AMAT:
16:40 (lebih tegas) Seratus ribu!!!
AMI:
16:41 Lho kenapa?
AMAT:
16:44 Bapak bilang kepada dia baik-baik. Tidak usahlah menyumbang sebanyak itu. Malah nanti akan menimbulkan persoalan dan pertengkaran kita di sini. Di mana-mana duit biasanya membuat cekcok. Jadi Bapak bilang, daripada kawasan kita yang damai ini menjadi neraka yang penuh dengan saling curiga-mencurigai, lebih baik jangan membuat persoalan. Sumbang yang wajar saja, seratus ribu sudah cukup untuk memancing para warga lain menyumbang.
AMI:
17:15 (ternganga) Aduh, Bapak kenapa jadi bego begitu sih?
AMAT:
17:21 Karena Bapak tahu semua omongan 5 milyarnya itu hanya isapan jempol. Daripada dia terkenal karena hisapan jempolnya itu, kan lebih baik dipaksa bertindak yang konkrit saja dengan nyumbang seratus ribu. Itu untuk menutupi rasa malunya sudah keceplosan ngomong 5 milyar, sampai-sampai dia tidak berani lagi tinggal di rumah karena takut ditagih. Itu sebabnya selama ini dia menghilang bersama keluarganya, makanya benderanya tidak pernah diturunkan. Sekarang beres, dia sudah nyumbang seratus ribu, ini duitnya. Dan benderanya sudah diturunkan. Paham?
 Terdapat penghapusan dasar konflik dari dialog di atas. Bahwa, awalnya Ami mengira Pak Amat mendapatkan bagian 10% dari uang 5 miliar yang dijanjikan oleh orang kaya. Tapi ternyata, Pak Amat menyuruh orang kaya untuk mengubah nominal sumbangan supaya tidak terkenal karena membuat janji paslu. Karena menurut Pak Amat, orang kaya itu tidak akan menyumbang dengan nominal yang besar. Hingga ia menyuruh orang kaya tersebut untuk menurunkan nominal sumbangannya. Dengan begitu, konflik yang terjadi antara keduanya mereda.