dilogikakan angka tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dihitung per bulan dengan harga pangan dipasar.
Peran zakat dalam perekonomian
Dalam sejarah zakat menjadi instrumen sumber pendapatan negara dalam mensejahterakan masyarakat. Selain ini memang kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki harta yang telah mencukupi nishabnya namun manfaat ini dapat mensejahterakan masyaraknya. Konsep yang diterapkan pada masa khlifah Abu Bakar As-Shiddiq dalam kebijakan zakat adalah konsep balancebudget policy, yang mana seluruh pemasukan pada baitul maal langsung didistribusikan dan ini akan berimpikasi pada peningkatan pendapatan masyarakat (2). Laporan keuangan baitul maal pada saat itu masih sangat terbatas belum ada perkebangan tentang pencatatan sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh para akuntan dalam penulisan laporan keuangan. Namun transparansi yang dilakukan pada masa Abu Bakar ini dengan konsep balance budget policy sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dalam pengelolaannya dan pendistribusiannya.
Asumsi pertama peran zakat terhadap perekonomian adalah ketika bantuan zakat diberikan kepada mustahik dalam dalam bentuk konsumtif, maka ini akan meningkatkan daya beli mustahik dalam pemenuhan kebutuhannya. Peningkatan daya beli ini akan berpengaruh pada produksi dan ini berarti bahwa produksi perusahaan akan semakain bertambah dan jika produksi bertamabha maka akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak lagi sehingga dapat mempengaruhi jumlah pengangguran. Disisi lain ketika produksi sebuah perusahaan meningkat maka pajak yang dibayarkan perusahaan juga akan meningkat. Apabila penerimaan negara bertambah maka negara akan mampu untuk meningkatkan pembangunan negara seperti menyediakan sarana dan rasarana untuk pembanguna dan juga akan mampu dalam menyediakan fasilitas publik untuk masyarakat.
Asumsi kedua adalah ketika zakat yang diberikan kepada mustahik dalam bentuk modal usaha, maka ini akan menjadikan mustahik yang mandiri. Ketika modal usaha yang diberikan kepada mustahik sudah berkembang dengan baik maka akan dapat menjadikan mustahik sebagai muzakki. Perubahan keadaan mustahik menjadi muzakki menjadi pengaruh besar terhadap negara karena kesejahteraan masyarakat meningkat dalam hal ini berarti zakat dapat menjadi pengentasaan kemiskinan. Ketika mustahik mengembangkan usahanya secara efektif dan efisien maka ini akan meningkatkan daya produksi. Jika jumlah angka kemiskinan negara berkurang maka pertumbuhan perekonomian negara semakin meningkat.
Asumsi-asumsi tersebut jika dapat dioptimalkan dalam penerapannya maka akan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat dan juga dapat mengurangi jumlah kemiskinan yang ada. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan pada organisasi pengelola zakat dibutuhkan peningakatan dalam hal transparansi dan akuntabilitas lembaga tersebut. Transparansi dan akuntabilitas pada lembaga menjadi pengaruh besar terhadap kepercayaan masyarakat. Dalam pengembangan lembaga non profit seperti lembaga zakat ini akan sangat membutuhkan transparansi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas masyarakat terhadap suatu lembaga adalah adanya transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat yang telah menyalurkan dana zakatnya kepada suatu lembaga akan merasa aman ketika mengetahui kemana dana yang disalurkan itu akan didistribusikan.
Pengembangan E-Governance pada organisasi pengelola zakat
Menurut Sachdeva E-Governance adalah penggunaan teknologi  informasi dan komunikasi untuk mendukung good governance. Sedangkan menurut Nurhadryani e-governance memiliki dua elemen penting 'governance' sebagai konsep utama dan 'electronic' atau ICTs (Information and Communication Technologies) sebagai alat untuk meningkatkan proses governance.(3) secara singkat dapat dijelaskan good governance adalah bagaimana suatu perusahaan mengatur manajemen dalam perusahaan dengan baik, penuh dengan tanggung jawab  baik terhadap perusahaan itu sendiri atau terhadap masyarakat yang ada disekitar perusahaan tersebut serta tidak melakukan korupsi dengan melakukan transparansi dan akuntabiltas dengan baik.(4)
 Penerapan good governance pada setiap perusahaan sangat dibutuhkan karena hal ini akan menjamin kondisi dari perusahaan tersebut. Berdasarkan pada tujuan dari E-Governance dalam mewujudkan good governance pada lembaga zakat maka jika pengembangan e-governance ini dapat dioptimalkan. Secara umum pada e-governance penggunanan ICTs atau teknologi informasi dan komunikasinya yang dapat diterapkan adalah aplikasi internet seperti website, e-mail, mailing list dan sebagainya yang dapat menyebarkan informasi pada sektor-sektor yang berkaitan, memberikan pelayan publik kepada sektor-sektor yang terlibat dan melakukan komunikas melalui elektronik. Dengan seperti ini maka masyarakat dapat mengetahui informasi dan melakukan komunikasi dengan lembaga tersebut lebih mudah, lebih cepat dan lebih efisien.
Ketika dana yang disalurkan oleh muzakki bertambah maka potensi zakat yang selama ini selalu digambarkan dapat tercapai secara perlahan. Angka potensi zakat yang diperkirakan pada tahun 2015 mencapai Rp 286 triliun, namun angka realita zakat yang dikumpulkan masih terlampau jauh, pada tahun 2015 pencapaian zakat, infaq dan sedekah kurang dari 1,3 persen atau senilai Rp 3,7 triliun.(5) Untuk saat ini penggunaan teknologi yang ada dilembaga zakat masih kurang maju dibandingkan dengan yang sudah diterapkan di institusi keuangan.
Akibatnya lembaga amil zakat yang belum mampu mempunyai atau menyusun suatu sistem informasi zakat yang terpadu antar amil, sehingga lembaga amil zakat saat ini saling terintegrasi satu dengan lainnya. Faktor internal dan eksternal dalam organisasi pengelola zakat masih menjadi kendala dalam pengembangan pengelolaan zakat itu sendiri. Sehingga perkembangan yang ada saat ini masih sangat lemah.
Melihat kepada kendala-kendala yang dihadapi oleh pengelola zakat sampai saat ini, maka strategi yang baik dibutuhkan dalam pengembangan zakat. Salah satunya dengan menerapkan sistem e-governance pada setiap lembaga pengelola zakat. Strategi yang dapat dilakukan untuk mendukung e-governance ini adalah dimulai dari memberikan edukasi yang lebih intensif lagi kepada SDM pengelola zakat agar lebih memahami penggunaan sistem yang dijalankan. SDM yang berkualitas merupakan suatu modal dasar agar pengelola zakat lebih berdaya guna dan mampu memberikan pengaruh dalam pelaksanaan strategi e-governance ini.
Strategi kedua, melakukan sosialisasi mengenai zakat agar masyarakat tergerak untuk menyisihkan rezekinya untuk sesama. Pendekatan yang kedua ini juga dilakukan dalam rangka mengenalkan kepada masyarakat akan lembaga amil zakat yang dapat dijadikan sebagai lembaga terpercaya dalam pengelolaan dana zakat. Dalam menjalankan strategi ini, sebagai pengelola zakat terlebih dahulu menyiapkan e-governancenya dalam bentuk website atau email, sehingga akan mempermudah masyarakat dalam memperoleh informasi.Jika dilihat dari kondisi masyarakat Indonesia akan tingkat kesadarannya membayar zakat memang masih terbilang rendah, namun penerapan e-governance ini akan lebih membantu dalam proses memperoleh kepercayaan masyarakat.
Daftar Pustaka
- Adiwarman Karim, 2006, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm 57
- Outlook Zakat 2017, www.puskasbaznas.com
- Puji Lestari, dkk, Identifikasi Faktor Organisasional dalam Pengembangan "E-Governance" pada Organisasi Pengelola Zakat, MIMBAR, Vol. 31, Nomor 1, Juni 2015
- Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 2006, Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
- Outlook Zakat 2017, www.puskasbaznas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H